CATATAN HARIAN SEORANG ISTRI (AGUSTUS 2016)

Rabu, 3 Agustus 2016
Pagi ini aku bangun lebih awal tidak seperti biasanya. Entah kenapa rasanya ingin segera beranjak dari tempat tidur. Waktu masih menunjukkan pukul 04.30 aku menghampiri meja tempat mengecharge hp ku. Kulihat tablet milik suamiku di atas meja. Ternyata suamiku lupa membawanya. Terlintas di benakku untuk segera membuka tablet itu. Satu per satu ku buka semua recent aplikasinya. Mulai dari Inbox hingga akhirnya aku membuka BBM nya. Walaupun tidak ada konektivitas tetapi aku bisa membukanya. Terlihat beberapa chatting di tablet itu.Segera ku baca satu per satu BBM itu. Aku terkejut mengetahui percakapan itu. Kulihat temannya bernama Ramzy Zuhri ada di list paling atas di chat BBMnya. Selesai membaca chat itu aku tak bisa membendung air mataku. Aku menangis tersedu-sedu dalam heningnya pagi itu. Aku sungguh tak menyangka suamiku seperti itu. Chat itu sudah terjadi hari sabtu lalu tanggal 30 Juli 2016

Ingin ku tuliskan chat itu disini tetapi air mataku mulai bercucuran lagi. . sakit hati ini...
Ya Allah berikanlah aku kekuatan dan kesabaran

Selesai membaca itu aku hanya bisa berdoa kepada Allah. Aku juga membaca sholawat Thibbil Qulub. Sholawat. Aku kuat aku harus bisa. Dalam hati aku meyakinkan diri sendiri. Tapi air mata malah semakin tak tertahankan. Aku menatap cermin di lemari dan kubenahi jilbabku. Pukul 05.15 aku beranjak dari kamar. Dengan senyum yang tersisa aku mencoba menyembunyikan rasa kekecewaan dan kesedihannku. Kusibukkan pagi ini dengan mencuci baju hampir 2 ember. Selesai mencuci aku bergegas mandi karena nanti gantian dengan adikku.Selesai mandi aku segera bersiap-siap untuk berangkat kerja. Tak lupa ayah dan ibu mengingatkanku untuk sarapan terlebih dahulu. Aku sangat sayang mereka, karena mereka yang selalu memberiku semangat dan mencintaiku tulus apa adanya. Kasih sayang mereka begitu hangat kurasakan. Terima kasih Ya Allah masih ada orang yang peduli terhadap aku.

Ingin rasanya aku segera memarahi suamiku. Aku mempertanyakan cintanya, perasaannya dan hubungan ini. Baru 7 Bulan pernikahan ini berlangsung. Tapi aku mengurungkannya saat itu. Lebih baik nanti saja kalau di kantor karena jaringan internetnya lebih stabil dari pada di rumah. Seperti biasanya si Thole Ilham main ke rumah. Anak dari kakak sepupu yang rumahnya ada di depan rumah. Seperti biasanya dengan manja si thole menghampiriku. Aku sedikit lupa tentang chat BBM pagi ini. Aku mengirimi note voice melalui WA suaranya thole. Udah mandi belum mas? Udah sarapan belum mas?. Aku membantunya dari kejauhan. Setelah terkirim aku berniat untuk marah tapi tidak jadi lagi. Pukul 07.00 sudah di depan mata aku segera berangkat seperti biasanya aku mencium tangan ayah dan ibu dulu. Hari ini aku akan jaga stand di Pasar Seni Gabusan Aku pamit kalau hari ini akan pulang malam. Saat si Thole akan ku ajak salaman dia tidak mau, sepertinya dia ingin ikut berangkat kerja. Akhirnya dia naik di motorku dan akupun mengantarnya sampai rumah.
Da daaaa, aku bisa berangkat kerja dengan tenang karena Thole tidak menangis saat aku tinggal

Seperti biasanya tak lupa aku membaca doa keluar rumah dan membaca niat semoga apa yang aku lakukan pada hari ini bisa menjadi amal ibadah yang diridhoi Allah. Sepanjang perjalanan ternyata pikiranku berkata lain. Memory akan pagi ini mengusik kalbuku. Tak terasa air mata mulai bercucuran lagi. Semakin deras dan aku berusaha mengusapnya agar tidak terlihat oleh pengendara lain di jalan. Aku mulai membaca sholawat Thibbil Qulub lagi. Sampai-sampai aku tidak fokus di jalan karena memikirkan itu aku hampir tertabrak Ya Allah aku kuat.

Semangat diri ini mulai pudar, aku merasa hari ini hari yang menyedihkan. Sesampainya di parkir kantor kuusap lagi air mataku. Untung saja masih sepi hanya terlihat beberapa motor yang sudah terparkir disana. Aku lanjutkan untuk finger absent dulu. Ternyata mata menjadi bengkak karena menangis tadi. Segera kuambil kaca dan merapikan sedikit make upku agar tidak ada yang tahu kalau aku menangis. Tak lama aku merapi-rapikan diri teman ku mulai berdatangan. Aku mulai menarik senyumku. Walau perih rasanya aku akan tetap berusaha untuk tersenyum.

Apel pagi segera dimulai Pukul 07.30 aku segera keluar di depan halaman. Seperti biasanya pagi ini aku menjadi komandan apel pagi. Untung saja saat lapor kepada pembina apel aku tidak gagal fokus. Selesai apel aku masih memikirkan bagaimana caranya mengungkapkan kekecewaanku

Komentar

Postingan Populer