TUGAS AKHIR SEMSTER : MEMBUAT BUKU MATERI PKN

                                             BAB I     
PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG
Pendidikan Kewarganegaraan adalah Unsur Negara Sebagai Syarat Berdirinya Suatu Negara upaya sadar yang ditempuh secara sistematis untuk mengenalkan, menanamkan wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila demi tetap utuh dan tegaknya NKRI.
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa di setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat terdiri dari Pendidikan Bahasa, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.Kep. Mendikbud No. 056/U/1994 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa menetapkan bahwa “Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan termasuk dalam Mata Kuliah Umum (MKU) dan wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi”.
Dengan penyempurnaan kurikulum tahun 2000, menurut Kep. Dirjen dikti No. 267/Dikti/2000 materi Pendidikan Kewiraan disamping membahas tentang PPBN juga dimembahas tentang hubungan antara warga negara dengan negara. Sebutan Pendidikan Kewiraan diganti dengan Pendidikan Kewarganegaraan. Materi pokok Pendidikan Kewarganegaraan adalah tentang hubungan warga negara dengan negara, dan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).


B.     TUJUAN

1. Tujuan Umum
Untuk memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada mahasiswa mengenai hubungan antara warga negara dengan negara serta PPBN agar menjadi warga negara yang diandalkan oleh bangsa dan negara.
 2. Tujuan Khusus             

a.      Agar mahasiswa dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur,dan demokratis serta ikhlas sebagawai WNI terdidik dan bertanggung jawab.
b.      Agar mahasiswa menguasai dan memahami berbagai masalah dasar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta dapat mengatasinya dengan pemikiran kritis dan bertanggung jawab yang berlandaskan Pancasila, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional
c.      Agar mahasiswa memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan, cinta tanah air, serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa.













BAB II
LANDASAN PENDIDIKAN PANCASILA


A.    LANDASAN HISTORIS PANCASILA

Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang sejak zaman kerajaan kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa lain yang menjajah serta menguasai bangsa Indonesia. Beratus-ratus tahun bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang merdeka, mandiri, serta memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta falsafat hidup bangsa. Setelah melalui suatu proses yang cukup panjang dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang didalamnya tersimpul ciri khas, sifat, dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain, yang oleh para pendiri negara kita dirumuskan dalam suatu rumusan yang sederhana namun mendalam, yang meliputi lima prinsip (lima sila) yang kemudian dinamakan Pancasila. Dalam hidup berbangsa dan bernegara dewasa ini terutama dalam masa reformasi, bangsa Indonesia sebagai bangsa harus memiliki visi serta pandangan hidup yang kuat agar tidak terombang-ambing di tengah-tengah masyarakat internasional. Dengan kata lain perkataan bangsa Indonesia harus memiliki nasionalisme serta rasa kebangsaan yang kuat. Hal ini dapat terlaksana bukan melalui kekuasaan atau hegemoni ideologi melainkan suatu kesadaran berbangsa dan bernegara yang berakar pada sejarah bangsa.
Jadi secara historis bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara objektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau dengan kata lain bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila. Oleh karena itu berdasarkan fakta objektif secara historis kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai Pancasila. Atas dasar pengertian dan alas an historis inilah maka sangat penting bagi para generasi penerus bangsa terutama kalangan intelektual kampus untuk mengkaji, memahami dan mengembangkan berdasarkan pengembangan ilmiah, yang pada gilirannya akan memiliki suatu kesadaran serta wawasan kebangsaan yang kuat berdasarkan nilai-nilai yangdimilikinyasendiri.Konsekuensinya secara historis Pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar filsafat negara serta ideology bangsa dan negara bukannya suatu ideology yang menguasai bangsa, namun justru nilai-nilai dari sila-sila Pancasila itu melekat dan berasal dari bangsa Indonesia itu sendiri.
Berdasarkan fakta objektif secara historis kehidupan bangsa Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan nilai-nilai pancasila. Atas dasar pengertian dan alasan historis inilah maka sangat penting bagi para generasi penerus bangsa terutama kalangan intelektual kampus untuk mengkaji, memahami dan mengembangkan berdasarkan pendekatan ilmiah, yang pada gilirannya akan memiliki suatu kesadaran serta wawasan kebangsaan yang kuat berdasarkan nilai-nilai yang dimilikinya sendiri. Materi inilah yang dalam kurikilum internasional disebut civic education, yaitu mata kuliah yang membahas tentang national philosophy bangsa Indonesia. Hal ini harus difahami oleh seluruh generasi penerus bangsa, karena bangsa Indonesia secara historis memiliki nilai-nilai kebudayaan, adat istiadat serta nilai-nilai keagamaan yang secara historis melekat pada bangsa.
Kebenaran Nilai-nilai Pancasila diyakini tinggi. Penafsiran Pancasila di setiap masa berbeda. Pada masa orde lama Pancasila ditafsirkan dengan nasakom (nasionalis-agama-komunis) yang disebut  trisila yang kemudian diperas menjadi ekasila (gotong royong). Kemudian pada masa orde baru, Pancasila harus dihayati dan diamalkan dengan berpedoman kepada butir-butir yang ditetapkan oleh MPR melalui Tap MPR no. II/MPR/1978 tentang P4 dan pada masa reformasi, MPR melalui Tap MPR no.XVIII/MPR/1998 tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara yang mengandung makna ideologi nasional sebagai cita-cita dan tujuan negara.

Adapun contoh Pancasila Historis yang berupa:
          Peradaban
a)        Dulu pada saat masa kerajaan di pimpin oleh seorang raja sedangkan pada masa sekarang di pimpin oleh seorang Presiden.
b)        Pada masa kerajaan, raja bisa menikah beberapa kali, tetapi di masa sekarang hukum pernikahan sudah dtaii atur dalam Undang-undang.
c)        Dahulu wanta tidak di perbolehkan sekolah tinggi-tinggi tetapi sekarang sudah di bebaskan.

          Agama
a)        Pada zaman dahulu hanya ada lima agama sekarang sudah ada enam.
b)        Dahulu saat akan membangun tempat ibadah bisa sembarang tempat tetapi sekarang sudah ada aturan untuk ijin pembangunan.
c)        Dulu tidak di perbolehkan menikah dengan beda negara, tetapi sekarang sudah di perbolehkan

          Ketatanegaraan
a)        Negara Indonesia dulu pemilihan Presiden melalui DPR sekarang rakyar dapat memilih.
b)        Dulu partai di Indonesia hanya ada tiga, tetapi sekarang sudah ada banyak partai di Indonesia.

          Gotong royong
a)        Adanya Bersih Desa
b)        Adanya Panen Raya
c)        Ada Merti Desa       

·               Struktur Sosial
Zaman dahulu ada pembagian sesuai kasta, sekarang semua sudah di sama ratakan.


C.      Landasan Yuridis Pancasila

Pendidikan Pancasila memiliki landasan yuridis yang dapat dilihat dasar rasionalnya dimulai dari tujuan negara Indonesia yang termuat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, pendidikan merupakan factor yang sangat menentukan. Sebagai konsekuensi dari adanya tujuan negara tersebut, maka negara berkewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran dalam suatu sistem pendidikan nasional untuk warga negaranya.

Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa :
1)     Setiap warga Negara berhak mendapat pedidikan
2)     Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya
3)     Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang
4)     Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional
5)     Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Salah satu amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Indonesia.
1)     Bab I. Ketentuan Umum
Pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yang berakar  pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Sistem pendidikan nasional tersebut harus mampu menjamin :
a.      Pemerataan kesempatan pendidikan
b.      Peningkatan mutu serta relevansi
c.      Efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global
Pendidikan merupakan hak asasi setiap warga Negara Indonesia untuk itu setiap warga Negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status social, ekonomi, etnis, agama dan gender. Pemerataan akses dan peningkatan mutu pendidikan akan membuat warga Negara Indonesia memiliki kecakapan hidup (life skills) sehingga mendorong tegaknya pembangunan manusia seutuhnya serta masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila.


2)     Bab II. Dasar Fungsi dan Tujuan
Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

3)     Bab III. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan
Pasal 4 Undang-Undang Sisdiknas mengatur prinsip penyelenggaraan,:
a.      Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
b.      Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
c.      Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
d.      Pendidikan diselenggarakan dengan member keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
e.      Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
f.       Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

Dari uraian pasal-pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan Indonesia bersumber pada Pancasila, maka tujuan pendidikan nasional juga mencerminkan terwujudnya nilai-nilai Pancasila dalam diri mahasiswa sebagai warga negara Indonesia.


D.    Landasan Filosofi Pancasila

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan landasan filosofis serta berbagai prinsip dasa dalam pembangunan pedidikan. Berdasarkan landasan filosofis tersebut, system pendidika nasional menempatkan peserta didik sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan segala fitrahnya dengan tugas memimpin kehidupan yang berharkat dan bermartabat serta menjadi manusia yang bermoral, berbudi luhur, dan berakhlak mulia. Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi merupakan kajian ilmiah yang bersifat interdisipliner (kajian antar-bidang). Pembahasan ini mendudukkan Pancasila dari dua sisi. Pertama, Pancasila diposisikan sebagai objek kajian (objek material) untuk memahami makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila. Kedua, Pancasila diposisikan sebagai objek formal (perspektif) dalam menyelesaikan berbagai macam persoalan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat di Indonesia.
Terkait dengan posisi Pancasila sebagai perspektif, terdapat tiga landasan filosofis yang meliputi landasan ontologis, landasan epistemologis dan landasan aksiologi:
1)            Landasan ontologis
Pancasila bertitik tolak dari keberadaan manusia Indonesia.Manusia Indonesia yang memiliki adat-istiadat, budaya dan sistem nilai sendiri yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia sendiri yang menjadi identitasnya. Dengan kata lain adanya Pancasila tidak dapat dilepaskan dari keberadaan manusia Indonesia sebagai pemilik, pendukung dan pengembang nilai-nilai Pancasila.
Ontologi, menurut Aristoteles adalah ilmu yang meyelidiki hakikat sesuatu atau tentang ada, keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya dengan metafisika. Masalah ontologis antara lain: Apakah hakikat sesuatu itu? Apakah realitas yang ada tampak ini suatu realitas sebagai wujudnya,  yaitu benda? Apakah ada suatu rahasia di balik realitas itu, sebagaimana yang tampak pada makhluk hidup?Dan seterusnya.Bidang ontologi menyelidiki tentang makna yang ada (eksistensi dan keberadaan) manusia, benda, alam semesta (kosmologi), metafisika.
Secara ontologis, penyelidikan Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila yang terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri-sendiri, malainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologis. Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis, atau monodualis, karena itu juga disebut sebagai dasar antropologis.Subyek pendukung pokok dari sila-sila Pancasila adalah manusia.Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa yang Berketuhan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia.Sedangkan manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani.Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa.Maka secara hirarkis sila pertama mendasari dan menjiwai sila-sila Pancasila lainnya.
Hubungan kesesuaian antara negara dan landasan sila-sila Pancasila adalah berupa hubungan sebab-akibat:
a.      Negara sebagai pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia, satu,  rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan.
b.      Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil adalah sebagai sebab, dan negara adalah sebagai akibat.

2)                Landasan epistemologis
Pancasila dapat ditelusuri dari terbentuknya pengetahuan sistematis tentang Pancasila yang dimulai dari adanya perenungan mendalam para pendiri negara tentang dasar filsafat negara. Terbentuknya pengetahuan Pancasila dengan menggunakan berbagai macam metode ilmiah yang selanjutnya akan diuraikan pada bab tersendiri.
Epistemologi adalah cabang filsafat  yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan, batas dan validitas ilmu pengetahuan.Epistemologi adalah ilmu tentang ilmu atau teori terjadinya ilmu atau science of science.Menurut Titus (1984:20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi, yaitu:
a.      Tentang sumber pengetahuan manusia;
b.      Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia;
c.      Tentang watak pengetahuan manusia.

3)                 Landasan aksiologis
Landasan aksiologis Pancasila adalah seperangkat nilai sumber dan tujuan, cita-cita yang terkandung dalam Pancasila sebagai hasil berpikir ilmiah.Artinya, Pancasila mengandung nilai-nilai ideal yang diharapkan dapat terwujud dalam kenyataan, dan memang selayaknya untuk dicapai oleh manusia demi kebaikan dan harkat martabat manusia itu sendiri.Dengan demikian Pancasila bukan merupakan utopia (nilai yang terlalu muluk) belaka.Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan.Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila.Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios yang artinya nilai, manfaat, dan logos yang artinya pikiran, ilmu atau teori.
Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik.Bidang yang diselidiki adalah hakikat nilai, kriteria nilai, dan kedudukan metafisika suatu nilai. Nilai (value dalam Inggris) berasal dari kata Latin  valereyang artinya kuat, baik, berharga. Dalam kajian filsafat merujuk pada sesuatu yang sifatnya abstrak yang dapat diartikan sebagai “keberhargaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness). Nilai itu sesuatu yang berguna. Nilai juga mengandung harapan akan sesuatu yang diinginkan.Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subscriber of value Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial. Pengakuan, penerimaan dan pernghargaan atas nilai-nilai Pancasila itu nampak dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia sehingga mencerminkan sifat khas sebagai Manusia Indonesia
Materi pokok pendidikan Pancasila pada era Orde Baru ditekankan pada Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang diwarnai dengan model pendidikan indoktrinatif. Komunikasi yang dibangun dalam pembelajaran adalah monolog atau searah. Pemerintah merupakan satu-satunya sumber pengetahuan atau pemerintahlah yang memiliki monopoli pengetahuan. Dosen dianggap sebagai corong kebijakan pemerintah, sehingga materi-materi yang diberikan kepada mahasiswa sudah ditentukan dari atas. Proses pembelajaran menutup peluang terhadap wacana yang berbeda. Hal tersebut di atas berubah pada era reformasi yang ditandai adanya kebebasan, keterbukaan, dan demokratisasi dalam segala bidang termasuk dalam bidang pendidikan. Implikasi nyata yaitu dicabutnya Tap. No. II/MPR/ 1978 tentang P4 pada Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat 1998. Kebijakan ini membawa dampak terhadap materi, pendekatan dan metode pembelajaran Pendidikan Pancasila.
Pendidikan merupakan upaya memberdayakan peserta didik untuk berkembang menjadi manusia Indonesia seutuhnya, yaitu yang menjunjung tinggi dan memegang dengan teguh norma dan nilai :
1.      Norma agama dan kemanusiaan untuk menjalani kehidupan sehari-hari, baik sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, makhluk individu, maupun makhluk sosial; (sila pertama dan kedua).
2.      Norma persatuan bangsa untuk membentuk karakter bangsa dalam rangka memelihara keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia; (sila ketiga).
3.      Norma kerakyatan dan demokrasi untuk membentuk manusia yang memahami dan menerapkan prinsip-prinsip kerakyatan dan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (sila keempat).
4.      Nilai-nilai keadilan sosial (sila kelima) untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang merata dan bermutu bagi seluruh bangsa serta menjamin penghapusan segala bentuk diskriminasi dan gender serta terlaksananya pendidikan untuk semua dalam rangka mewujudkan  masyarakat berkeadilan sosial.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Departemen Pendidikan Nasional sebagai lembaga yang memiliki kewenangan mengatur pendidikan tinggi melakukan reformasi pembelajaran Pendidikan Pancasila yang sesuai dengan alam reformasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. Salah satu wujud reformasi Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi adalah disusunnya materi pembelajaran yang tidak lagi berasal dari pemerintah tetapi oleh komunitas akademik yang memiliki kewenangan ilmiah sesuai dengan bidang keahliannya. Pendekatan yuridis terhadap Pancasila ditujukan untuk mengkaji Pancasila sebagai dasar negara yang menjadi sumber tertib hukum Indonesia. Pendekatan filosofis ditujukan untuk menggali makna terdalam (hakikat) Pancasila.







BAB III
KAJIAN ILMIAH PANCASILA


A.    Pengetahuan dan Filsafat

a.      Pancasila Secara Ilmiah
 Pengetahuan ilmiah dapat disebut juga dengan istilah ilmu. Ilmu menurut The Liang Gie (1998:15) merupakan serangkaian kegiatan manusia dengan pemikiran dan menggunakan berbagai tata cara sehingga menghasilkan sekumpulan pengetahuan yang teratur mengenai gejala-gejala alami, kemasyarakatan, perorangan dan tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pengalaman dan memberikan penjelasan atau melakukan penerapan. Pengertian ilmu dapat dijelaskan dengan tiga segi yakni kegiatan, tata cara dan pengatahuan yang teratur sebagai hasil kegiatan. Pancasila termasuk Filsafat Pancasila sebagai suatu kajian ilmiah harus memenuhi syarat-syarat ilmiah, menurut Ir. Poedjowijatno dalam bukunya “Tahu dan Pengetahuan” mencatumkan syarat-syarat ilmiah sebagai berikut :
- berobjek
- bermetode
- bersistem
- bersifat universal.

1. Berobjek Dalam filsafat
Ilmu pengetahuan dibedakan antara obyek formal dan objek material. Objek Formal Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu dalam pembahasan Pancasila. Pancasila dapat dilihat dari berbagai sudut pandang misalnya : Moral (moral Pancasila), Ekonomi (ekonomi Pancasila), Pers (Pers Pancasila), Filsafat (filsafat Pancasila), dan sebagainya. Objek Material Pancasila adalah suatu obyek yang merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian Pancasila baik yang bersifat empiris (dapat dipegang) maupun non empiris (tidak dapat dipegang). Bangsa Indonesia sebagai kausa material (asal mula nilai-nilai Pancasila), maka objek material pembahasan Pancasila adalah bangsa Indonesia dengan segala aspek budaya dalam bermayarakat, berbangsa dan bernegara. Objek material empiris berupa lembaran sejarah, bukti-bukti sejarah, benda-benda sejarah dan budaya, Lembaran Negara, naskah-naskah kenegaraan, dan sebagainya. Objek material non empiris meliputi nilai-nilai budaya, nilai-nilai moral, nilai-nilai religius yang tercermin dalam kepribadian, sifat, karakter dan pola-pola budaya.

2. Bermetode
Bermetode atau mempunyai metode berarti memiliki seperangkat pendekatan sesuai dengan aturan-aturan yang logis. Metode merupakan cara bertindak menurut aturan tertentu. Metode adalah seperangkat cara/sistem pendekatan dalam rangka pembahasan Pancasila untuk mendapatkan suatu kebenaran yang bersifat objektif.Metode yang baik akan memudahkan seseorang mempelajari dan memahami ilmu pengetahuan tersebut. Metode keilmuan dapat debedakan menjadi metode keilmuan kuantitatif dan metode keilmuan kualitatif. Metode keilmuan kuantitatif adalah cara berpikir ilmiah dengan prosedur kuantitatif, yang berarti bahwa segala sesuatunya dikuantifikasikan, orentasinya didasarkan matematika-statistika sebenarnya yang merupakan salah satu sarana.Metode keilmuan kualitatif merupakan metode yang berbeda dengan metode kuantitatifsebab metode ini cara telaah untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah dan mengembang teori secara kualitatif, misalnya dengan intervensi, koprasi, hermeneutic dan sebagainya. Metode dalam pembahasan Pancasila sangat tergantung pada karakteristik objek formal dan material Pancasila. Salah satu metode adalah “analitico syntetic” yaitu suatu perpaduan metode analisis dan sintesa. Oleh karena objek Pancasila banyak berkaitan dengan hasil-hasil budaya dan objek sejarah maka sering digunakan metode“hermeneutika” yaitu suatu metode untuk menemukan makna dibalik obyek, demikian juga metode “koherensi historis” serta metode “pemahaman penafsiran” dan interpretasi. Metode-metode tersebut senantiasa didasarkan atas hukum-hukum logika dalam suatu penarikan kesimpulan.

3. Bersistem
Suatu pengetahuan ilmiah harus merupakan sesuatu yang bulat dan utuh.Bagian-bagiannya harus merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan tidak berkontradisi sehingga membentuk kesatuan keseluruhan. Bagian-bagian dari pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu kesatuan antara bagian-bagian saling berkaitan baik hubungan interelasi (saling berhubungan) maupun interdependensi (saling ketergantungan). Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus merupakan suatu kesatuan dan keutuhan (majemuk tunggal) yaitu ke lima sila baik rumusan, inti dan isi dari sila-sila Pancasila merupakan kesatuan dan kebulatan.

4. Universal
Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal atau dapat dikatakan bersifat objektif, dalam arti bahwa penelusuran kebenaran tidak didasarkan oleh alasan rasa senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, melainkan alasan karena yang dapat diterima oleh akal, dengan demikian kebenarannya relatif, tidak dapat dibatasi oleh waktu, ruang, keadaan, kondisi, maupun jumlah tertentu ( Sri Soeprapto, 1997:3). Nilai-nilai Pancasila bersifat universal atau dengan kata lain intisari, esensi atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila pada hakekatnya bersifat universal.


b.Tingkatan Pengetahuan Ilmiah
Sebelum kita memahami lebih jauh mengenai tingkat pengetahuan, terlebih dahulu kita akan mengemukakan pengertian pengetahuan.
Pengetahuan adalah suatu keadaan yang hadir dikarenakan persentuhan kita dengan suatu perkara. Keluasan dan kedalaman kehadiran kondisi-kondisi ini dalam pikiran dan jiwa kita sangat bergantung pada sejauh mana reaksi, pertemuan, persentuhan, dan hubungan kita dengan objek-objek eksternal sehingga makrifat dan pengetahuan ialah suatu keyakinan yang kita miliki yang hadir dalam syarat-syarat tertentu dan terwujud karena terbentuknya hubungan-hubungan khusus antara subjek (yang mengetahui) dan objek (yang diketahui) dimana hubungan ini sama sekali kita tidak ragukan.
 John Dewey menyamakan antara hakikat itu sendiri dan pengetahuan dan beranggapan bahwa pengetahuan itu merupakan hasil dan capaian dari suatu penelitian dan observasi. Menurutnya, pengetahuan seseorang terbentuk dari hubungan dan jalinan ia dengan realitas-realitas yang tetap dan yang senantiasa berubah. Selanjutnya, tingkat pengetahuan ilmiah dalam masalah ini bukan berarti tingkatan dalam hal kebenarannya namun lebih menekankan pada karakteristik pengetahuan masing-masing. Tingkatan pengetahuan ilmiah sangat ditentukan oleh macam pertanyaan ilmiah sebagai berikut :
- Deskriptif suatu pertanyaan “bagaimana”
- Kausal suatu pertanyaan “mengapa”
- Normatif suatu pertanyaan “ kemana”
- Esensial suatu pertanyaan “ apa “.

1. Pengetahuan Deskriptif                
Pengetahuan deskriptif yaitu suatu jenis pengetahuan yang memberikan suatu keterangan, penjelasan objektif. Kajian Pancasila secara deskriptif berkaitan dengan kajian sejarah perumusan Pancasila, nilai-nilai Pancasila serta kajian tentang kedudukan dan fungsinya.

2. Pengetahuan Kausal
Pengetahuan kausal adalah suatu pengetahuan yang memberikan jawaban tentang sebab akibat. Kajian Pancasila secara kausal berkaitan dengan kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila yang meliputi 4 kausa yaitu kausa materialis, kausa formalis, kausa efisien dan kausa finalis. Selain itu juga berkaitan dengan Pancasila sebagai sumber nilai, yaitu Pancasila sebagai sumber segala norma.

3. Pengetahuan Normatif
Pengetahuan normatif adalah pengetahuan yang berkaitan dengan suatu ukuran, parameter serta norma-norma. Dengan kajian normatif dapat dibedakan secara normatif pengamalan Pancasila yang seharusnya dilakukan (das sollen) dan kenyataan faktual (das sein) dari Pancasila yang bersifat dinamis.



4. Pengetahuan Esensial
 Pengetahuan esensial adalah tingkatan pengetahuan untuk menjawab suatu pertanyaan yang terdalam yaitu pertanyaan tentang hakekat sesuatu. Kajian
Pancasila secara esensial pada hakekatnya untuk mendapatkan suatu pengetahuan tentang intisari/makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila (hakekat Pancasila).




B.           Kebenaran Ilmiah  Pancasila

Pengetahuan manusia tidak akan pernah mencapai pengetahuan yang mutlak,termasuk pengetahuan Pancasila, karena keterbatasan daya pikir dan kemampuan manusia.Pengetahuan manusia bersifat evolutif, terus menerus berkembang dan dapat pula berkurang.Ada empat macam teori yang mendasari tentang suatu kebenaran pada pola pikir manusia yaitu :

 1.Teori Kebenaran Koherensi
Teori ini merupakan suatu usaha pengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesan yang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.
Teori ini dipandang sebagai teori ilmiah yaitu sebagai usaha yang sering dilakukan di dalam penelitian pendidikan khsusunya di dalam bidang pengukuran pendidikan.Teori koherensi ini tidaklah bertentangan dengan teori korespondensi. Kedua teori ini lebih bersifat melengkapi. Teori koherensi adalah pendalaman dan kelanjutan yang teliti dari teori korespondensi. Teori korespondensi merupakan pernyataan dari arti kebenaran. Teori koherensi (the coherence theory of trut) menganggap suatu pernyataan benar bila di dalamnya tidak ada perntentangan, bersifat koheren dan konsisten dengna pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar. Dengan demikian suatu pernyataan dianggap benar, jika pernyataan itu dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten dan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya. Rumusan kebenaran adalah turth is a sistematis coherence dan trut is consistency. Jika A = B dan B = C maka A = C
Logika matematik yang deduktif memakai teori kebenaran koherensi ini. Logika ini menjelaskan bahwa kesimpulan akan benar, jika premis-premis yang digunakan juga benar. Teori ini digunakan oleh aliran metafisikus rasional dan idealis. Teori ini sudah ada sejak Pra Socrates, kemudian dikembangan oleh Benedictus Spinoza dan George Hegel. Suatu teori dianggapbenar apabila telah dibuktikan (klasifikasi) benar dan tahan uji. Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru yagn benar atau dengan teori lama yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya
                                    
Contoh 1 :
Semua segitiga mempunyai sudut yang berjumlah 180°
Penggaris ini berbentuk segitiga
Jadi, jumlah sudut penggaris ini 180 °

Contoh 2:
Semua manusia membutuhkan air
Rudi adalah seorang manusia
Jadi, Rudi membutuhkan air

2.Teori Kebenaran Korespondensi
Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita oyek (informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan). Jika ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek, maka sesuatu itu benar.Teori korispodensi (corespondence theory of truth) menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut. Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaran dengan realitas yang serasi dengan sitasi aktual.
Dengan demikian ada lima unsur yang perlu yaitu :
1. Statemaent (pernyataan)
2. Persesuaian (agreemant)
3. Situasi (situation)
4. Kenyataan (realitas)
5. Putusan (judgements)

Kebenaran adalah fidelity to objektive reality (kesesuaian pikiran dengan kenyataan). Teori ini dianut oleh aliran realis. Pelopornya plato, aristotels dan moore dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas Aquinas di abad skolatik, serta oleh Berrand Russel pada abad moderen.Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespodensi ini. Teori kebenaran menuru corespondensi ini sudah ada di dalam masyarakat sehingga pendidikan moral bagi anak-anak ialah pemahaman atas pengertian-pengertian moral yang telah merupakan kebenaran itu. Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus diartikan sebagai dasar bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya.
Artinya anak harus mewujudkan di dalam kenyataan hidup, sesuai dengan nilai-nilai moral itu. Bahkan anak harus mampu mengerti hubungan antara peristiwa-peristiwa di dalam kenyataan dengan nilai-nilai moral itu dan menilai adakah kesesuaian atau tidak sehingga kebenaran berwujud sebagai nilai standard atau asas normatif bagi tingkah laku. Apa yang ada di dalam subyek (ide, kesan) termasuk tingkah laku harus dicocokkan dengan apa yang ada di luar subyek (realita, obyek, nilai-nilai) bila sesuai maka itu benar.
Contoh :
-         Semua besi bila dipanaskan akan memuai.
-         Jakarta adalah ibukota negara RI
-         Pancasila adalah dasar negara RI
-         Orang Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa
-         Sebagian besar mahasiswa FIP adalah perempuan

3.Teori Kebenaran Pragmatisme
Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.Dalam dunia pendidikan, suatu teori akan benar jika ia membuat segala sesutu menjadi lebih jelas dan mampu mengembalikan kontinuitas pengajaran, jika tidak, teori ini salah.
Jika teori itu praktis, mampu memecahkan problem secara tepat barulah teori itu benar. Yang dapat secara efektif memecahkan masalah itulah teori yang benar (kebenaran).
Teori pragmatisme (the pragmatic theory of truth) menganggap suatu pernyataan, teori atau dalil itu memliki kebanran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia.
Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenarannya dengan kegunaan (utility) dapat dikerjakan (workobility) dan akibat yagn memuaskan (satisfaktor consequence). Oleh karena itu tidak ada kebenaran yang mutak/ tetap, kebenarannya tergantung pada manfaat dan akibatnya.
Akibat/ hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis adalah :
1. Sesuai dengan keinginan dan tujuan
2. Sesuai dengan teruji dengan suatu eksperimen
3. Ikut membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis (ada)
                                                                       
Teori ini merupakan sumbangan paling nyata dari pada filsup Amerika tokohnya adalha Charles S. Pierce (1914-1939) dan diikuti oleh Wiliam James dan John Dewey (1852-1859).Wiliam James misalnya menekankan bahwa suatu ide itu benar terletak pada konsikuensi, pada hasil tindakan yang dilakukan. Bagi Dewey konsikasi tidaklah terletak di dalam ide itu sendiri, malainkan dalam hubungan ide dengan konsekuensinya setelah dilakukan. Teory Dewey bukanlah mengerti obyek secara langsung (teori korepondensi) atau cara tak langsung melalui kesan-kesan dari pada realita (teori konsistensi). Melainkan mengerti segala sesuai melalui praktek di dalam program solving.Menurut teori ini sesuatu pernyataan atau pemikiran dikatakan benar apabila dapat mendatangkan manfaat atau kegunaan pada banyak orang. Jadi, tidak cukup bila suatu pernyataan dilihat secara korespondensi atau koherensi. Hal yang lebih penting adalah apakah pernyataan itu dapat dilaksanakan, ditindaklanjuti dalam perbuatan yang bermanfaat. Apabila sesuatu itu bermanfaat bagi manusia berarti sesuatu itu benar. Apabila suatu ide yang brilian dapat dilaksanakan secara operasional barulah ide tersebut benar.
Contoh:        
Pernyataan “Semua besi bila dipanaskan akan memuai” mempunyai kebenaran pragmatis bagi tukang pandai besi atau pabrik untuk mengolah besi sehingga menjadi alat-alat yang bermanfaat bagi manusia.
Misalnya, ada peristiwa kebakaran. Pernyataan tentang apa sebab kebakaran tidak  bermanfaat, maka tidak benar. Hal yang benar adalah tindakan cepatuntuk memadamkan api seperti mencari ember dan air, menelepon pemadam kebakaran, dan lain – lain.

4.Teori Kebenaran Konsensus
Suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau perspektif tertentu dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung paradigma tersebut.Dengan kata lain suatu pernyataan dikatakan benar apabila dihasilkan dari suatu konsensus bersama (kesepakatan).
Untuk mencapai konsensus, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi.Menurut Jurgen Habermas, konsensus harus memenuhi syarat:
1.      Keterpahaman à hal yang dibicarakan dapat dipahami
2.      diskursus/wacana, à ada dialog antar ide
3.      ketulusan/kejujuran à semua kepentingan/interest dikemukakan sehingga ada keterbukaan
4.      Otoritasà orang yang terlibat dalam konsensus memang memiliki kewenangan untuk itu sehingga keputusannya dapat dipertanggungjawabkan.
Contoh :
-         Kesepakatan para bapak pendiri negara tentang dasar negara Pancasila
-         Konsensus anggota   MPR untuk mengubah/mengamandemen UUD 1945 sebagai salah satu wujud dari agenda reformasi hukum
-         Kesepakatan komunitas ilmiah (ilmuwan) dalam menetapkan paradigma dan metode ilmiah bidang ilmu masing-masing.


C.          Ciri  Berfikir Ilmiah Filsafati  Dalam Pembahasan Pancasila

Ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sehingga pengetahuan itu dapat dikatakan sebagai suatu ilmu. Pembahasan Pancasila sebagai suatu kajian ilmiah harus memenuhi syarat ilmiah. Menurut Poedjawijatna dalam bukunya ‘Tahu dan Pengetahuan’ syarat-syarat ilmiah adalah sebagai berikut:
1.Berobjek
Semua pengetahuan harus memiliki objek, yang terdiri atas objek formal dan material. Objek formal Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu dalam pembahasan Pancasila atau dengan kata lain dari sudut pandang apa Pancasila itu dibahas. Sudut pandang ilmiah dalam mengkaji Pancasila bersifat interdisipliner, artinya melibatkan berbagai sudut pandang yang relevan dan mendukung seperti sudut pandang historis (sejarah), yuridis (hukum), filosofis atau kultural (budaya), dan lain-lain.
Objek material Pancasila adalah suatu objek yang merupakan sasaran kaji atau bahasan Pancasila, baik yang bersifat empiris maupun non-empiris. Pancasila merupakan hasil budaya bangsa Indonesia. Dengan demikian, bangsa Indonesia dengan segala hasil budayanya dalam bermasyarakat dan bernegara adalah objek material dari Pancasila atau asal mula nilai-nilai Pancasila. Objek material yang bersifat non-empiris merupakan objek yang lebih bersifat abstrak, tidak dapat diindera secara langsung seperti nilai-nilai moral, religius yang tercermin di dalam kepribadian, sifat karakter dan pola budaya bangsa Indonesia.Objek material yang bersifat empiris adalah hasil-hasil kongkrit yang mencerminkan nilai-nilai moral, perilaku, karakter, pola budaya bangsa Indonesia sejak dahulu sampai sekarang. Contohnya peninggalan sejarah zaman kuno berupa prasasti, candi-candi, bangunan-bangunan, naskah-naskah kuno, peninggalan zaman menjelang dan sesudah kemerdekaan berupa naskah-naskah sidang, lembaran negara dan sebagainya yang menunjukkan adanya nilai-nilai Pancasila di dalamnya.

2.Bermetode
Dalam suatu ilmu harus ada metode yaitu seperangkat cara atau sistem pendekatandalam rangka pembahasan obyek materialnya untuk mendapatkan kebenaran yang obyektif.Ada beberapa metode yang digunakan dalam pembahasan Pancasila, antara lain: analitiko sintetik (perpaduan antara analisis dan sintesis), hermeneutika (metode untuk menemukan makna), dan koherensi historis.

3. Bersistem
Sebuah sistem mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a.  merupakan suatu kesatuan bagian-bagian
b. bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
c. bagian-bagian yang termuat dalam sistem saling berhubungan dan salingketergantungan
d. dalam suatu sistem termuat adanya maksud dan tujuan tertentu (bersama)
e. bagian-bagian sistem itu tergantung dalam suatu lingkungan yang kompleks.

Pengkajian Pancasila secara ilmiah harus merupakan satu kesatuan yang utuh. Terlebih lagi pancasila sebagai rumusan bangsa Indonesia memang sudah tersusun secara utuh, satu kesatuan majemuk tunggal, yaitu kelima sila baik rumusannya, inti sila-sila Pancasila merupakan satu kebulatan dan kesatuan. Pancasila sebagai objek pemahaman ilmiah bersifat koheren tanpa ada pertentangan satu sama lain sehingga makna di dalamnya menunjukkan adanya suatu kesatuan system .

5.Bersifat Universal     
Kebenaran pengetahuan ilmiah harus bersifat umum atau universal,artinya kebenaranya tidak terbatas oleh waktu, ruang, keadaan situasi, kondisi maupun jumlah tertentu.Dalam kaitannya dengan Pancasila dapat diketahui bahwa hakikat ontologis sila-sila Pancasila adalah besifat universal atau dengan kata lain esensi sila-sila Pancasila itu tidak terbatas oleh ruang dan waktu dapat diterapkan di mana saja.





BAB IV
BENTUK DAN SUSUNAN PANCASILA


A.   Bentuk Pancasila

Pancasila yang sila-silanya merupakan satu kesatuan keseluruhan, menurut Notonagoro susunannya adalah hierarkis dan mempunyai bentuk-piramidal. Dalam buku "Pancasila secara Ilmiah Populer", beliau juga menegaskan, yang dimaksud bentuk piramid dari kesatuan Pancasila ialah, bahwa sila yang pertama dan seterusnya tiap-tiap sila bagi sila berikutnya adalah menjadi dasar dan tiap-tiap sila berikutnya itu merupakan penjelmaan atau pengkhususan dari sila yang mendahuluinya, sehingga dengan demikian sila yang pertama merupakan dasar umum, dasar yang terbesar lingkungannya, dan sila ke-lima adalah yang paling khusus, jadi yang lingkungannya paling terbatas, sehingga sila-sila Pancasila itu dapat digambarkan sebagai kesatuan yang berbentuk sebagai suatu bangunan bertingkat, yang tingkatannya makin meninggi semakin menjadi kurang luas.
Dalam hierarkis piramidal itu basisnya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, sedang puncak piramidnya Keadilan sosial, yang sesuai dengan rumusan sila kelima "untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia", merupakan tujuan dari keempat sila yang lainnya. Selanjutnya Notonagoro menjelaskan bahwa hal ini hanya suatu gambaran dari suatu bentuk secara matematis, sehingga sebenarnya dapat saja orang membuat gambaran secara lain dari kesatuan Pancasila dalam hal bentuknya. Secara singkat uraian Notonagoro di atas dapat dinyatakan bahwa bentuk susunan hierarkis-piramidal Pancasila ialah: Kesatuan bertingkat yang tiap sila di muka sila lainnya merupakan basis atau pokok pangkalnya, dan tiap sila merupakan pengkhususan dari sila di mukanya. Bentuk susunan hierarkis-piramidal Pancasila, dapat digambarkan dalam bentuk diagram yang disebut dengan diagram hierarkis-piramidal Pancasila.
Dengan adanya bentuk diagram ini, terlebih dahulu dapat diuraikan sebagai pengantar bahwa Tuhan Pencipta segala makhluk, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Esa, asal segala sesuatu dan sekaligus sebagai dasar semua hal yang ada dan yang mungkin ada. Oleh karena itu Tuhan sebagai dasar dari penciptaannya, yang di dalam diagram digambarkan sebagai dasar terbentuknya diagram itu, dan salah satu ciptaan Tuhan adalah manusia. Diagram hierarkis-piramidal Pancasila menunjukkan sekelompok himpunan manusia yang mempunyai sifat-sifat tertentu. Adapun himpunan yang merupakan dasar adalah adanya sekelompok manusia yang dalam kehidupannya selalu mengakui dan meyakini adanya Tuhan baik dengan pernyataan maupun perbuatannya.Selanjutnya sebagai pengkhususan diikuti suatu himpunan manusia yang saling menghargai dan mencintai sesama manusia, memberikan dan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya.Dalam kehidupan manusia, secara kodrati terbentuk adanya suatu kelompok-kelompok atau perserikatan-perserikatan persatuan sebagai penjelmaan makhluk sosial.Dan salah satu perserikatan adalah Persatuan Indonesia. Di dalam persatuan itu membutuhkan pimpinan serta kekuasaan untuk mengatur kehidupan sehari-hari sebagai warga persatuan, dan karena persatuan dibentuk dari warga rakyat, maka pimpinan harus di tangan rakyat secara kekeluargaan, yang disebut dengan istilah kerakyatan, sering juga disebut dengan kedaulatan rakyat, dalam arti rakyatlah yang berkuasa, rakyat yang berdaulat. Hal yang dimaksud dengan pancasila bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal adalah dalam pancasila ini berarti memiliki hubungan antara kelompok sila yang ada dalam pancasila dan bersifat erat.Hirarkis sendiri memiliki arti yaitu pengelompokan / penggolongan.
Pancasila yang terdiri dari 5 sila itu saling berkaitan yang tak dapat dipisahkan:
• Sila pertama
menjelaskan bahwa pada sila pertama itu meliputi dan menjamin isi sila 2, 3, 4, dan 5, artinya dalam segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus dijiwai nilai-nilai ketuhanan Yang Maha Esa.
• Sila kedua
tertulis kemanusiaan yang adil dan beradab yang diliputi sila ke-1 dan isinya meliputi sila 3, 4, dan 5, dalam sila ini terkandung makna bahwa sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk tuhan yang beradab, maka segala hal yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara harus mencerminkan bahwa negara ini mempunyai peraturan yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
• Sila ketiga
tertulis persatuan Indonesia yang diliputi dan dijiwai sila 1, 2 yang meliputi dan menjiwai isi dari sila 4, dan 5, sila ini mempunyai makna manusia sebagai makhluk sosial wajib mengutamakan persatuan negara Indonesia yang disetiap daerah memiliki kebudayaan-kebudayaan maupun beragama yang berbeda.
• Sila keempat                                                                             
diliputi dan dijiwai sila 1, 2, 3 yang meliputi dan menjiwai isi dari sila kelima. Sila ini menjelaskan bahwa negara Indonesia ini ada karena rakyat maka dari itu rakyat berhak mengatur kemana jalannya negara ini.
• Sila kelima
yang bertuliskan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu diliputi dan dijiwai oleh isi dari sila 1, 2, 3, dan 4. Sila ini mengandung makna yang harus mengutamakan keadilan bersosialisasi bagi rakyat Indonesia ini sendiri tanpa memandang perbedaan-perbedaan yang ada.
 KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN / PERWAKILAN
 
KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
 

                        KETUHANAN YANG MAHA ESA



B.    Susunan Pancasila

Pancasila terdiri atas 5 sila.Setiap sila merupakan asas dengan fungsinya masing-masing.Namun secara keseluruhan pancasila merupakan sesuatu yang universal. Sila-sila pancasila merupakan satu kesatuan dan keutuhan, yang konsekuensinya tidak dapat berdiri sendiri, terlepas dari sila-sila yang lain. Kesatuan ini dapat dijelaskan dengan istilah sebagai berikut:

1.      Majemuk tunggal
Majemuk tunggal artinya terdiri dari 5 sila, namun merupakan kesatuan yang bulat dan utuh. Setiap sila tidak dapat dipisahkan dengan yang lain agar maknanya tidak berubah. Satu kesatuan organis maksudnya masing-masing sila mempunyai kedudukan yang mutlak, sila yang satu menentukan keberadaan sila yang lainnya.Setiap sila saling mengkualifikasi, yaitu dalam perwujudan konkritnya antara nilai satu sila, nilai sila lainnya saling menyempurnakan. Sila yang satu mensyaratkan pengertian empat sila yang lain dalam pengamalannya.

2.      Kesatuan majemuk tunggal bersifat organis
Masing-masing sila tidak terpisahkan satu sama lain dalam hal kesatuannya
Masing-masing sila mempunyai kedudukan dan fungsi sendiri-sendiri
Masing-masing sila berbeda namun tidak bertentangan
Masing-masing sila atau bagian saling melengkapi
Masing-masing sila atau bagian tidak boleh dilepas-pisahkan satu sama lain

3.      Kesatuan sila-sila pancasila yang saling mengisi dan mengkualifikasi
Sila-sila pancasila sebagai satu kesatuan dapat dirumuskan pula dalam hubungannya saling mengisi atau mengkualifikasi dalam rangka hubungan hierarkis pyramidal tadi.Tiap-tiap sila seperti yang disebutkan di atas mengandung empat silalainnya.Untuk kelengkapan hubungan kesatuan keseluruhan dari sila-sila pancasila dipersatukan dengan rumus hierarkis tersebut diatas.
Kesatuan organis dari kemajemukan akan menghidupkan  kedudukan dan fungsi-fungsi sila dalam satu kesatuan yang utuh. Masing-Masing Sila Mengandung 4 sila lainnya Dikualifikasi oleh 4 sila lainnya:

Sila 1 juga mengandung sila 2,3,4,5
Sila 2 juga mengandung sila 1,3,4,5
Sila 3 juga mengandung sila 1,2,4,5
Sila 4 juga mengandung sila 1,2,3,5
Sila 5 juga mengandung sila 1,2,3,4
BAB V
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA
                                                                                  

A.    Hubungan Filsafat dan Ideologi

           a. Pengertian filsafat
Secara etimologi berasal dari bahasa Yunani philosophia ( dari phelien berarti mencintai, atau philia berarti cinta, dan sophia berarti kearifan, kebenaran ) yang melahirkan kata Inggris“philosophy”, yang biasanya diartikan dengan “ cinta kearifan”. Pada awalnya sophia tidak hanya berarti kearifan, tetapi berarti pula kerajinan sampai kebenaran utama, pengetahuan yang luas, dan bahkan kecerdikan dalam memutuskan hal-hal yang praktis. Jadi filsafat asal mulanya merupakan kata yang sangat umum untuk mencari keutamaan mental.
Pengertian filsafat secara konsepsional adalah definisi filsafat sebagai mana dikemukakan oleh para filsuf. The Liang Gie (1979:6-15) mengtakan terdapat sekurangnya 30 macam definisi tentang filsafat . Beberapa contoh pengertian filsafat dapat disebutkan dibawah ini :

1.        Konsepsi Aristoteles dapat dilacak dalam bukunya Metaphysics. Filsafat diartikan sebagai ilmu yang menyelidiki tentang hal ada sebagai hal ada yang berbeda dengan bagian-bagiannya yang satu atau yang lainnya.
2.        Konsepsi Cicero menyebut filsafat sebagai “ ibu dari semua seni”. Ia juga mendefinisikan flsafat sebagai art vitae( seni kehidupan). Konsepsi filsafat ini menguasai pemikiran orang-orang terpelajar selama zaman Renaissance.

Fisafat sebagai hasil berpikir dapat dipakai acuan, orientasi, atau dasar dalam kehidupan pribadi ataupun kelompok karena ia meyakini kebenatan yang terkandung didalam pemikiran filsafat tersebut. Filsafat yang demikian ini secara umum diartikan sebagai ideologi.

b.Pengertian Ideologi
Dalam ensiklopedi Politik dan Pembangunan (1988) dijelaskan bahwa istilah ideologi berasal dari kata Yunani idein yang artinya melihat dan logia yang berarti kata, ajaran. Istilah ideology pertama kali diperkanalkan oleh A. Destult de Tracy untuk menyebutkan suatu cabang filsafat, yaitu science desidees, sebagai ilmu yang mendasari ilmu-ilmu lain, misalnya pedagogi, etikadan politik. Pemgertian ideology pada awalnya berarti ilmu tentang terjadinya cita-cita, gagasan atau buah pikiran.
Menurut Marxisme, ideology diartikan sebagai pandangan hidup yang dikembangkan berdasarkan kepentingan golongan atau kelas sosial tertentu dalm bidang politik atau sosial.
Ideologu secara praktis diartikan sebagai sistem dasar seseorang tentang nilai-nilai dan tujuan-tujuan serta sarana-sarana pokok untuk mencapainya. Ideologi merupakan suatu “ belief system “ dan Karena itu berbeda dengan ilmu, filsafat maupun theologi yang secara formal merupakan suatu “ knowledge system “ yang bersifat reflektif, sistematis dan kritis (Pramarka, 1985). Oleh karena itu terdapat beberapa pengertian mengenai ideologi , maka pemahaman makna ideology hendaknya selalu dikaitkan dalam pembicaraan tertentu sehingga pemahaman yang salah dapat dihindari.

4.      Pancasila Sebagai Filsafat
Filsafat sebagai metode menunjukan cara berpikir dan cara mengadakan analisis yang dapat dipertanggungjawabkan untuk dapat menjabarkan Ideologi pancasila. Sedangkan Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai dan pemikiran yang dapat menjadi subtansi dan isi pembentukan ideologi pancasila.

1.      Aspek Ontologi
Ontologi menurut Runes adalah teori tentang adanya keberadaan atau eksistensi.Sedangkan menurut Aristoteles, sebagai filsafat pertama, ontologi adalah ilmu yang menyelidiki hakikat sesuatu dan disamakan artinya metafisika.Jadi, ontologi adalah bidang yang menyelidiki makna yang ada (eksistensi dan keberadaannya), sumber ada, jenis ada dan hakikat ada, termasuk ada alam, manusia, metafisika, dan kesemestaan dan kosmologi.
2.      Aspek Epistemologi
Epistemologi menurut Runes adalah bidang atau cabang filsafat yangmenyelidik asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmupengetahuan.Kajianepistimologi filsafat pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat pancasila sebagai suatu sistem pengetahuannya.Epistimologi Pancasila sebagai suatu obyek kajian pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan Pancasila dan susunan pengetahuan pancasila.
                                                                                               
3.      Aspek Aksiologi
Aksiologi menurut Runes Berasal dari istilah Yunani, aksios yang berarti nilai, manfaat, pikiran atau ilmu/ teori.Dalam pengertian yang modern disamakan dengan teori nilai yakni sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik, bidang yang menyelidiki hakikat nilai, kriteria, dan kedudukan metafisika suatu nilai.Kajian aksiologi filsafat Pancasila pada hakikatnya membahas tentang nilai praksis atau manfaat suatu pengetahuan tentang pancasila.

5.      Karakteristik Filsafat Pancasila
Apabila memahami nilai-nilai dan sila-sila pancasila akan terkandung beberapa hubungan manusia yang melahirkan keseimbangan antara hak dan kewajiban antara hubungan tersebut, yaitu :
                                                                                                  
1.   Hubungan Vertikal
Hubungan vertical adalah hubungan manusia dengan Tuhan YME sebagai penjelmaan dari nilai-nilai ketuhanan YME.

2.      Hubungan Horizontal
Hubungan Horizontal adalah hubungan manusia dengan sesamanya baik dalam fungsinya sebagai warga masyarakat, warga bangsa, dan warga negara.

3.      Hubungan Alamiah
Hubungan alamiah adalah hubungan manusia dengan alam sekitar yang meliputi hewan,tumbuh-tumbuhan dan alam dengan segala kekayaanya.  Pancasila adalah pandanganhidup atau ideologi yang mengatur hunungan manusia dengan tuhan, antar manusiadengan masyarakat atau bangsanya, dan manusia   dengan lingkungannya. Alasanprinsipil pancasila sebagai pandangan hidup dengan fungsinya tersebut diatas adalahsebagai berikut :
a.    Mengakui adanya kekuatan gaib yang ada diluar diri manusia menjadi pencipta serta penguasa alam semesta.
b.   Keseimbangan dalam hubungan, keserasian-keserasian dan untuk menciptakannya perlu pengendalian
c.    Dalam mengatur hubungan, peranan dan kedudukan bangsa sangat penting .persatuan dan kesatuan sebagai bangsa merupakan nilai sentral.
d.   Kekeluargaan, gotong royong, kebersamaan, serta musyawarah untuk mufakat dijadikan sendi kehidupan bersama.
e.    Kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bersama.




6.      Pancasila Sebagai Ideologi Nasional
Secara umum ideologi adalah suatu kumpulan atau gagasan, ide, keyakinan serta kepercayaan yang bersifat sistematis yang mengarahkan tingkah laku seseorang dalam berbagai bidang kehidupan, seperti :
- Bidang politik, termasuk bidang hukum, pertahanan dan keamanan
- Bidang sosial
- Bidang keamanan
- Bidang keagamaan

Fungsi Ideologi
1.  Struktur koqnitif,ialah keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian dalam alam sekitarnya.
2.  Orientasi dasar Negara dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia.
3.   Norma- norma yang menjadi pedemon dan pegangan bagi seorang untuk melangkah dan bertindak.
4.   Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan indentiknya
5.   Kekuatan yang menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuh.
6.  Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami menghayati serta memolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma – norma yang terkandung dalamnya.

Makna Ideologi Bagi Negara
1.   Ideologi negara dalam arti adalah cita -cita negara
2.   Mempunyai derajat yang tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan.
3.   Mewujudkan suatu akses kerohanian pandangan dunia, padangan hidup yang harus
dipelihara, dikembangkan, diamalkan,dilestarikan kepada generasi penerus bangsa.
4.   Diperjuangkan dan dipertahankan.
Ideologi pancasila yang merupakan  dasar Negara itu berfungsi baik dalam menggambarkan tujuan Negara.Hakikat ideology adalah hasil refleksi manusia berkat kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya.
Ideologi di samakan dengan filsafat ideologi mengandung nilai dan pengetahuanFilsofis. Tetapi berlaku sebagai keyakinan yang normatif, sebaliknya filsafat adalah rangkaian pengetahuan ilmiah yang disusun secara sistematis tenteng kenyataan – kenyataan hidup dalam bermasyarakat dan bernegara .


B.     Perbandingan Ideologi Komunisme, Liberalisme, dan Pancasila

1.Ideologi Komunisme
Komunisme adalah salah satu ideologi di dunia.Komunisme sebagai anti kapitalisme menggunakan sistem sosialisme sebagai alat kekuasaan sebagai Prinsip semua adalah milik rakyat dan dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat secara merata.Komunisme pada awal kelahiran adalah sebuah koreksi terhadap faham kapitalisme di awal abad ke-19an, dalam suasana yang menganggap bahwa kaum buruh dan pekerja tani hanyalah bagian dari produksi dan yang lebih mementingkan kesejahteraan ekonomi. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya, muncul beberapa faksi internal dalam komunisme antara penganut komunis teori dengan komunis revolusioner yang masing-masing mempunyai teori dan cara perjuangannya yang saling berbeda dalam pencapaian masyarakat sosialis untuk menuju dengan apa yang disebutnya sebagai masyarakat utopia.Secara umum komunisme berlandasan pada teori Dialektika materi oleh karenanya tidak bersandarkan pada kepercayaan agama dengan demikian pemberian doktrin pada rakyatnya, dengan prinsip bahwa “agama dianggap candu” yang membuat orang berangan-angan yang membatasi rakyatnya dari pemikiran ideologi lain karena dianggap tidak rasional serta keluar dari hal yang nyata (kebenaran materi).
Komunisme merupakan ideologi yang menghendaki penghapusan pranata kaum kapitalis serta berkeinginan membentuk masryarakat kolektif agar tanah dan modal (faktor produksi) dimiliki secara sosial dan pertentangan kelas serta sifat kekuatan menindas dari negara tidak berlangsung lagi. Dalam setiap upaya-upaya untuk menanamkan ideologinya itu, Paham komunis berusaha mengambil jalan pintas yakni dengan jalan revolusi dengan metode kekerasan. Hal inilah yang menyebabkan antipati masyarakat dunia terhadap paham ini. Kalau kita membuka lembaran sejarah berikutnya, Afganistan yang pernah berada di bawah jajahan Unisoviet mengalami tragedi kemanusiaan yang panjang akibat cara-cara kekerasan yang dilakukan Penganut paham komunis tersebut.
Ciri - ciri ideologi komunis:
a. Penganut-penganut komunis mempercayai bahawa sistem kapitalis (pasaran bebas) adalah buruk. Mengikut mereka, golongan pekerja dalam sistem kapitalis amat menderita.
b. Komunis mempercayai bahawa golongan pekerja harus bersatu dalam kesatuan-kesatuan sekerja dan lain-lain pertubuhan. Kemudian, mereka harus mengadakan revolusi untuk menjatuhkan kapitalis.
c.Komunis percaya bahawa masyarakat baru komunis akan menjadi masyarakat yang tidak berkelas. Tidak akan terdapat lagi golongan penindas dan golongan yang ditindas. Semua orang memiliki kekayaan yang sama (tidak akan wujud golongan kaya/elit).
d.Komunis percaya bahawa dalam sebuah negara komunis, semua harta adalah hak milik negara. Orang perseorangan tidak boleh memiliki tanah atau perniagaan. Pemilikan harta persendirian adalah merupakan ciri-ciri kapitalis yang perlu dielakkan. Semua harta mesti dimiliki dan diuruskan oleh kerajaan. Harta-harta kapitalis akan dirampas.
e. Komunis anti agama dan tidak mempercayai kewujudan Tuhan. Mereka menganggap bahawa agama adalah candu masyarakat.
                                                                                               
2.Ideologi Liberalisme
Liberalisme adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama. Liberalisme tumbuh dari konteks masyarakat Eropa pada abad pertengahan. Ketika itu masyarakat ditandai dengan dua karakteristik berikut. Anggota masyarakat terikat satu sama lain dalam suatu sistem dominasi kompleks dan kukuh, dan pola hubungan dalam system ini bersifat statis dan sukar berubah.
Suatu ideologi dapat digolongkan doktriner apabila ajaran-ajaran yang terkandung dalam ideologi itu dirumuskan secara sistematis dan terinci dengan jelas, diindoktrinasikan kepada warga masyarakat, dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau aparat pemerintah. Biasanya sistem nilai atau ideologi yang diperkenankan hidup dalam masyarakat seperti ini hanyalah ideologi yang doktriner tersebut. Akan tetapi, apabila ajaran-ajaran yang terkandung dalam ideologi tersebut tidak dirumuskan secara sistematis dan terinci, melainkan dirumuskan secara umum (prinsip-prinsipnya saja) maka ideologi tersebut digolongkan sebagai ideologi pragmatis. Dalam hal ini, ideologi itu tidak diindoktrinasikan, tetapi disosialisasikan secara fungsional melalui kehidupan keluarga, sistem pendidikan, sistem ekonomi, kehidupan agama dan sistem politik. Atas dasar itu, pelaksanaannya tidak diawasi oleh aparat partai atau pemerintah, melainkan dengan pengaturan kelembagaan. Maksudnya, siapa saja yang tidak menyesuaikan diri dengan nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi tidak akan hidup secara wajar. Liberalisme merupakan salah satu contoh ideologi pragmatis. Biasanya tidak satu ideologi saja yang diperkenankan berkembang dalam masyarakat ini, tetapi ada satu yang dominan.
Liberalisme sebagai suatu ideologi pragmatis muncul pada abad pertengahan di kalangan masyarakat Eropa. Masyarakat Eropa pada saat itu secara garis besar terbagi atas dua, yakni kaum aristokrat dan para petani. Kaum aristokrat diperkenankan untuk memiliki tanah, golongan feodal ini pula yang menguasai proses politik dan ekonomi, sedangkan para petani berkedudukan sebagai penggarap tanah yang dimiliki oleh patronnya, yang harus membayar pajak dan menyumbangkan tenaga bagi sang patron. Bahkan di beberapa tempat di Eropa, para petani tidak diperkenankan pindah ke tempat lain yang dikehendaki tanpa persetujuan sang patron (bangsawan). Akibatnya, mereka tidak lebih sebagai milik pribadi sang patron. Sebaliknya, kesejahteraan para penggarap itu seharusnya ditanggung oleh sang patron. Industri dikelola dalam bentuk gilde-gilde yang mengatur secara ketat, bagaimana suatu barang diproduksi, berapa jumlah dan distribusinya. Kegiatan itu dimonopoli oleh kaum aristokrat. Maksudnya, pemilikan tanah oleh kaum bangsawan, hak-hak istimewa gereja, peranan politik raja dan kaum bangsawan, dan kekuasaan gilde-gilde dalam ekonomi merupakan bentuk-bentuk dominasi yang melembaga atas individu. Dalam konteks perkembangan masyarakat itu muncul industri dan perdagangan dalam skala besar, setelah ditemukan beberapa teknologi baru. Untuk mengelola industri dan perdagangan dalam skala besar-besaran ini jelas diperlukan buruh yang bebas dan dalam jumlah yang banyak, ruang gerak yang leluasa, mobilitas yang tinggi dan kebebasan berkreasi. Kebutuhan-kebutuhan baru itu terbentur pada aturan-aturan yang diberlakukan secara melembaga oleh golongan feodal. Yang membantu golongan ekonomi baru terlepas dari kesukaran itu ialah munculnya paham liberal.
Liberalisme tidak diciptakan oleh golongan pedagang dan industri, melainkan diciptakan oleh golongan intelektual yang digerakkan oleh keresahan ilmiah dan artistik umum pada zaman itu. Keresahan intelektual tersebut disambut oleh golongan pedagang dan industri, bahkan hal itu digunakan untuk membenarkan tuntutan politik yang membatasi kekuasaan bangsawan, gereja dan gilde-gilde. Mereka tidak bertujuan semata-mata untuk dapat menjalankan kegiatan ekonomi secara bebas, tetapi juga mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Masyarakat yang terbaik (rezim terbaik), menurut paham liberal adalah yang memungkinkan individu mengembangkan kemampuan-kemampuan individu sepenuhnya. Dalam masyarakat yang baik, semua individu harus dapat mengembangkan pikiran dan bakat-bakatnya. Hal ini mengharuskan para individu untuk bertanggung jawab pada segala tindakannya baik itu merupakan sesuatu untuknya atau seseorang. Seseorang yang bertindak atas tanggung jawab sendiri dapat mengembangkan kemampuan bertindak. Menurut asumsi liberalisme inilah, John Stuart Mill mengajukan argumen yang lebih mendukung pemerintahan berdasarkan demokrasi liberal. Dia mengemukakan tujuan utama politik ialah mendorong setiap anggota masyarakat untuk bertanggung jawab dan menjadi dewasa. Hal ini hanya dapat terjadi manakalah mereka ikut serta dalam pembuatan keputusan yang menyangkut hidup mereka. Oleh karena itu, walaupun seorang raja yang bijaksana dan baik hati, mungkin dapat membuat putusan yang lebih baik atas nama rakyat dari pada rakyat itu sendiri, bagaimana pun juga demokrasi jauh lebih baik karena dalam demokrasi rakyat membuat sendiri keputusan bagi diri mereka, terlepas dari baik buruknya keputusan tersebut.
ciri-ciri ideologi liberal sebagai berikut :
-         Pertama, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik.
-         Kedua, anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara, kebebasan beragama dan kebebasan pers.
-         Ketiga, pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat belajar membuat keputusan untuk diri sendiri.
-         Keempat, kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh karena itu, pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah. Pendek kata, kekuasaan dicurigai sebagai hal yang cenderung disalahgunakan, dan karena itu, sejauh mungkin dibatasi.
-         Kelima, suatu masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau sebagian besar individu berbahagia. Walau masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagian sebagian besar individu belum tentu maksimal. Dengan demikian, kebaikan suatu masyarakat atau rezim diukur dari seberapa tinggi indivivu berhasil mengembangkan kemampuan-kemampuan dan bakat-bakatnya. Ideologi liberalisme ini dianut di Inggris dan koloni-koloninya termasuk Amerika Serikat.
Pemikiran liberal (liberalisme) berkembang sejak masa Reformasi Gereja dan Renaissans yang menandai berakhirnya Abad Pertengahan (abad V-XV). Disebut liberal, yang secara harfiah berarti bebas dari batasan (free from restraint), karena liberalisme menawarkan konsep kehidupan yang bebas dari pengawasan gereja dan raja. Ini berkebalikan total dengan kehidupan Barat Abad Pertengahan ketika gereja dan raja mendominasi seluruh segi kehidupan manusia.Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki adanya, pertukaran gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi (private enterprise) yang relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan yang transparan, dan menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu. Oleh karena itu paham liberalisme lebih lanjut menjadi dasar bagi tumbuhnya kapitalisme.
Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas. Bandingkan Oxford Manifesto dari Liberal International: “Hak-hak dan kondisi ini hanya dapat diperoleh melalui demokrasi yang sejati. Demokrasi sejati tidak terpisahkan dari kebebasan politik dan didasarkan pada persetujuan yang dilakukan dengan sadar, bebas, dan yang diketahui benar (enlightened) dari kelompok mayoritas, yang diungkapkan melalui surat suara yang bebas dan rahasia, dengan menghargai kebebasan dan pandangan-pandangan kaum minoritas.Masyarakat yang terbaik (rezim terbaik), menurut paham liberalisme adalah yang memungkinkan individu mengembangkan kemampuan-kemampuan individu sepenuhnya. Dalam masyarakat yang baik semua individu harus dapat mengembangkan pikiran dan bakat-bakatnya. Hal ini mengharuskan para individu untuk bertanggung jawab atas tindakannya, dan tidak menyuruh seseorang melakukan sesuatu untuknya atau seseorang untuk mengatakan apa yang harus dilakukan.

3.Ideologi Pancasila
Pancasila dianggap sebagai sebuah ideologi karena Pancasila memiliki nilai-nilai filsafat mendasar juga rasional. Pancasila telah teruji kokoh dan kuat sebagai sebuah landasan dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu juga, Pancasila merupakan wujud dari konsensus nasional, itu semua karena negara bangsa Indonesia ini adalah sebuah sketsa negara moderen yang telah disepakati oleh para pendiri negara Republik Indonesia kemudian nilai-nilai dari kandungan Pancasila itu sendiri dilestarikan dari generasi ke generasi.
Ideologi pancasila sendiri adalah suatu pemikiran yang beracuan Pancasila. Pancasila dijadikan ideologi dikerenakan, Pancasila memiliki nilai-nilai falsafah mendasar dan rasional.
ciri ciri ideologi pancasila
Ideology pancasila di anut oleh Negara Indonesia dan bila kita cermati ideology pancasila memiliki ciri-ciri :
A. Dalam bidang ekonomi menganut azaz kekeluargaan.
B. Dalam bidang sosial menganut azaz kegotongroyongan .
C. Dalam bidang politik menganut azaz musyawarah untuk mufakat .
D. Dalam bidang agama ,Indonesia adalah Negara yang religius artinya berketuhanan yang maha esa .

C.    Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka

            Ideologi dikatakan terbuka apabila memiliki unsur fleksibilitas, yaitu mencerminkan adanya kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, adanya penerimaan terhadap interprestasi baru yang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Ideologi ini dapat menerima pengaruh dari luar yang sesuai atau menguatkan nilai sehingga dapat berinteraksi dengan ideologi-ideologi lain di dunia. Gagasan mengenai pancasila sebagai ideologi terbuka mulai berkembang sejah 1985 tetapi semangatnya sudah tumbuh sejak pancasila ditetapkan sebagai dasar Negara. Indonesia menganut ideologi terbuka karena Indonesia menggunakan system pemerintahan demokratis yang didalamnya membebaskan setiap masyarakat untuk berpendapat dan melaksanakan sesuatu sesuai keinginan masing-masing.
            Pancasila sebagai ideologi terbuka berarti Pancasila mempunyai cita-cita dan nilai-nilai yang mendasar, bersifat tetap dan tidak berubah serta memiliki dimensi-dimensi idealistis, normatif dan tealistis:
1.      Dimensi idealistis
Memiliki nilai dasar yang bersumber pada masyarakat atau realita bangsa Indonesia seperti; keTuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
2.      Dimensi normatif
Memiliki nilai instrumental untuk melaksanakan nilai dasar seperti; UUD’45, Undang-Undang, Peraturan-Peraturan, Ketetapan MPR, DPR dll.
3.      Dimensi relialistis
Memiliki nilai praksis yang merupakan penjabaran nilai instrumental. Nilai praksis terkandung dalam kenyataan sehari-hari yaitu bagaimana cara kita melaksanakan nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari seperti toleransi, gotong-royong, musyawarah dll.

Ideologi terbuka adalah ideologi yang pemikirannya terbuka. Ciri-ciri ideologi ini antara lain:
1.     Merupakan kekayaan rohani, budaya, dan masyarakat.
2.     Tidak diciptakan oleh negara, tetapi digali dari budaya masyarakat.
3.     Isinya tidak instan atau operasional sehingga tiap generasi boleh menafsirkannya.
4.     Menginspirasi masyarakat untuk bertanggung jawab.

Perbedaan ideologi terbuka dan tertutup adalah ideologi terbuka bersifat inklusif, tidak totaliter, dan tidak dapat dipakai melegitimasi kekuasaan sekelompok orang, artinya bahwa sistem ini bersifat demokratis dan terbuka. Sedangkan ideologi tertutup bersifat otoriter (negara berlaku sebagai penguasa) dan totaliter.

Menurut Moerdion, faktor-faktor yang mendorong pemikiran Pancasila sebagai ideologi terbuka;
·        Pengalaman sejarah politik kita dengan pengaruh komunisme. Pancasila pernah merosot serta Pancasila tidak tampil lagi sebagai acuan bersama tetapi sebagai senjata konseptual untuk menyerang lawan-lawan politik. Hal tersebut terjadi karena pengaruh ideologi komunisme yang pada dasarnya tertutup. Kebijaksanaan pemerintah di saat itu menjadi absolut. Konsekuensinya, perbedaan-perbedaan menjadi alasan untuk secara langsung dicap sebagai anti Pancasila.
·        Perkembangan dinamika masyarakat Indonesia yang cepat sehingga tidak semua persoalan hidup dapat ditemukan jawabannya secara ideologis;
·        Runtuhnya ideologi tertutup, seperti Marxisme-Leninisme/komunisme;
·        Tekad bangsa Indonesia untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (Pancasila sebagai satu-satunya asa telah dicabut oleh MPR pada tahun 1999)


BAB VI
DEFINISI DAN LANDASAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


A.    Pengertian dan Tujuan Kewarganegaraan

·         Perkembangan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia mempunyai sejarah yang panjang dalam dunia pendidikan. Mulai secara formal munculnya mata pelajaran “civics” dalam kurikulum SMA Tahun 1962. Mata pelajaran ini berisikan materi tentang pemerintahan Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar  1945 (Dept. P & K: 1962). Pada saat itu, civics pada dasarnya berisikan pengalaman belajar yang digali dan dipilih dari disiplin ilmu sejarah, geografi, ekonomi, dan politik, pidato-pidato presiden, deklarasi hak asasi manusia dan penmgetahuan tentang perserikatan bangsa-bangsa.
·         Secara historis epistimologi, Amerika Serikat (USA) dapat dicatat sebagai Negara perintis kegiatan akademis dan kurikuler, dalam pengembangan konsep dan paradigma “citizenship education” dan “civics education”.
·         Seorang ahli bernama Chresore (1886) pada waktu itu mengartikan Civics sebagai “the science of Citizenship” atau ilmu kewarganegaraan, yang isinya mempelajari hubungan antara individu dan antara individu dengan Negara.
·         Selanjutnya Gross dan Zeleny (1958:247), mengaitkan penggunaan Civics dan citizenship education sebagai berikut. Civics pada dasarnya berkenaan dengan pembahasan mengenai pemerintahan demokrasi dalam teori dan praktek, sedangkan citiziship education berkenaan dengan keterlibatan dan partisipasi warganegara dalam masyarakat.
·         Dilihat dari perkembangan civics education dan citizenship education dalam kenyataannya secara historis-epistimologi memang tidak bisa dipisahkan dari pemikiran tentang “social studies/ social studies education”.
·         Didalam kurikulum tahun 1968 dan 1969 istilah civics dan Pendidikan Kewargaan Negara digunakan secara tukar pakai. Pada tahun 1968 di SD, SMP, SMA dan SPG digunakan istilah Kewargaan Negara, selanjutnya dalam kurikulum 1975-1984 istilah pendidikan kewargaan Negara diubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 2/1989 tentang sistem pendidikan nasional yanag menggariskan adanya pendidikan pancasila dan pendidikan kewaganegaraan sebagai bahan kajian wajib kurikulum semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan (Pasal 39) dengan sebutan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau PPKn.
·         Pada saat kurikulum 2004 disosialisasikan di sekolah-sekolah, yang dikenal dengan sebutan kegiatan filoting, Peraturan Pemerintah (PP) tentang standar nasional pendidikan yang mengamanatkan bahwa yang berwenang menyusun kurikulum adalah satuan pendidikan yang disebut kurikulum tingkat satuan pendidikan atau KTSP.
·         Dengan menggunakan bahan dasar kurikulum 2004 BSNP mengembangkan isi (Permen Nomor 22 Tahun 2006) dan standar kompetensi lulusan (Permen Nomor 23 Tahun 2006). Standar isi dan standar kompetensi lulusan itu merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam menyusun KTSP. Dalam standar isi maupun standar kompetensi lulusan PPKn diubah lagi namanya menjadi Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn hingga sekarang.

Pendidikan kewarganegaraan di dunia pendidikan menuai sejarah yang panjang, tetapi pada prinsipnya Pendidikan kewarganegaraan  merupakan mata pelajaran  yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memhami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga Negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945

Pengertian Bangsa dan Negara

Bangsa (nation) menurut Hans Kohn (Kaelan, 2002: 212-213) bahwa bangsa terbentuk oleh persamaan bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah, negara dan kewarganegaraan. Sedangkan Ernest Renan menyatakan bahwa bangsa (nation) adalah suatu solidaritas, suatu jiwa, suatu asas spiritual, suatu solidaritas yang dapat tercipta oleh perasaan pengorbanan yang telah lampau dan bersedia dibuat di masa yang akan datang. Meskipun dikalangan pakar kenegaraan belum terdapat persamaan pengertian bangsa, namun faktor objektif yang terpenting dari suatu Bangsa adalah kehendak atau kemauan bersama yang lebih dikenal dengan nasionalisme. Fredrich Hertz dalam bukunya “Nationality in History and Politics” mengemukakan bahwa setiap bangsa mempunyai 4 (empat) unsur aspirasi sebagai berikut:
1. Keinginan untuk mencapai kesatuan nasional yang terdiri atas kesatuan sosial, ekonomi, politik, agama, kebudayaan, komunikasi, dan solidaritas.
2. Keinginan untuk mencapai kemerdekaan dan kebebasan nasional sepenuhnya,yaitu bebas dari dominasi dan campur tangan bangsa asing terhadap urusan dalam negerinya.
3. Keinginan dalam kemandirian, keunggulan, individualisme, keaslian, atau kekhasan.
4. Keinginan untuk menonjol (unggul) diantara bangsa-bangsa dalam mengejar kehormatan, pengaruh, dan prestise.

Hak dan Kewajiban Warga Negara Pasal-pasal dalam UUD 1945 yang menetapkan hak dan kewajiban sebagai warga negara mencakup pasal-pasal 27, 28, 29, 30, 31, 33 dan 34.  Hak-hak warga negara yang substansial pada prinsipnya antara lain meliputi:
1. Hak untuk memilih/memberikan suara
2. hak kebebasan berbicara
3. Hak kebebasan pers
4. hak kebebasan beragama
5. Hak kebebasan bergerak
6. Hak kebebasan berkumpul
7. Hak kebebasan dari perlakuan sewenang-wenang oleh sistem politik dan atau hukum.

Sedangkan CCE (Center for Civic Education) mengajukan hak-hak individu yang perlu dilindungi oleh negara, meliputi: hak pribadi (personal rights), hak politik (political rights), hak ekonomi (economic rights)
Kewajiban warga negara merupakan aspek dari tanggung jawab warga negara (citizen responsibility/civic responsibilities) (CCE, 1994: 37). Contoh yang termasuk tanggung jawab warga negara antara lain:
1) melaksanakan aturan hukum
2) menghargai orang lain
3)memiliki informasi dan perhatian terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakatnya
4) melakukan kontrol terhadap para pemimpin yang dipilihnya dalam melakukan tugas
tugasnya
5) melakukan komunikasi dengan para wakil di sekolah, pemerintah lokal, pemerintah nasional
6) memberikan suara dalam suatu pemilihan
7) membayar pajakmenjadi saksi di pengadilan
8) bersedia untuk mengikuti wajib militer, dsb

B.     Landasan Pendidikan Kewarganegaraan

1.      UUD 1945
a.      Pembukaan UUD 1945, alinea kedua dan keempat (cita-cita, tujuan dan             aspirasi Bangsa Indonesia tentang kemerdekaanya).
b.      Pasal 27 (1), kesamaan kedudukan Warganegara di dalam hukum dan pemerintahan.
c.      Pasal 27 (3), hak dan kewajiban Warganegara dalam upaya bela negara.
d.      Pasal 30 (1), hak dan kewajiban Warganegara dalam usaha pertahanan  dan keamanan Negara.
e.      Pasal 31 (1), hak Warganegara mendapatkan pendidikan.

2. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
 3. Surat Keputusan Dirjen Dikti Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.















BAB VII
DEMOKRASI


A.    Pengertian Demokrasi

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umumlegislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).
Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.

Pengertian Demokrasi Menurut para Ahli

Demokrasi memiliki pengertian yang bermacam-macam. Demokrasi sering diartikan kebebasan. Demokrasi juga diartikan beda pendapat. Begitu banyaknya pengertian demokrasi sering membuat orang salah melaksanakannya. Dengan demikian, apa demokrasi itu? Istilah demokrasi berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modem.  Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modem telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem demokrasi di banyak negara.  Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahansehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenai sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat Berikut ini Pengertian Demokrasi Menurut para Ahli:

·         Abraham Lincoln berpendapatDemokrasi adalah pemerintah dari, oleh, dan untuk rakyat.
·         Kranemburg berpendapat Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos (rakyat) dan cratein (memerintah). Jadi, demokrasi adalah cara memerintah dari rakyat. 
·         Koentjoro Poerbopranoto berpendapat Demokrasi adalah negara yang pemerintahannya dipegang oleh rakyat. Hal ini berarti suatu sistem di mana rakyat diikut sertakan dalam pemerintahan negara. 
·         Harris Soche berpendapat Demokrasi adalah pemerintahan rakyat karena itu kekuasaan melekat pada rakyat. 
·         Henry B. Mayo berpendapat Sistem politik demokratis adalah menunjukkan kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat, dan didasarkan atas kesamaan politik dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. 
·         International Commision for Jurist menyatakan Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan untuk membuat keputusan politik diselenggarakan oleh wakil-wakil yang dipilih.bertanggung jawab kepada mereka melalui pemilihan yang bebas. 
·         C.F. Strong menyatakan Suatu sistem pemerintahan pada mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjarnin bahwa pemerintah akhimya mempertanggungjawabkan tindakan kepada mayoritas. 
·         Samuel Huntington menyatakan Sistem politik sebagai demokratis sejauh para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam system itu dipilih melalui pemilihan umum yang adil, jujur, dan semua orang dewasa mempunyai hak yang sama memberikan suara.

Dapat disimpulkan bahwa pengertian demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang berasal dari rakyat, dilakukan oleh rakyat, dan dipergunakan untuk kepentingan rakyat. Namun dalam perkembangannya demokrasi tidak hanya sebagai bentuk pemerintahan tetapi telah menjadi sistem politik dan sikap hidup.

B.     NILAI-NILAI DEMOKRASI


1. Hakikat Demokrasi
Demokrasi adalah proses yang masyarakat dan negara berperan di dalamnya untuk membangun kultur dan sistem kehidupan yang dapat menciptakan kesejahteraan, menegakan keadilan baik secara sosial, ekonomi maupun politik. Dari sudut pandang tersebut, demokrasi dapat tercipta bila masyarakat membangun kesadaran sendiri tentang pentingnya demokrasi dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara. Sebaliknya, negara sebagai instrumen politik dan ekonomi suatu bangsa juga harus memiliki kemauan politik.
Kemauan politik dan tindakan politik diperlukan untuk mendukung terwujudnya demokrasi. Keberhasilan transisi Indonesia ke arah tatanan demokrasi merupakan suatu proses yang komplek dan panjang. Sebagai proses yang komplek dan panjang transisi Indonesia menuju demokrasi  tersebut, sebagaimana dikatakan oleh Azyumardi Azra , mencakup tiga agenda besar yang berjalan secara simultan dan sinergis. Pertama, reformasi konstitusional  yang menyangkut perumusan kembali falsafah, kerangka dasar dan perangkat legal sistem politik. Kedua, reformasi kelembagaan  yang menyangkut pengembangan dan pemberdayaan lembaga-lembaga politik dan lembaga kenegaraan seperti MPR, DPR, MA, DPA dan sebagainya. Ketiga, pengembangan kultur atau budaya politik (political culture) yang lebih demokratis melalui pendidikan.

2.         Nilai – Nilai Demokrasi
1.    Kebebasan
            Kebebasan merupakan unsur yang sangat penting dalam demokrasi, kebebasan merupakan simbol dari demokrasi. Berikut beberapa kebebasan yang harus ada dalam nilai-nilai demokrasi.

a)  Kebebasan Berpendapat
kebebasan berpendapat merupakan hak dan kewajiban bagi tiap warga negara dapat mengutarakan pendapatnya secara bebas untuk dijamin dalam batang tubuh UUD 1945 pasal 28 dalam undang-undang Nomor 15 Tahun 2005. Menuju masa demokrasi seperti sekarang ini, perubahan-perubahan di segala bidang sering memunculkan permasalahan baru bagi warga negara atau masyarakat.Apabila problema tersebut membahayakan, maka warga berhak untuk menyatakan keluhan tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung kepada pemerintah. Hal ini wajib dijamin oleh pemerintah sebagai wujud dan bentuk kewajiban negara untuk melindungi rakyatnya. Semakin cepat dan efektif penyelesaiannya, maka kualitas demokrasi pemerintahan tersebut semakin tinggi.
Pada orde lama, kebebasan ini sangat dibatasi. Hanya pendapat yang mendukung pemerintahan yang diterima. Jika ada pendapat yang bertolak belakang dan mengancam kekuasaan pemerintahan maka dilarang untuk disalurkan melalui media apapun. Bahkan banyak dari mereka dipaksa mengaku “bersalah” dan ditempatkan di penjara. Di masa orde baru, tindakan tersebut berlangsung makin intensif dan sistematis. Bahkan pemerintahan membentuk badan intelijen khusus untuk memantau dan mengawasi segala macam gerakan atau pendapat tokoh masyarakat dan segera menindas mereka bila dianggap membahayakan tanpa memperdulikan hak asasi manusia (HAM). Inilah yang memicu kematian nilai-nilai demokrasi di Indonesia.
Demokrasi mengajarkan kebebasan berpendapat yang dibatasi oleh kebebasan orang lain. Sehingga segala jenis penindasan ini harus dijauhkan agar tidak menghalangi demokratisasi dalam tata kehidupan politik Indonesia. Karenanya, setiap warga berhak memberikan tanggapan dan sikap didalam era keterbukaan ini.

b)  Kebebasan Berkelompok
Berkelompok merupakan naluri dasar manusia yang tak mungkin diingkari. Kebebasan berkelompok dalam berorganisasi merupakan nilai dasar demokrasi yang harus diaplikasikan oleh setiap warga negara. Pada masa modern, kebutuhan seperti ini tumbuh dan berkembang semakin pesat. Semisal seorang calon presiden tidak mungkin mencalonkan dirinya sendiri kecuali dicalonkan oleh kelompoknya (partainya).
Berkelompok pada masa orde baru sangat dibatasi kebebasannya. Pembentukan partai selain yang disetujui oleh rezim sangat dilarang pada waktu itu. Kalaupun ada, maka tidak diperbolehkan berkampanye secara luas sampai ke pelosok daerah. Hanya partai pemerintah (Golkar) dan militer yang berhak beraktifitas hingga ke desa-desa. Hasilnya, ketidakadilan semacam ini secara otomatis menguatkan basis Golkar yang merupakan partai pemerintah.Seiring runtuhnya rezim orde baru, segala bentuk diskriminisasi tersebut ternyata tidak mampu memusnahkan eksistensi mereka. Golkar menjadi kehilangan banyak pendukung dan sebaliknya jumlah aktivis partai lain (PPP dan PDI) semakin bertambah dan terus berkembang menyusul datangnya era reformasi.
Demokrasi telah memberikan banyak alternatif pilihan sebagai bentuk dukungan akan kebebasan berkelompok. Tidak ada suatu keharusan untuk tunduk dan mengikuti ajakan maupun intimidasi dari pemerintah atau kelompok tertentu. Dan juga tidak ada rasa takut dalam menyampaikan afiliasinya ke dalam sebuah partai atau kelompoknya selain dari partai pemerintah.

c)  Kebebasan Berpartisipasi
Secara umum, negara demokrasi yang berkembang selalu mengharapkan agar jumlah partisipan dalam pemberian suara pada pemilihan umum dapat mencapai suara sebanyak-banyaknya. Jenis partisipasi yang pertama ini adalah wujud kebebasan berpartisipasi dalam bidang politik. Oleh karena pada zaman otoriter, semakin banyak pemilih berarti semakin besar kebanggaan suatu rezim yang mendapatkan dukungan tersebut. Maka, segala bentuk intimidasi kepada warga negara sering dijadikan sarana untuk meningkatkan dukungan  masyarakat.
Tetapi saat memasuki era reformasi, tidak ditemukan partai politik yang mampu mengumpulkan lebih dari 50 % suara pemilih. Ini membuktikan bahwa negara Indonesia sedang melangkah ke arah demokrasi yang didalamnya terdapat jaminan kebebasan berpartisipasi. Hasil positifnya adalah semakin banyak partai yang mampu mengirimkan wakilnya ke DPR ataupun DPRD.
Bentuk partisipasi kedua adalah kontak atau hubungan dengan pejabat pemerintah. Seorang anggota DPR terpilih belum tentu mampu bekerja sesuai harapan masyarakat bahkan presiden yang terpilih secara aklamasi terkadang tidak mampu memenuhi cita-cita masyarakat. Maka, upaya untuk mengontak langsung para pejabat merupakan kebutuhan yang semakin urgen. Rakyat perlu mengontrol dan mengawasi langsung terhadap segala kebijakan dan keputusan para legislatif maupun eksekutif. Meski begitu, masih terdapat kendala utama yakni pendidikan politik kepada masyarakat tentang manfaat partisipasi ini yang belum ditempuh dengan baik. Karena urgensi mengembangkan tingkat kesadaran ini akan membantu masyarakat dalam menemukan solusi mengatasi problematika kehidupan yang semakin kompleks. Melakukan protes terhadap lembaga masyarakat atau pemerintah adalah jenis partisipasi ketiga. Hal ini merupakan suatu keharusan dalam sebuah negara berdemokrasi yang bertujuan menjadikan sistem politik dapat bekerja maksimal,. Namun perlu diarahkan dengan baik untuk memperbaiki kebijakan dari pemerintah maupun swasta. Tidak diperkenankan protes tersebut bertujuan menciptakan gangguan dan hambatan bagi publik.
Merupakan bentuk partisipasi keempat yakni mencalonkan diri dalam pemilihan jabatan publik sesuai dengan sistem yang berlaku. Hal ini sangat diperlukan dalam pengembangan nilai-nilai demokrasi. Diharapkan setiap dari mereka akan dapat bertanggung jawab sepenuhnya bila kelak terpilih dan mau menanggung resiko apabila melakukan penyimpangan etika pemerintahan.

2.      Kesetaraan
Bagi masyarakat heterogen seperti Indonesia, nilai-nilai kesetaraan antar warga sangat fundamental dan diperlukan bagi pengembangan demokrasi. Kesetaraan yang dimaksud yakni adanya kesempatan yang sama bagi tiap warga negara untuk menunjukkan potensi mereka. Untuk ini dibutuhkan usaha keras agar tidak terjadi diskriminisasi kelompok etnis, bahasa, daerah ataupun agama tertentu demi menjunjung tinggi kesetaraan.
Intimidasi pada masa orde baru sangat menyulitkan untuk mewujudkan suatu kesetaraan. Ketika itu, tidak semua warga berhak dan berkesempatan yang sama dalam memperoleh keadilan. Dalam segala bidang terjadi pelanggaran asas kesetaraan yang seharusnya mereka dapat mereka dapatkan secara utuh. Hanya mereka yang mendukung rezim otoriter tersebut yang akan mendapatkan fasilitas melimpah.
Semua bentuk penolakan perihal kesetaraan ini tentu berseberangan dengan prinsip dan nilai demokrasi. Namun seiring bangsa ini memasuki era reformasi, nilai-nilai kesetaraan ini perlahan mulai   ditegakkan dan dijunjung tinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan bila mampu dipelihara secara kontinyu akan membawa kepada demokrasi yang sehat dan terbuka bagi perkembangan kesetaraan di lingkungan masyarakatnya.

3.      Kedaulatan Rakyat
Sebagai bagian dari suatu negara, maka setiap warga negara memiliki kedaulatan dalam pembentukan pemerintahan. Pemerintah itu sendiri sesungguhnya berasal dari rakyat dan harus bertanggung jawab kepada rakyat. Tidak diperbolehkan para politisi untuk mengabaikan bahkan bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat. Kedaulatan rakyat hanya bisa terlaksana jika para politisi menyadari tanggung jawabnya.
Mayoritas politisi zaman orde baru melupakan asal-usulnya dan mengabaikan harapan serta tuntutan rakyat. Mereka selalu memanfaatkan rakyat dan mengeksploitasi mereka demi kepentingan pribadi. Karena itu, dalam rezim demokrasi, para politisi seharusnya sadar bahwa amanat yang mereka peroleh dari rakyat harus dikembalikan dengan sebaik mungkin kepada rakyat.

4.      Kerjasama
Demokrasi tidak akan berkembang jika setiap orang atau kelompok enggan untuk memunculkan kesatuan pendapat. Perbedaan dalam berpendapat dapat mendorong tumbuhnya persaingan antar satu dengan yang lain, namun demokrasi menginginkan tujuan yang bisa disikapi dengan kerjasama yang baik. Kompetisi menuju sesuatu yang berkualitas mutlak dibutuhkan, di lain sisi untuk menopang upaya tersebut maka diperlukan kerjasama yang maksimal.

5.      Kepercayaan.
Dalam proses pemerintahan, kepercayaan antar kelompok masyarakat merupakan nilai yang diperlukan untuk meningkatkan sistem demokrasi. Semakin kompleksnya permasalahan suatu bangsa maka semakin urgen pula penanaman rasa saling percaya di kalangan politisi. Nilai ini juga dapat memperbanyak relasi sosial dan politik dalam masyarakat serta menghilangkan ketakutan, kecurigaan dan permusuhan di lingkungan mereka.
Akibat dari kepercayaan yang menurun diantaranya adalah semakin sulitnya pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dengan baik disebabkan ketiadaan dukungan dan kepercayaan dari rakyat. Maka pemerintah diharuskan dapat memupuk nilai-nilai ini pada dirinya sendiri demi mendapatkan kepercayaan dari masyarakat luas.


3Faktor Pendukung Nilai – Nilai Demokrasi

a.    Pertumbuhan Ekonomi
Kurang berkembangnya nilai demokrasi juga disebabkan perekonomian yang lamban pertumbuhannya. Robert Dahl berpendapat akan pentingnya pertumbuhan ekonomi yang baik adalah faktor dalam meningkatkan nilai-nilai demokrasi. Namun perlu dihindari suatu ketergantungan rakyat terhadap perekonomian negara agar masyarakat tidak membebani negara yang telah mempunyai banyak tanggungan dan kewajiban.Pertumbuhan ekonomi di negara akan menciptakan sektor-sektor perekonomian yang bermacam-macam. Hal ini akan memunculkan masyarakat yang dapat bebas dari tekanan negara dan tidak terlalu tergantung pada kontribusi negaranya. Inilah yang akan mendorong perubahan struktur dan nilai masyarakat pada nilai-nilai demokrasi.

b.      Pluralisme
Di dalam masyarakat plural, setiap orang berhak bergabung dengan kelompok yang ada tanpa ada rintangan maupun hambatan. Masyarakat yang heterogen memberi kebebasan akan munculnya bentuk-bentuk persaingan maupun konflik antar kelompok. Tetapi, kelompok tersebut harus mematuhi aturan yang telah diakui secara kolektif dan menerima dengan tangan terbuka. Pluralisme turut menuntun tiap kelompok masyarakat untuk meningkatkan kualitas dan daya saing diantara mereka. Oleh karena itu, pluralisme yang disadari dengan baik oleh masyarakat akan dapat menghindarkan pecahnya konflik antar kelompok bila terjadi suatu persaingan yang sehat didalamnya.

c.      Keseimbangan Negara Dan Masyarakat
Faktor lain yang menentukan proses demokrasi adalah adanya hubungan baik antara negara dengan masyarakatnya. Namun umumnya di negara-negara kuat, mayoritas terjadi dominasi negara terhadap rakyat dan ketundukan serta kepatuhan penuh rakyat kepada negaranya. Negara kuat juga sering melakukan resepsi terhadap masyarakatnya sehingga cenderung mengakibatkan nilai demokrasi sulit berkembang. Dalam realita, negara dituntut untuk menghormati partai politik, badan legislatif, badan eksekutif, media massa, ormas, dan kelompok lain yang setara. Rakyat juga perlu dihindarkan dari rasa takut dan tertekan ketika bermasyarakat agar tercipta keseimbangan dan keadilan yang merata antara rakyat dan negara. Karena itu, demokrasi memerlukan negara yang kuat namun menghormati rakyat dengan segala kelompoknya. Dan negara yang mampu melindungi serta menopang rakyatnya lah yang dapat mewujudkan nilai-nilai demokrasi.



4. Perjalanan Demokrasi dari Masa ke Masa

Bukan hal mudah untuk mencapai era reformasi yang segalanya sudah menganut demokrasi pancasila yang memberikan kebebasan untuk rakyat seperti sekarang. Butuh waktu panjang untuk mencapai ini, berikut perjalanan demokrasi di indonesia:

a.       Demokrasi Liberal
Masa lampau, keadaan demokrasi tergolong sebagai demokrasi parlementer yang liberal. Beragam masalah muncul dalam demokrasi liberal ini. Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi parlementer yang Liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa ini disebut Masa demokrasi Liberal. Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi dan berdasarkan Undang - Undang Dasar Sementara tahun 1950. Pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan menteri ( kabinet ) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen ( DPR ).
Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai-partai politik, karena dalam system kepartaian menganut sistem multi partai. Konsekuensi logis dari pelaksanaan sistem politik demokrasi liberal parlementer gaya barat dengan system multi partai yang dianut, maka partai-partai inilah yang menjalankan pemerintahan melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam tahun 1950 – 1959, PNI dan Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam DPR, dan dalam waktu lima tahun ( 1950 -1955 ) PNI dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan dalam empat kabinet. Adapun susunan kabinet yang menjalankan roda pemerintahan pada masa demokrasi liberal, sebagai berikut:
1.    KABINET NATSIR (6 September 1950 - 21 Maret 1951)
2.    KABINET SUKIMAN (27 April 1951 – 3 April 1952)
3.    KABINET WILOPO (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
4.    KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
5.    KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
6.    KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)                              
b.         Demokrasi Terpimpin
Demokrasi Terpimpin(1959-1965) Soekarno mengajukan usulan yang dikenalsebagai Konsepsi Presiden, kemudian terbentuklah dewan nasional yang melibatkan semua parpol dan organisasi sosial kemasyarakatan. Konsepsi presiden dan terbentuknya dewan nasional mendapatkan tantangan yang sangat kuat dari sejumlah parpol, terutama MASYUMI dan PSI. Adapun karakteristik yang utama dari perpolitikan pada era Demokrasi terpimpin adalah:

1. Kewenangan yang  paling tinggi adalah presiden.
2. Sistem kepartaian yang tak berfungsi.
3.Peranan lembaga legislatif dalam sistem politik nasional menjadi sangat lemah.
4. Pada masa demokrasi terpimpin merupakan masa puncak dari semangat anti kebebasanpers
5. Sentralisasi kekuasaan semakin dominan dalam proses hubungan antara     pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

c. Demokrasi dalam pemerintahan orde baru
Terjadinya pemberontakan G30/S/PKI merupakan titik kulminasi dari pertarungan atau tarik tambang politik antara soekarno dengan angkatan darat. Era baru pemerintahan antara tahun 1965-1986 ketika soeharto menjadi pejabat presiden RI kemudian dikenal sebagai ordebaru.  
Kekuasan lembaga kepresidenan dikatakan sangat besar soeharto mampu mengontrol situasi politik, memiliki sumber daya keuangan yang tidak terbatas dengan melalui budgetary prosess yang ketat yang tidak memungkinkan DPR mengontrolnya, disamping itu ternyata memiliki sejumlah legalitas yang tidak dimiliki siapapun seperti super  semar, mandataris MPR, bapak pembangunan serta panglima tertinggi ABRI. Rotasi kekuasan eksekitif hampir tidak pernah terjadi kecuali dalam tataran rendah misal: gubernur, Bupati/Walikota, Camat dan Kepala Desa. Rekitmen politik tertutup dan sepenuhnya dikontrol oleh lembaga kepresidenan. Ini Merupakan masa dimana segala kebebasan semuanya serba dibatasi, tak ada ruang gerak rakyat untuk berekspresi.Titik balik semua itu terjadi ketika dijatuhkannya orde baru dan memunculkan reformasi sebagai solusi kembalinya negara ini kepada demokrasi pancasila yang sesungguhnya.

d.       Demokrasi dalam pemerintahan reformasi
            Setelah 30 tahun Soeharto menjabat sebagai presiden RI pada masa orde baru, dimana segala jenis kebebasan dilarang. Akhirnya titik balik itu semua terjadi, yaitu digulingkannya pemerintahan orde baru dan muncullah reformasi yang merupakan perwujudan lahirnya Indonesia yang kembali pada demokrasi pancasila yang sesungguhnya, dari rakyat dan untuk rakyat.  Berikut hal positif  menurut saya  yang kita dapatkan dalam demokrasi pancasila yang tidak kita dapatkan dalam masa masa demokrasi sebelumnya ;
·        Rakyat bebas mengeluarkan aspirasi, sebab ada Undang-undang yang melindunginya..
·        Kekuasaan ada di tangan rakyat, jadi tidak ada pemipin yang sewenang-wenang atau otoriter.
·        Pemerintahan lebih terbuka dan dapat diawasi oleh rakyat.
·        Terjaminnya hak asasi manusia.



C.    PELAKSANAAN DEMOKRASI DI INDONESIA

Bisa dikatakan bahwa Indonesia sangat berpotensi menjadi kiblat demokrasi di kawasan Asia, berkat keberhasilan mengembangkan dan melaksanakan sistem demokrasi. Menurut Ketua Asosiasi Konsultan Politik Asia Pasifik (APAPC), Pri Sulisto, keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi bisa menjadi contoh bagi negara-negara di kawasan Asia yang hingga saat ini beberapa di antaranya masih diperintah dengan ‘tangan besi’. Indonesia juga bisa menjadi contoh, bahwa pembangunan sistem demokrasi dapat berjalan seiring dengan upayapembangunan ekonomi. Ia menilai, keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi yang tidak banyak disadari itu, membuat pihak luar termasuk Asosiasi Internasional Konsultan Politik (IAPC), membuka mata bangsa Indonesia, bahwa keberhasilan tersebut merupakan sebuah prestasi yang luar biasa. Prestasi tersebut juga menjadikan Indonesia sangat berpotensi mengantar datangnya suatu era baru di Asia yang demokratis dan makmur. Dalam kesempatan yang sama, Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono yang akrab disapa SBY menerima anugerah medali demokrasi. SBY pun memaparkan panjang lebar perjalanan demokrasi Indonesia. Menurutnya, demokrasi Indonesia merupakan jawaban terhadap skeptisme perjalanan demokrasi di negeri ini. Beliau pun mencontohkan beberapa nada skeptis yang ditujukan kepada Indonesia. Pertama, demokrasi akan membawa situasi kacau dan perpecahan. Demokrasi di Indonesia hanyalah perubahan rezim, demokrasi akan memicu ekstrimisme dan radikalisme politik di Indonesia.
Beliau pun menambahkan bahwa demokrasi di Indonesia menunjukkan Islam dan moderitas dapat berjalan bersama. Dan terlepas dari goncangan hebat akibat pergantian 4 kali presiden selama periode 1998-2002, demokrasi Indonesia telah menciptakan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Selain itu, Indonesia juga telah berhasil menjadi sebuah negara demokrasi terbesar di dunia dan melaksanakan pemilu yang kompleks dengan sangat sukses. Meski pada awalnya banyak yang meragukan pelaksanaan demokrasi di Indonesia, kenyataannya demokrasi di Indonesia saat ini telah berusia 10 tahun dan akan terus berkembang. Sebagian orang pernah berpendapat bahwa demokrasi tidak akan berlangsung lama di Indonesia, karena masyarakatnya belum siap. Mereka juga pernah mengatakan bahwa negara Indonesia terlalu besar dan memiliki persoalan yang kompleks.
 Keraguan tersebut bahkan menyerupai kekhawatiran yang dapat membuat Indonesia chaos yang dapat mengakibatkan perpecahan. Sementara itu, mantan wakil perdana menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, yang turut hadir menyebutkan bahwa demokrasi telah berjalan baik di Indonesia dan hal itu telah menjadikan Indonesia sebagai negara dengan populasi 4 besar dunia yang berhasil melaksanakan demokrasi. Hal ini juga membuat Indonesia sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia yang telah berhasil menerapkan demokrasi. Dia juga berharap agar perkembangan ekonomi juga makin meyakinkan sehingga demokrasi bisa disandingkan dengan kesuksesan pembangunan. Hal tersebut tentunya bisa terjadi bila demokrasi dapat mencegah korupsi danpenumpukan kekayaan hanya pada elit tertentu. Demokrasi, menurut Anwar Ibrahim, adalah pemberian kebebasan kepada warga negara, sedangkan kegagalan atau keberhasilan ekonomi menyangkut sistem yang diterapkan.

Pelaksanaan demokrasi di Indonesia dilaksanakan dalam berbagai kurun waktu:

a. Kurun waktu 1945 - 1949
Pada periode ini sistem pemerintahan Demokrasi Pancasila seperti yang diamanatkan oleh UUD 1945 belum sepenuhnya dapat dilaksanakan karena negara dalam keadaan darurat dalam rangka mempertahankan kemerdekaan. Misalnya, Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang semula berfungsi sebagai pembantu Presiden menjadi berubah fungsi sebagai MPR. Sistem kabinet yang seharusnya Presidensil dalam pelaksanaannya menjadi Parlementer seperti yang berlaku dalam Demokrasi Liberal.

b. Kurun Waktu 1949 - 1950
Pada periode ini berlaku Konstitusi RIS. Indonesia dibagi dalam beberapa negara bagian. Sistem pemerintahan yang dianut ialah Demokrasi Parlementer (Sistem Demokrasi Liberal). Pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri dan Presiden hanya sebagai lambang. Karena pada umumnya rakyat menolak RIS, sehingga tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyatakan kembali ke Negara Kesatuan dengan UUDS 1950.

c. Kurun Waktu 1950 - 1959
Pada periode ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal dan diberlakukan UUDS 1950.Karena Kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar,masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya.
Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialamirakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai denganjiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaanketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan
negara serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapaimasyarakat adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkandekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 sertatidak berlakunya UUDS 1950.

d. Kurun Waktu 1959 - 1965
Pada periode ini sering juga disebut dengan Orde Lama. UUD yang digunakan adalah UUD 1945 dengan sistem demokrasi terpimpin.Menurut UUD 1945 presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, presiden danDPR berada di bawah MPR. Pengertian demokrasi terpimpin pada sila keempatPancasila adalah dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratanperwakilan, akan tetapi presiden menafsirkan “terpimpin”, yaitu pimpinan terletak ditangan ‘Pemimpin Besar Revolusi”.
Dengan demikian pemusatan kekuasaan di tangan presiden. Terjadinya pemusatan kekuasaan di tangan presiden menimbulkan penyimpangan dan penyelewenganterhadap Pancasila dan UUD 1945 yang puncaknya terjadi perebutan kekuasaanoleh PKI pada tanggal 30 September 1965 (G30S/PKI) yang merupakan bencananasional bagi bangsa Indonesia.

e. Kurun Waktu 1966 - 1998
Periode ini dikenal dengan sebutan pemerintahan Orde baru yang bertekadmelaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.Secara tegas dilaksanakan sistem Demokrasi Pancasila dan dikembalikan fungsilembaga tertinggi dan tinggi negara sesuai dengan amanat UUD 1945.
Dalam pelaksanaannya sebagai akibat dari kekuasaan dan masa jabatan presidentidak dibatasi periodenya, maka kekuasaan menumpuk pada presiden, sehinggaterjadilah penyalahgunaan kekuasaan, dengan tumbuh suburnya budaya korupsi,kolusi dan nepotisme (KKN). Kebebasan bicara dibatasi, praktek demokrasi menjadisemu. Lembaga negara berfungsi sebagai alat kekuasaan pemerintah.
Lahirlah gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa yang menuntut reformasidalam berbagai bidang. Puncaknya adalah dengan pernyataan pengunduran diriSoeharto sebagai presiden.

f. Kurun Waktu 1998 - sekarang (Orde Reformasi)
Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalahdemokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, denganpenyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikanperaturan-peraturan yang tidakdemokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negaradengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu padaprinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembagaeksekutif, legislatif dan yudikatif.

Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR - MPR hasil
Pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya
lembaga-lembaga tinggi yang lain.
Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia Sejak Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi

a. Masa Orde Lama
Masa Orde Lama berlangsung mulai tanggal 5 Juli 1959 sampai dengan 1 Maret 1966. Berikut ini pelaksanaan demokrasi pada masa Orde Lama.Demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi terpimpin.
Ciri umum demokrasi terpimpin, antara lain
1) Adanya rasa gotong royong.
2) Tidak mencari kemenangan atas golongan lain.
3) Selalu mencari sintesa untuk melaksanakan amanat rakyat.
Selama pelaksanaan demokrasi terpimpin kecenderungan semua keputusan hanya ada pada Pemimpin Besar Revolusi Ir. Sukarno.Hal ini mengakibatkan rusaknya tatanan kekuasaan negara, misalnya DPR dapat dibubarkan, Ketua MA, MPRS menjadi Menkopemimpin partai banyak yang ditangkapi.

b. Masa Orde Baru
Masa Orde Baru berlangsung mulai dari 11 Maret 1966 sampai dengan 21 Mei 1998.Berikut ini pelaksanaan demokrasimasa Orde Baru.
1) Demokrasi yang berkembang adalah demokrasi Pancasila sesuai dengan PembukaanUUD 1945 Alinea keempat.

4)     Ciri umum demokrasi Pancasila, antara lain sebagai berikut:
a.      Mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
b.      Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
c.      Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
d.      Selalu diliputi semangat kekeluargaan.
e.      Adanya rasa tanggung jawab dalam menghasilkan musyawarah.
f.       Dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nuraniyang luhur.
g.      Hasil keputusan harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada uhan YangMaha Esa berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan.


3) Pelaksanaan demokrasi Pancasila antara lain sebagai berikut:
a) Masih belum sesuai dengan jiwa dan semangat ciri-ciri umum. Kekuasaan presidenbegitu dominan baik dalam suprastruktur politik.
b) Banyak terjadi manipulasi politik dan KKN yang telah membudaya. Ini mengakibatkan negara Indonesia terjerumus dalam berbagai krisis yang berkepanjangan.

c. Masa Reformasi
Berlangsung mulai dari Mei 1998 sampai dengan sekarang. Ciri-ciri umum demokrasi Pancasila masa Reformasi, seperti yang tercantum pada demokrasi Pancasila. Selain itu juga lebih ditekankan pada :

1) Penegakkan kedaulatan rakyat dengan memberdayakan pengawasan sebagai lembaga negara, lembaga politik, dan kemasyarakatan.
2) Pembagian secara tegas wewenang antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
3) Penghormatan kepada keberadaan asas, ciri aspirasi, dan program parpol yang multipartai.

Pelaksanaan demokrasi di Indonesia selama kurun waktu 60 tahun terakhir telah banyak mengalami perubahan yang mencakup berbagai hal, yaitu sebagai berikut :
a) Periode 1945-1949 dengan UUD 1945 seharusnya berlaku demokrasi Pancasila namun dalam penerapan berlaku demokrasi liberal
b) Periode 1949-1950 dengan konstitusi RIS berlaku demokrasi liberal.
c) Periode 1950-1959 dengan UUDS 1950 berlaku demokrasi liberal dengan multipartai.
d) Periode 1959-1965 dengan UUD 1945 seharus berlaku demokrasi Pancasila, namun yang diterapkan demokrasi terpimpin (cebderung otoriter).
e) Periode 1966-1998 dengan UUD 1945 berlaku demokrasi Pancasila (cenderung otoriter).
fPeriode 1998 sampai sekarang dengan UUD 1945 berlaku demokrasi Pancasila (cenderung ada perubahan menuju demokratisasi).

















BAB VIII
HAK ASASI MANUSIA


A. Pengertian HAM

Hak Asasi Manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang dimiliki manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa sejak lahir, maka tidak seorang pun dapat mengambilnya atau melanggarnya. Kita harus menghargai anugerah ini dengan tidak membedakan manusia berdasarkan latar belakang ras, etnik, agama, warna kulit, jenis kelamin, pekerjaan, budaya, dan lain-lain. Namun perlu diingat bahwa dengan hak asasi manusia bukan berarti dapat berbuat semena-mena, karena manusiajuga harus menghormati hak asasi manusia lainnya.
Ada 3 hak asasi manusia yang paling fundamental (pokok), yaitu :
a. Hak Hidup (life)
b. Hak Kebebasan (liberty)
c. Hak Memiliki (property)

1. HAM Menurut UUD 1945

Pengertian HAM, menurut UU 39/1999 tentang HAM, adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

John Locke, HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati.» Pasal 1 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.

HAM menurut Piagam PBB tentang Deklarasi Universal of Human Rights 1948, meliputi:
1. Hak berpikir dan mengeluarkan pendapat.
2. Hak memilih sesuatu.
3. Hak mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
4. Hak menganut aliran kepercayaan atau agama.
5. Hak untuk hidup.
6. Hak untuk kemerdekaan hidup.
7. Hak untuk memperoleh nama baik.
8. Hak untuk memperoleh pekerjaan.
9. Hak untuk mendapatkan perlindungan hokum
Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)
Kesadaran akan hak asasi manusia didasarkan pada pengakuan bahwa semua manusia sebagai makhluk tuhan memiliki derajat dan martabat yang sama.dengan pengakuan akan prinsip dasar tersebut,setiap manusia memiliki hak dasar yang disebut hak asasi manusia. jadi,kesadaran akan adanya hak asasi manusia tumbuh dari pengakuan manusia sendiri bahwa mereka adalah sama dan sederajat.

Pengakuan terhadap HAM memiliki dua landasan,sebagai berikut.
1) Landasan yang langsung dan pertama, yakni kodrat manusia.kodrat manusia adalah sama derajat dan martabatnya.semua manusia adalah sederajat tanpa membedakan ras,agama,suku,bahasa,dan sebagainya.

2) Landasan yang kedua dan yang lebih dalam: Tuhan menciptakan manusia.Semua manusia adalah makhluk dari pencipta yang sama yaitu tuhan yang maha esa.Karena itu di hadapan tuhan manusia adalah sama kecuali nanti pada amalnya.

2.      Pengertian dan macam-macam HAM
Istilah hak asasi manusia menurut bahasa Prancis ”droit de’home”. Menurut bahasa Inggris adalah ”human rights”. Sedangkan menurut bahasa Belanda ”memen rechten”. Secara umum hak asasi manusia diartikan sebagai hak-ha dasar yang dimiliki setiap manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugrah dari tuhan Yang Maha Esa. Artinya hak asasi ini bukan diberikan atau pemberian orang lain, golongan, atau negara. Oleh karena itu pula hak asasi manusia tidak dapat diambil atau dicabut, diabaiakan, dikurangi atau dirampas oleh suatu kekuasaan melainkan harus dihormati, dipertahankan dan dilindungi.

Berikut ini beberapa pengertian hak asasi manusia yang dikemukakan oleh para ahli:
1)      John Locke
Hak asasi manusia adalah hak yang dibawa sejak lahir yang secara kodrati melekat pada manusia dan tidak dapat diganggu gugat atau sifatnya mutlak.
2)      Koentjoro Poerbapranoto
Hak asasi adalah hak yang sifatnya asasi yaitu dimiliki manusia menurut kodratnya dan sifatnya suci.
3)      Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hokum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia.
4)      Menurut Mirriam Budiarjo
Hak asasi adalah hak yang diperoleh dan dibawa bersamaan dengan kelahiran atau kehadiran manusia didalam kehidupannya di masyarakat.
5)      Menurut Piagam Hak Asasi Internasional konsepsi HAM yang tercantum dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) sebenarnya merupakan perkembangan dari ajaran F.D. Roosevelt, yaitu The four Freedom yang terdiri atas:
         Kebebasan mengeluarkan pendapat dan berkarya
         Kebebasan beragama
         Kebebasan dari rasa takut
         Kebebasan dari kemiskinan

Dari istilah dan pandangan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa HAM meemeiliki beberapa cirri khusus, yaitu sebagai berikut:
a.       Hakiki (ada pada setiap diri manusia sebagai mahkluk tuhan)
b.      Universal, artinya hak itu berelaku untuk semua orang dimana saja, tanpa memandang status, ras, harga diri, jender atau perbedaan lainnya.
c.       Permanen dan tidak dapat dicabut, artinya hak itu tetap selama manusia itu hidup dan tidak dapat dihapuskan oleh siapapun.
d.      Tak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak, apakah hak sipil atau hak politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

6 Menurut G.J. Wolhots, hak-hak asasi manusia adalah sejulah hak yang melekat dan berakar pada tabiat setiap pribadi manusia, bersifat kemanusiaan
7. Jan Materson, anggota Komisi Hak Asasi Manusia PBB, merumuskan pengertian HAM dalam “human right could be generally defines as those right which are inherent in our nature and without which we cannot live as human being” yang artinya HAM adalah hak-hak yang secara secara inheren melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak itu manusia tidaka dapat hidup sebagai manusia
8. Menurut Prof. Darji Darmodiharjo, S. H. mengatakan : hak – hak asasi manusia adalah dasar atau hak – hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugrah tuhan yang maha esa. Hak – hak asasi itu menjadi dasr dari hak dan kewajiba


B.     SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA (HAM)

Hak asaasi manusia (HAM) adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahiekan. Hak asasi merupakan hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia. Yang mana hak asasi ini dimiliki oleh seseorang adalah semata-mata karena dia manusia bukan karena pemberian oleh masyarakat melainkan pemberian Tuhan Yang Maha Esa. Masalah Hak Asasi Manusia (HAM) ini pertama kali dipermasalahkan oleh pemikir-pemikir di negara barat, yang pada perkembangan selanjutnya orang mulai membandingkan konsep-konsep barat dengan konsep-konsep sosialis dan konsep-konsep dari dunia ketiga tentang HAM.
Secara historis, HAM selalu diwarnai dengan serangkaian perjuangan yang tak jarang menjelma menjadi revolusi. Bahkan sejarah mencatat banyak kejadian yang terjadi baik secara individu maupun kelompok mengadakan perlawanan terhadap penguasa ataupun golongan untuk memperjuangkan apa yang menjdi haknya.Di negara Barat, “Revolusi Perancis” dianggap sebagai tonggak perjuangan hak asasi manusia. Sejak pertengahan abad ke tujuh belas dengan berbagai rangkaian revolusi, sudah banyak usaha untuk merumuskan serta memperjuangkan beberapa hak yang dianggap suci dan harus dijamin. Hal ini kerap kali timbul ketika terjadi hal-hal yang dianggap menyinggung perasaan dan merendahkan martabat seseorang sebagai manusia.
Sebelum Revolusi Perancis (1789) Montesqui pernah mengingatkan tentang hal “There is not word that has been given varied meanings and evoked more varied emotions in the human heart than liberty”, bahkan lebih lanjut ia juga mengatakan some have taken it as means of deposing him on whom they had conferred a tyrannical authority; other again have meant by liberty the privilege of being governed by a native of their own country, or by their own laws; some have annexed this name to one from government exclusively of others; those we had republican taste applied it to this species of government; those who liked a monarchical state gave it to monarchy.
Dalam arti yang murni, paham kemerdekaan itu antara lain berwujud :
1. Kemerdekaan berpikir dan mengeluarkan pikiran serta menganut keyakinan sendiri;
2. Kemerdekaan untuk bersatu dengan teman-teman yang sepaham serta mempunyai tujuan-tujuan tertentu (kemerdekaan untuk berkumpul dan bersidang);
3. Kemerdekaan untuk mengatur penghidupan sendiri tidak seperti yang diperintahkan oleh kekuasaan yang berada di atasnya.

Sebelum abad masehi, perjuangan dalam pembelaan hak asasi manusia pu telah dilakukan. Hal tersebut dapat dilihat dalam upaya-upaya tersebut :
      Hukum Hamurabi di Babylonia yang menetapkan adanya aturan hukum yang menjamin keadilan bagi semua warga di negara Babylonia. Hukum tersebut terkenal sebagai jaminan hak asasi manusia. Solon di Athena yang mengajarkan bahwa orang-orang yang diperbudak karena tidak mampu melunasi hutangnya harus dibebaskan. Justianus (Kaisar Romawi, tahun 572 SM) merumuskan peraturan yang menjamin atas keadilan dan hak asasi manusia. Para filsuf Yunani Kuno seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles yang mengemukakan pikirannya tentang jaminan hak asasi manusia.
Selanjtnya masalah tentang penegakan HAM ini berkembang di Inggris. Perjuangan para bangsawan Inggris telah melakukan perjuangan utuk mendapatkan kembali hak-haknya yang telah dicampakkan oleh raja John yang bertahta pada saat itu, yang akhirnya melahirkan Piagam Agung “Magna Charta” (1215) yakni sebuah dokumen resmi yang isinya antara lain memberikan batasan yang jelas dan tegas terhadap kekuasaan raja yang absolute dan totaliter sehingga hak-hak dasar rakyat tetap terjamin. Kemudian pada tahun 1689, di Inggris diasahkan oleh parlemen Inggris sebuah undang-undang hak yakni  “Bill of Rights”, setelah sebelumnya terjadi revolusi berdarah yang dikenal dengan nama “The Glorious Revolution”. Revolusi ini merupakan revolusi emanisipasitorik untuk memberikan perlawanan terhadap raja James II yang berkuasa saat itu.
Gerakan emanisipasitorik dan revolusi kemanusian yang terjadi menjadi sumber inspirasi timbulnya gerakan revolusioner di Perancis dan Amerika. Pada tahun 1789, di Perancis dicetuskan Declarastion des Droits de l’home st du Citoyen, sebuah deklarasi yang menjamin persamaan hak dan penghormatan terhadap harkat dan mertabat kemanusiaan yakni Liberte, egaliite dan fraternite (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan), yang kemudian menjadi akar demokrasi dan menyebar ke berbagai penjuru dunia, serta mampu menumbuhkan inspirasi pada banyak bangsa untuk mencari alternative demokratif bagi system politik lama. Demikian pula di Amerika, pada kurun waktu yang hamper bersamaan disahkan sebuah undang-undang hak (the bill of rights) yang kemudian menjadi bagian utama dari Undang-undang Dasar Amerika pada ahun 1791. Bill of Rights maupun Declarastion des Droits de l’home st du Citoyen merupakan konkrettisasi kemauan masyarakat (volente generale) untuk membentuk peraturan hukum yang secara formal dapat menjamin dan melindungi hak-hak asasi manusia agar para penguasa tidak bertindak sewenang-wenang, represif dan otorite terhadap yang lemah dan tidak berkuasa.
Gerakan-gerakan emansipasitorik tersebut lebih banyak mendapat inspirasi dari gagasan-gagasan hukum alam  (nature law) sebagaimana diintrodusir oleh John Locke (1632-1704) dan Jean Jaques Rousseau (1722-1788). Dalam mazhaab hukum alam konsepsi dasar hak-hak asasi manusia hanya meliputi the right to life, the right to liverty, dan the right to property.
Menurut John Locke, manusia mula-mula belum bermasyarakat, tetapi berada dalam keadaan alamiah, state of nature yaitu suatu keadaan dimana belum terdapat kekuasaan dan otorita apa-apa, semua orang bebas dan sama derajatnya. Selanjutnya dalam perkembangannya, diantara orang-orang tersebut terjadi cekcok karena adanya perbedaan pemikiran dan pemilikan harta benda. Dalam kondisi “state war” sepertiitu, timbul pemikiran untuk melindungi nilai-nilai mereka yang paling fundamental dan esensial seperti hak untuk hidup, hak untuk merdeka, dan hak terhadap milik pribadi. Selanjutnya mereka membuat perjanjian untuk bermasyarakat dan menyerahkan sebagian dari hak-hak mereka kepada pemimpin dan pemimpin bertugas melindungi hak-hak mereka tersebut. Menurut Locke ada hak-hak individu dan masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari dirinya dan diserahkan kepada pemimpin, hak tersebut adalah hak atas hidup, hak atas kemerdekaan, dan hak atas milik pribadi, karena semua hak tersebut adalah hak yang diterima manusia sejak ia dilahirkan.
Perkembangan selanjutnya, konsepsi-konsepsi hak-hak asasi manusia terus mengalami perubahan. Hak-hak asasi manusia warisan masa lampau ternyata tidak responsive dan aspiratif lagi dengan situsai social yang makin lama makin berkembang, sehingga perlunya perllindungan terhadap hak-hak diluar hak yang bersifat yuridik politik saja seperti hak dalam bidang ekonomi, social, dan budaya. Dalam hal ini, presiden Amerika Franklin D. Roosevelt pada permulaan abad ke-20 memformlasikan 4 macam hak-hak asai yang kemudian dikenal dengan “The Four Freedoms”, yaitu freedom of speech, freedom of religion, freedom fear dan freedom from want. Roosevelt menyatakan bahwa hak manusia harus juga mencakup bidang ekonomi, social dan budaya. Dimensi hak-hak asasi yang dirumuskan oleh D. Rosevelt itu kemudian menjadi inspirasi dan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari “Declaration of Human Rights ” tahun 1948 di mana seluruh umat manusia melalui wakil-wakilnya tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) seia sekata bertekad untuk memberikan pengakuan dan perlindungan secara yuridik formal terhadap hak-hak asasi dan merealisasikannya. Dalam deklarasi tersebut manusia mendapat posisi sentral dimana harkat dan martabat manusia, hak- hak dan kebebasan asasinya di junjung tinggi dengan tak ada pegecualian apa pun. Secara teoritik deklarasi tersebut dikelompokkan dalam 2 bagian yaitu bagian pertama menyangkut hak- hak politik dan yuridik, bagian kedua menyangkut hak- hak atas martabat dan integritas manusia, dan bagian ketiga menyangkut hak- hak social, ekonomi, dan hak- hak budaya. Konsekwensinya hak- hak asasi manusia harus dilihat dan dipahami secara utuh, tidak parsial. Namun dalam faktanya tidak demikian, kerap kali hak- hak yang diutamakan adalah hak- hak politik dan yuridis. Dari situasi tersebut tampaklah deklarasi HAM tahun 1948 itu isinya sarat dengan hak- hak politik dan yuridik dan bahkan menjadi ciri khasnya. Deklarasi ini dalam pembabakan perkembangan konsepsi hak- hak manusia disebut sebagai “generasi pertama hak- hak asasi manusia.”
Pada awal tahun 1960 baru ada upaya dari komisi hak asasi PBB untuk merekonseptualisasi dan mereaktualisasi hak- hak aktualisasi manusia dan dalam upaya ini hak- hak dalam bidang ekonomi, social, dan budaya mendapat posisi perhatian yang lebih besar. Pada tahun 1966 upaya tersebut mencapai puncaknya ketika sidang umum PBB mengesahkan international convenant on economic, social and cultural rights and international convenant on civil and political rights serta protocol tambahan yang mengatur hak- hak sipil dan politk. Dua konvenan inilah yang menjadi dokumen dasar “generasi II” konsepsi dasar HAM sebagai babak baru dalam perkembangan HAM.Pada generasi II hak- hak ekosop mendapat perhatian yang sangat besar dan merupakan reaksi antitesa terhadap konsepsi dasar generasi I HAM yang lebih menekankan hak politik dan yuridik. Bila diamati secara teliti pada dasarnya kedua dokumen HAM baik dokumen tahun 1948 maupun dokumen tahun 1966 sulit sekali dibedakan karena keduanya mengantur tentang baik hak-hak yuridik, politik, maupun hak- hak ekonomi, social dan budaya namun sulit sekali menghilangkan kesan bahwa dokumen hak asasi tahun 1948 sarat dengan hak- hak yuridik dan politik sedangkan dokumen asasi 1966 sangat sarat dengan hak- hak ekosop.
Perkembangan konsepsi dasar hak-hak asasi manusia dari generasi I sampai dengan generasi II mencerminkan perubahan pemikiran umat manusia mengenai hak asasi manusia. Karena itu konsepsi dasar hak- hak asasi manusia, baik generasi I yang mempunyai ciri keutamaan pada pelaksanaan hak- hak politik dan hukum, maupun generasi II yang mempunyai ciri keutamaan pada pemenuhan hak- hak ekosop harus disintesakan menjadi konsepsi baru yang lebih luas dan secara akomodatif mampu mencakupi isi dan ruang lingkup konsepsi dasar generasi I dan generasi II HAM yang dalam pembabakan sejarah perkembangan hak- hak asasi manusia disebut “The rights to development” yaitu hak-hak atas pembangunan, dan inilah yang merupakan “generasi II” HAM. Hak-hak atas pembangunan sebagai paradigma baru terhadap hak-hak asasi manusia muncul sebagai reaksi dan protes terhadap pola pembangunan yang dilakukan oleh negara- negara dunia ketiga dimana makna pembangunan telah mengalami distorsi yang sangat parah. Pola pembangunan yang diterapkan yaitu pola pembangunan yang memberikan priorioritas pada pembangunan dan ekonomi dan pembangunan  dalam bidang-bidang lainya dikecualikan. Pola pembangunan yang seperti itu mensyaratkan terpeliharanya stabilitas dan untuk mencapai hak tersebut  hak-hak dan kebebasan dasar rakyat harus dipreteli dan bila perlu dicampakkan.
Hak- hak atas pembangunan pasda dasarnya bukanlah hak- hak yang baru sama sekali akan tetapi merupakan perluasan dan penekanan kembali terhadap beberapa pasal yang tercantum dalam universal declaration of human rights dan menjadi elemen-elemen utama dari konsepsi hak- hak atas pembangunan. Pada prinsipnya the rights to development merupakan hak rakyat mayoritas untuk membebaskan diri dari belengu kemiskinan, ketidak adilan, keterbelakangan, kemelaratan dankeragu-raguan. Karena itu pembangunan harus dilihat sebagai suatu proses yang secara sengaja dibuat untuk menciptakan kondisi-kondisi sehingga setiap orang dapat menikmati, menjalankan, memanfaatkan semua hak asasinya baik dibidang ekonomi, social, budaya maupun politik. Pembangunan yang dilaksanakan harus pula memperhatikan, menghormati hak- hak tersebut secara professional tanpa mengutamakan yang satu dan mengabaikan yang lainnya.
Perkembangan Hak Asasi Manusia
Pada awalnya HAM di buat untuk mengatasnamakan memperjuangkan hak-hak dari setiap manusia di dunia. Pada tahun 1215 penanda tanganan Magna Charta dianggap sebagai perlindungan hak asasi manusia yang pertama, dalam kenyataanya isinya hanya memuat perlindungan hak kaum bangsawan dan kaum Gerejani sehingga Magna Charta bukan merupakan awal dari sejarah hak hak asasi manusia. Pada abad 18 perkembangan sejarah perlindungan hak-hak asasi manusia cukup pesat seperti yang dialami oleh bangsa-bangsa Inggris, Perancis dan Amerika Serikat. Perjuangan rakyat di Negara- negara tersebut sangan luar biasa dalam menghadapi kesewenang-wenangan para penguasanya.
Pertumbuhan ajaran demokrasi menjadikan sejarah perlindungan hak asasi manusia memiliki kaitan erat dengan usaha pembentukan tatanan Negara hukum yang demokratis. Pembatasan kekuasaan para penguasa dalam undang-undang termasuk konstitusi, Pemimpin suatu Negara harus melindungi hak yang melekat secara kodrati pada individu yang menjadi rakyatnya. Konvensi yang di tanda tangani oleh lima belas Dewan anggota Eropa di Roma, pada tanggal 4 Nopember 1950, mengakui pernyataan umum hak-hak asasi manusia yang diproklamasikan Sidang Umum PBB 10 Desember 1948, konvensi tersebut berisi antara lain, pertama hak setiap orang atas hidup dilindungi oleh undang-undang, kedua menghilangkan hak hidup orang tak bertentangan, dan ketiga hak setiap orang untuk tidak dikenakan siksaan atau perlakuan tak berperikemanusiaan atau merendahkan martabat manusia.
Menurut Myres Mc Dougal, yang mengembangkn suatu pendekatan tehadap hak asasi manusia yang sarat nilai dan berorientasi pada kebijakan, berdasarkan pada nilai luhur perlindungan terhdap martabat manusia. Tuntutan pemenuhan hak asasi manusia berasal dari pertukaran nilai-nilai intenasional yang luas dasarnya. Nilai-nilai ini dimanifestasikan oleh tuntunan-tuntunan yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan social, seperti rasa hormat, kekuasaan pencerahan, kesejahteraan, kesehatan, keterampilan, kasih sayang dan kejujuran. Semua nilai ini bersama-sama mendukung dan disahkan oleh, nilai luhur martabat manusia. Menurut piagam PBB pasal 68 pada tahun 1946 telah terbentuk Komisi Hak-hak Manusia ( Commission on Human Rights ) beranggota 18 orang. Komisi inilah yang pada akhirnya menghasilkan sebuah Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia ( Universal Declaration of Human Rights ) yang dinyatakan diterima baik oleh sidang Umum PBB di Paris pada tanggal 10 Desember 1948.
Sedangkan di Indonesia Hak – hak Asasi Manusia, tercantum dalam UUD 45 yang tertuang dalam pembukaan, pasal-pasal dan penjelasan, Kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Sebagai konsekuensinya penjajahan harus dihapuskan dari muka bumi karena tidak sesuai dengan perikemanusian dan peri keadilan. Kesadaran dunia international untuk melahirkan DEklarasi Universal tahun 1948 di Paris, yang memuat salah satu tujuannya adalah menggalakkan dan mendorong penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia dan kebebasan asasi bagi semua orang tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahaswa atau agama (pasal 1). Pasal tersebut diperkuat oleh ketetapan bunyi pasal 55 dan pasal 56 tentang kerja sama Ekonomi dan Sosial International, yang mengakui hak-hak universal HAM dan ikrar bersama-sama Negara-negara anggota untuk kerja sama dengan PBB untuk tujuan tersebut. Organ-organ PBB yang lebih banyak berkiprah dalam memperjuangkan HAM di antaranya yang menonjol adalah Majelis Umum, Dewan ECOSOC, CHR, Komisi tentang Status Wanita, UNESCO dan ILO.
Hak Asasi Manusia merupakan suatu bentuk dari hikum alami bagi umat manusia, yakni terdapanya sejulah aturan yang dapat mendisiplinkan dan menilai tingkah laku kita. Konsep ini disarikan dari berbagai ideology dan filsafat, ajaran agama dan pandangan dunia, dan terlambang dengan negara-negara itu dalam suatu kode perilaku internasional. Dengan demikian, konsep hak asasi tidak lain adalah komitmen bangas-bangsa di dunia tentang pentingnya penghormatan terhadap sesamanya. Doktrin hak-hak asasi manusia dan hak menentukan nasib sendiri telah membawa pengaruh yang sangat besar terhadap hokum dan masyarkat internasional. Pengaruh tersebut secara khusu tampak dalam bidang :
1. Prinsip resiprositas versus tuntutan-tuntutan masyarkat,
2. Rakyat dan individu sebagai wrga masyarakat internasional
3. Hak-hak asasi manusia dan hak asasi orang asing.
4. Tehnik menciptakan standar hokum internasional.
5. Pengawasan internasional,
6. Pertanggungjwaban internasional, dan
7. Hukum perang.
Dalam perkembangannya hak hak asasi manuia diperlambat oleh sejumlah kekuatan yang menentangnya. Diantara kekuatan-kekuatan tersebut rezim pemerintahan yang otoriter dan struktur pemerintahan yang sewenang-wenang dan serba mencakup merupakan kekuatan penentang yang paling besar pengaruhnya terhadap laju perkembangan perlindungan hak-hak asasi manusia. Terdapat tiga masalah yang menghambat perkembangan hak-hak asasi manusia, yaitu :
1. Negara menjadi penjamin penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia.
2. Kedua merupakan bagian dari tatanan Negara modern yang sentrlistik dan birokratis.
3. Merujuk pada sejarah khas bangsa-bangsa barat, sosialis dan Negara-negara dulu.

Perkembangan HAM di Indonesia

A.    Perdebatan Awal tentang Hak Asasi Manusia di Indonesia

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tugas Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum, Pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Di Indonesia, wacana hak asasi manusia bukanlah wacana yang asing dalam diskursus politik dan ketatanegaraan bangsa ini. Kita bisa menemuinya dengan gamblang dalam perjalanan sejarah pembentukkan bangsa ini, di mana perbincangan mengenai hak asasi manusia menjadi bagian daripadanya.
Jauh sebelum kemerdekaan, para perintis bangsa ini telah memercikkan pikiran-pikiran untuk memperjuangkan harkat dan martabat manusia yang lebih baik. Percikan pikiran tersebut dapat dibaca dalam surat-surat R.A. Kartini yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”, karangan-karangan politik yang ditulis oleh H.O.S. Cokroaminoto, Agus Salim, Douwes Dekker, Soewardi Soeryaningrat, petisi yang dibuat oleh Sutardjo di Volksraad atau pledoi Soekarno yang berjudul ”Indonesia Menggugat” dan Hatta dengan judul ”Indonesia Merdeka” yang dibacakan di depan pengadilan Hindia Belanda. Percikan-percikan pemikiran pada masa pergerakan kemerdekaan itu, yang terkristalisasi dengan kemerdekaan Indonesia, menjadi sumber inspirasi ketika konstitusi mulai diperdebatkan di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Di sinilah terlihat bahwa para pendiri bangsa ini sudah menyadari pentingnya hak asasi manusia sebagai fondasi bagi negara.
Sama halnya dengan negara berkembang yang lain, hak asasi menjadi topik pembicaraan di Indonesia. Pembicaraan ini dilakukan menjelang perumusan Undang-Undang Dasar 1945, masa Orde Baru dan Reformasi. Pada waktu rancangan naskah UUD dibicarakan, ada perbedaan pendapat mengenai peran hak asasi dalam negara demokratis. Banyak kalangan berpendapat bahwa Declaration des Droits de I’Homme et du Citoyen (1789) berdasarkan individualism dan liberalism, dank arena itu bertentangan dengan asas kekeluargaan dan gotong royong. Mengenai hal ini Ir. Soekarno menyatakan : “jikalau kita betul-betul hendak mendasarkan negara kita kepada paham kekeluargaan, paham tolong-menolong, paham gotong royong, dan keadilan social, enyahkanlah tiap-tiap pikiran, tiap paham individualisme dan liberalism daipadanya.”
Di pihak lain, Drs. Moh. Hatta mengatakan bahwa walaupun yang dibentuk negara kekeluargaan, namun perlu ditetapkan beberapa hak warga negara agar jangan timbul negara kekuasaan (Machtsstaat). Maka pada akhirnya tercapai kesepakatan bahwa hak asasi dimasukkan dalam UUD 1945, tetapi dalam jumlah terbatas. Perdebatan tersebut tidak berakhir begitu saja. Diskursus mengenai hak asasi manusia muncul kembali sebagai usaha untuk mengoreksi kelemahan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada sidang Konstituante (1957-1959). Sebagaimana terekam dalam Risalah Konstituente, khususnya dari Komisi Hak Asasi Manusia, perdebatan di sini jauh lebih sengit dibanding dengan perdebatan di BPUPKI. Berbeda dengan perdebatan awal di BPUPKI, diskusi di Konstituante relatif lebih menerima hak asasi manusia dalam pengertian natural rights, dan menganggapnya sebagai substansi Undang-Undang Dasar. Meskipun ada yang melihat dari perspektif agama atau budaya, perdebatan di Konstituante sebetulnya telah berhasil menyepakati 24 hak asasi manusia yang akan disusun dalam satu bab pada konstitusi. Namun konstituante dibubarkan oleh Soekarno, sehingga kesepakatan-keseakatan yang dicapai urung dilakukan, termasuk mengenai Hak Asasi Manusia.
Setelah rezim Demokrasi Terpimpin Soekarno digulingkan oleh gerakan mahasiswa 1966, maka lahirlah rezim Orde Baru yang juga memunculkan kembali perdebatan mengenai perlindungan konstitusionalitas hak asasi manusia. Perdebatan itu muncul pada Sidang Umum MPRS tahun 1968 di awal Orde Baru. MPRS ketika itu telah membentuk Panitia Ad Hoc Penyusunan Hak-Hak Asasi Manusia. Hasilnya adalah sebuah “Rancangan Keputusan MPRS tentang Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-hak serta Kewajiban Warga Negara”. Tetapi sayang sekali rancangan tersebut tidak berhasil diajukan ke Sidang Umum MPRS untuk disahkan sebagai ketetapan MPRS. Alasannya terutama diajukan oleh fraksi Karya Pembangunan dan ABRI, akan lebih tepat jika Piagam yang penting itu disiapkan oleh MPR hasil pemilu, bukan oleh MPR(S) yang bersifat “sementara”. Kenyataannya, setelah MPR hasil pemilu (1971) terbentuk, Rancangan Piagam Hak Asasi Manusia itu tidak pernah diajukan lagi.Fraksi Karya Pembangunan dan fraksi ABRI tidak pernah mengingat lagi apa yang pernah mereka putuskan pada Sidang Umum MPRS tahun 1968 tersebut. Sampai akhirnya datang gelombang besar “Reformasi”, yang melengserkan Soeharto dari kursi Presiden Indonesia (Mei, 1998) dan membuka babak baru wacana hak asasi manusia di Indonesia.

B. Hak Asasi Manusia Dalam Era Reformasi
Runtuhnya rezim orde baru berarti memasuki era reformasi bagi bangsa Indonesia. B.J. Habibie yang menggantikan Soeharto sebagai presiden RI tidak punya pilihan lain selain memenuhi tuntutan reformasi, yaitu membuka sistem politik yang selama ini tertutup, menjamin perlindungan hak asasi manusia, menghentikan korupsi, kolusi dan nepotisme, menghapus dwi-fungsi ABRI, mengadakan pemilu, membebaskan narapidana politik, dan sebagainya. Pada periode reformasi ini muncul kembali perdebatan mengenai konstitusionalitas perlindungan hak asasi manusia. Perdebatan bukan lagi soal-soal konseptual berkenaan dengan teori hak asasi manusia, tetapi pada soal basis hukumnya, apakah ditetapkan melalui TAP MPR atau dimasukkan dalam UUD. Karena kuatnya tuntutan dari kelompok-kelompok reformasi ketika itu, maka perdebatan bermuara pada lahirnya Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Isinya bukan hanya memuat Piagam Hak Asasi Manusia, tetapi juga memuat amanat kepada presiden dan lembaga-lembaga tinggi negara untuk memajukan perlindungan hak asasi manusia, termasuk mengamanatkan untuk meratifikasi instrumen-instrumen internasional hak asasi manusia.
Hasil pemilihan umum 1999 berhasil mengangkat K.H. Abdurrachman Wahid sebagai presiden, mereka juga berhasil menggulirkan terus isu amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Pada Sidang Tahunan MPR tahun 2000, perjuangan untuk memasukkan perlindungan hak asasi manusia ke dalam Undang-Undang Dasar akhirnya berhasil dicapai. Majelis Permusyawaratan Rakyat sepakat memasukan hak asasi manusia ke dalam Bab XA, yang berisi 10 Pasal Hak Asasi Manusia (dari pasal 28A-28J) pada Amandemen Kedua Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan pada 18 Agustus 2000.
Amandemen Kedua tentang Hak Asasi Manusia merupakan prestasi gemilang yang dicapai Majelis Permusyawaratan Rakyat pasca Orde Baru. Amandemen Kedua itu telah mengakhiri perjalanan panjang bangsa ini dalam memperjuangkan perlindungan konstitusionalitas hak asasi manusia di dalam Undang-Undang Dasar. Mulai dari awal penyusunan Undang-Undang Dasar pada tahun 1945, Konstituante (1957-1959), awal Orde Baru (1968) dan berakhir pada masa reformasi saat ini merupakan perjalanan panjang diskursus hak asasi manusia dalam sejarah politik-hukum Indonesia sekaligus menjadi bukti bahwa betapa menyesatkan pandangan yang menyatakan hak asasi manusia tidak dikenal dalam budaya Indonesia.
Selain keberhasilan memasukkan Hak Asasi Manusia ke dalam Undang-Undang Dasar, pemerintah era reformasi juga berhasil merumuskan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang tersebut dilahirkan sebagai turunan dari Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia memuat pengakuan yang luas terhadap hak asasi manusia. Hak-hak yang dijamin di dalamnya mencakup mulai dari pengakuan terhadap hak-hak sipil dan politik, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, hingga pada pengakuan terhadap hak-hak kelompok seperti anak, perempuan dan masyarakat adat (indigenous people).
Penambahan rumusan HAM serta jaminan penghormatan, perlindungan, pelaksanaan, dan pemajuannya ke dalam Undang-Undang Dasar 1945 bukan semata-mata karena kehendak untuk mengakomodasi perkembangan pandangan mengenai HAM yang makin menganggap penting HAM sebagai isu global, melainkan karena hal itu merupakan salah satu syarat negara hukum. Dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM pasal 2 dinyatakan Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peringatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.
Dengan adanya rumusan HAM dalam Undang-Undang Dasar 1945, maka secara konstitusional hak asasi setiap warga negara dan penduduk Indonesia telah dijamin.Dalam hubungan tersebut, bangsa Indonesia berpandangan bahwa HAM harus memperhatikan karakteristik Indonesia dan sebuah hak asasi juga harus diimbangi dengan kewajiban sehingga diharapkan akan tercipta saling menghargai dan menghormati akan hak asasi tiap-tiap pihak.
Dalam Bab XA tentang Hak Asasi Manusia Undang-Undang Dasar 1945 terdapat dua pasal yang saling berkaitan erat, yaitu Pasal 28I dan Pasal 28J. Keberadaan Pasal 28J dimaksudkan untuk mengantisipasi sekaligus membatasi Pasal 28I.
Pasal 28I mengatur beberapa hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun, termasuk di dalamnya hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut. Sedangkan Pasal 28J memberikan pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dan untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Rumusan HAM yang masuk dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat dibagi ke dalam beberapa aspek, yaitu :
1. HAM berkaitan dengan hidup dan kehidupan
2. HAM berkaitan dengan keluarga
3. HAM berkaitan dengan pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi
4. HAM berkaitan dengan pekerjaan
5. HAM berkaitan dengan kebebasan beragama dan meyakini kepercayaan, kebebasan bersikap, berpendapat, dan berserikat
6. HAM berkaitan dengan informasi dan komunikasi
7. HAM berkaitan dengan rasa aman dan perlindungan dari perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat manusia
8. HAM berkaitan dengan kesejahteraan social
9. HAM berkaitan dengan persamaan dan keadilan
10. HAM berkewajiban menghargai hak orang dan pihak lain

Jika rumusan HAM dalam Undang-Undang Dasar 1945 diimplementasikan secara konsisten, baik oleh negara maupun oleh rakyat, diharapkan laju peningkatan kualitas peradaban, demokrasi, dan kemajuan Indonesia jauh lebih cepat dan jauh lebih mungkin dibandingkan dengan tanpa adanya rumusan jaminan pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemajuan HAM dalam Undang-Undang 1945.
n – kewajiban yang lain.

 


 Arti dan Makna Hak Asasi Manusia


1.   Pengertian dan Ruang Lingkup HAM
HAM adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia, dan tanpa hak-hak itu manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Hak tersebut diperoleh bersama dengan kelahirannya atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat (Tilaar, 2001). HAM bersifat umum (universal) karena diyakini bahwa beberapa hak dimiliki tanpa perbedaan atas bangsa, ras, atau jenis kelamin. HAM juga bersifat supralegal, artinya tidak tergantung pada adanya suatu Negara atau undang-undang dasar, kekuasaan pemerintah, bahkan memiliki kewenangan lebih tinggi karena berasal dari sumber yang lebih tinggi (Tuhan). UU No. 39/1999 tentang HAM mendefinisikan HAM sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan YME.
Ruang lingkup HAM meliputi:
(1) hak pribadi: hak-hak persamaan hidup, kebebasan, keamanan, dan lain sebagainya;
(2)  hak milik pribadi dalam kelompok sosial di mana ia ikut serta;
(3) kebebasan sipil dan politik untuk dapat ikut serta
dalam pemerintahan;
 (4) hak-hak berkenaan dengan masalah ekonomi dan sosial.


2.  HAM pada Tataran Global
Sebelum konsep HAM diratifikasi PBB, terdapat beberapa konsep utama mengenai HAM, yaitu: 
a.HAM menurut konsep Negara-negara Barat
·        Ingin meninggalkan konsep Negara yang mutlak.
·        Ingin mendirikan federasi rakyat yang bebas, Negara sebagai coordinator dan pengawas.
·        Filosofi dasar: hak asasi tertanam pada diri individu manusia.
·        Hak asasi lebih dulu ada daripada tatanan Negara.


b.                       HAM menurut konsep Sosialis
·        Hak asasi hilang dari individu dan terintegrasi dalam masyarakat.
·        Hak asasi manusia tidak ada sebelum Negara ada.
·        Negara berhak membatasi hak asasi manusia apabila situasi menghendaki.



c.      HAM menurut konsep bangsa-bangsa Asia dan Afrika
·        Tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama/sesuai dengan kodratnya.
·        Masyarakat sebagai keluarga besar artinya penghormatan utama untuk kepala keluarga.
·        Individu tunduk kepada kepala adat yang menyangkut tugas dan kewajiban.

d.      HAM menurut konsep bangsa-bangsa Asia dan Afrika
·        Tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama/sesuai dengan kodratnya.
·        Masyarakat sebagai keluarga besar dengan penghormatan utama terhadap kepala keluarga.
·        Individu tunduk kepada kepala adat yang merupakan tugas dan kewajiban anggota masyarakat.

e.     HAM menurut konsep PBB
   Konsep HAM ini dibidani oleh sebuah komisi PBB yang dipimpin oleh Elenor Roosevelt (10 Desember 1948) dan secara resmi disebut “Universal Declaration of Human Rights”. Di dalamnya menjelaskan tentang hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan yang dinikmati manusia di dunia yang mendorong penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia.
   Sejak tahun 1957, konsep HAM tersebut dilengkapi dengan tiga perjanjian, yaitu:
(1) Hak Ekonomi Sosial dan Budaya,
(2) Perjanjian internasional tentang hak sipil dan politik,
(3) Protokol opsional bagi Perjanjian hak sipil dan politik internasional.

Pada Sidang Umum PBB tanggal 16 Desember 1966 ketiga dokumen tersebut diterima dan diratifikasi.
Universal Declaration of Human Rights menyatakan bahwa setiap orang mempunyai:
§  Hak untuk hidup.
§  kemerdekaan dan keamanan badan.
§  hak untuk diakui kepribadiannya menurut hukum.
§  hak untuk memperoleh perlakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum.
§ hak untuk mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana seperti diperiksa dimuka umum, dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah.
§  hak untuk masuk dan keluar wilayah suatu Negara.
§  hak untuk mendapat hak milik atas benda.
§  hak untuk  bebas untuk mengutarakan pikiran dan perasaan.
§  hak untuk bebas memeluk agama serta mempunyai dan mengeluarkan pendapat.
§  hak untuk berapat dan berkumpul.
§  hak untuk mendapatkan jaminan sosial.
§  hak untuk mendapatkan pekerjaan.
§  hak untuk berdagang.
§  hak untuk mendapatkan pendidikan.
§  hak untuk turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat.
§  hak untuk menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan.

3.  HAM di Indonesia: Permasalahan dan Penegakannya
Sejalan dengan amanat Konstitusi, Indonesia berpandangan bahwa pemajuan dan perlindungan HAM harus didasarkan pada prinsip bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hak pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan baik dalam penerapan, pemantauan, maupun dalam pelaksanaannya (Wirayuda, 2005). Sesuai dengan pasal 1 (3), pasal 55 dan 56 Piagam PBB upaya pemajuan dan perlindungan HAM harus dilakukan melalui suatu konsep kerjasama internasional yang berdasarkan pada prinsip saling menghormati, kesederajatan, dan hubungan antarnegara serta hukum internasional yang berlaku.
HAM di Indonesia didasarkan pada Konstitusi NKRI, yaitu: Pembukaan UUD 1945 (alinea I), Pancasila sila ke-4, Batang Tubuh UUD 1945 (pasal 27, 29 dan 30), UU no. 39/1999 tentang HAM dan UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM. HAM di Indonesia menjamin hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam  pemerintahan, hak wanita, dan hak anak.
Program penegakan hukum dan HAM (PP No. 7 tahun 2005) meliputi pemberantasan korupsi, antiterorisme dan pembasmian penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakan hukum dan HAM harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif, dan konsisten.
Kegiatan-kegiatan pokok meliputi:
a.      penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi 2004-2009.
b.     Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari 2004-2009 sebagai gerakan nasional.
c.      peningkatan penegakan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana terorisme dan penyalahgunaan narkotika serta obat berbahaya lainnya.
d.     peningkatan efektivitas dan penguatan lembaga/institusi hukum maupun lembaga yang fungsi dan tugasnya mencegah dan memberntas korupsi.
e.      peningkatan efektivitas dan penguatan lembaga/institusi hukum maupun lembaga yang fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia.
f.       peningkatan upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warganegara di depan hukum melalui keteladanan Kepala Negara dan pimpinan lainnya untuk mematuhi dan mentaati hukum dan hak asasi manusia secara konsisten dan konsekuen.
g.      penyelenggaraan audit reguler atas seluruh kekayaan pejabat pemerintah dan pejabat Negara.
h.     peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka mewujudkan proses hukum yang lebih sederhana, cepat, tepat dan dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
i.       peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi manusia dalam rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika masyarakat dapat berjalan sewajarnya.
j.       pembenahan  sistem manajemen penanganan perkara yang menjamin akses public, pengembangan sistem pengawasan yang transparan dan akuntabel.
k.     pengembangan sistem manajemen kelembagaan hukum yang transparan.
l.       penyelamatan barang bukti akuntabilitas kinerja yang berupa dokumen/arsip lembaga Negara dan badan pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan HAM.
m.   peningkatan koordinasi dan kerjasama yang menjamin efektivitas penegakan hukum dan HAM.
n.     pembaharuan materi hukum yang terkait dengan pemberantasan korupsi.
o.     peningkatan pengawasan terhadap lalu lintas orang yang melakukan perjalanan baik ke luar maupun masuk ke wilayah Indonesia.
p.     peningkatan fungsi intelejen agar aktivitas terorisme dapat dicegah pada tahap yang sangat dini, serta meningkatkan berbagai operasi keamanan dan ketertiban; serta
q.     peningkatan penanganan dan tindakan hukum terhadap penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya melalui identifikasi dan memutus jaringan peredarannya, meningkatkan penyidikan, penyelidikan, penuntutan serta menghukum para pengedarnya secara maksimal.



2.3 Permasalahan dan Penegakan HAM di Indonesia
Sejalan dengan amanat Konstitusi, Indonesia berpandangan bahwa pemajuan dan perlindungan HAM harus didasarkan pada prinsip bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hak pembangunan merupakan satu kesatuanyang tidak dapat di pisahkan, baik dalam penerapan, pemantauan, maupun dalam pelaksanaannya. Sesuai dengan pasal 1 (3), pasal 55, dan 56 Piagam PBB upaya pemajuan dan perlindungan HAM harus dilakukan melalui sutu konsep kerja sama internasional yang berdasarkan pada prinsip saling menghormati, kesederajatan, dan hubungan antar negaraserta hukum internasional yang berlaku.
Program penegakan hukum dan HAM meliputi pemberantasan korupsi, antitrorisme, serta pembasmian penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakan hukum dan HAM harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif dan konsisten.
Kegiatan-kegiatan pokok penegakan hukum dan HAM meliputi hal-hal berikut:
1.     Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari 2004-2009 sebagai gerakan nasional
2.     Peningkatan efektifitas dan penguatan lembaga / institusi hukum ataupun lembaga yang fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia
3.     Peningkatan upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warga Negara di depan hukum melalui keteladanan kepala Negara beserta pimpinan lainnya untuk memetuhi/ menaati hukum dan hak asasi manusia secara konsisten serta konsekuen
4.     Peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi manusia dalam rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika masyarakat dapat berjalan sewajarnya.
5.     Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana, Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi.
6.     Peningkatan penegakan hukum terhadao pemberantasan tindak pidana terorisme dan penyalahgunaan narkotika serta obat lainnya.
7.     Penyelamatan barang bukti kinerja berupa dokumen atau arsip/lembaga Negara serta badan pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan HAM.
8.     Peningkatan koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektifitas penegakan hukum dan HAM.
9.     Pengembangan system manajemen kelembagaan hukum yang transparan.
10. Peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka mewujudkan proses hukum yang kebih sederhana, cepat, dan tepat serta dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.


2.4 Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM
1.     Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
2.     Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
3.     Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.
4.     Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
5.     Kasus Babe yang telah membunuh anak-anak yang berusia di atas 12 tahun, yang artinya hak untuk hidup anak-anak tersebut pun hilang
6.     Masyarakat kelas bawah mendapat perlakuan hukum kurang adil, bukti nya jika masyarakat bawah membuat suatu kesalahan misalkan mencuri sendal proses hukum nya sangat cepat, akan tetapi jika masyarakat kelas atas melakukan kesalahan misalkan korupsi, proses hukum nya sangatlah lama
7.     Kasus Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bekerja di luar negeri mendapat penganiayaan dari majikannya
8.     Kasus pengguran anak yang banyak dilakukan oleh kalangan muda mudi yang kawin diluar nikah


BAB IX
OTONOMI DAERAH

 


A.    PENGERTIAN OTONOMI DAERAH
Pengertian otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Selain pengertian otonomi daerah sebagaimana disebutkan diatas, kita juga dapat menelisik pengertian otonomi daerah secara harafiah.Otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi  berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat dikatakan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri  atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.Berdasarkan pengertian otonomi daerah yang disebutkan diatas sesungguhnya kita telah memiliki gambaran yang cukup mengenai otonomi daerah.Namun perlu diketahui bahwa selain pengertian otonomi daerah yang disebutkan diatas, terdapat juga beberapa pengertian otonomi daerah yang diberikan oleh beberapa ahli atau pakar.

Ciri-ciri otonomi daerah
Negara Kesatuan
Negara Federal
Otonomi daerah
Setiap daerah memiliki perda (dibawah UU)
Setiap daerah mempunyai UUD derah yang tidak bertentangan dengan UUD negara (hukum tersendiri)
Setiap daerah memiliki perda (dibawah UU)
Perda terikat dengan UU
UUD daerah tidak terikat dengan UU negara
Perda terikat dengan UU
Kepala negara/kepala daerah tidak punya hak veto
Kepala negara/kepala daerah punya hak veto
Kepala negara/kepala daerah tidak punya hak veto
Hanya Presiden berwenang mengatur hukum
Presiden berwenang mengatur hukum untuk negara sedangkan kepala daerah untuk daerah
Hanya Presiden berwenang mengatur hukum
DPRD tidak punya hak veto terhadap UU yang disahkan DPR
DPRD punya hak veto terhadap UU yang disahkan DPR
DPRD tidak punya hak veto terhadap UU yang disahkan DPR
Perda dicabut pemerintah pusat
Perda dicabut DPR dan DPD setiap daerah
Perda dicabut pemerintah pusat
Sentralisasi
Desentralisasi
Semi sentralisasi
Bisa interversi dari kebijakan pusat
Tidak bisa interversi dari kebijakan pusat
Bisa interversi dari kebijakan pusat
Perjanjian dengan pihak asing/luar negeri harus melalui pusat
Perjanjian dengan pihak asing/luar negeri harus melalui pusat
Perjanjian dengan pihak asing/luar negeri harus melalui pusat
APBN dan APBD tergabung
APBD untuk setiap daerah dan APBN hanya untuk negara
APBN dan APBD tergabung
Setiap daerah tidak diakui sebagai negara berdaulat
Setiap daerah diakui sebagai negara berdaulat
Setiap daerah tidak diakui sebagai negara berdaulat
Daerah diatur pemerintah pusat
Daerah harus mandiri
Daerah harus mandiri
Keputusan pemda diatur pemerintah pusat
Keputusan pemda tidak ada hubungan dengan pemerintah pusat
Keputusan pemda diatur pemerintah pusat
Tidak ada perjanjian antar daerah jika SDM/SDA dilibatkan
Ada perjanjian antar daerah jika SDM/SDA dilibatkan
Tidak ada perjanjian antar daerah jika SDM/SDA dilibatkan
Masalah daerah merupakan tanggung jawab bersama
Masalah daerah merupakan tanggung jawab pemda
Masalah daerah merupakan tanggung jawab bersama
3 kekuasaan daerah tidak diakui
3 kekuasaan daerah diakui
3 kekuasaan daerah tidak diakui
Hanya hari libur nasional diakui
Hari libur nasional terdiri dari pusat dan daerah
Hanya hari libur nasional diakui
Bendera nasional hanya diakui
Bendera nasional serta daerah diakui
Bendera nasional hanya diakui





B.     TUJUAN DAN PRISIP OTONOMI DAERAH

Prinsip Otonomi Daerah
1.     otonomi seluas luasnya adalah penyelenggaraan pemrtintah dalam segala bidang kehidupan, baik ekonomi, politik, maupun sosial budaya. Akan tetapi hal itu dibatasi oleh kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah pusat.
2.      otonomi nyata adalah kekuasaan daerah untuk menyelenggarakan kewanangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh,hidup, dan berkembang di daerah
3.     otonomi bertanggung jawab adalah perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujjud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan otonomi.

TujuanOtonomi Daerah
1.     Memberikan kewenangan yang luas dan nyata kepada daerah
2.     memberikan perimbangan keuangan antara oemerintah daerah dan pusat
3.     memberikan kekuasaan kepada daerah untuk memanfaatkan sumberdaya nasionalsecara adil
4.     mendorong peberdayaan masyarakat
5.     menumbuhkan kreatifitas

C.    IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH

Mekanisme Implementasi
Pelaksanaan otonomi daerah dengan azas desentralisasi diharapkan mambawa implikasi luas pada masyarakat daerah ke arah yang lebih baik. Implementasi Otonomi seharusnya dapat mewujudkan kemandirian daerah, munculnya prakarsa daerah menghargai keanekaragaman dan potensi daerah. Sedangkan implementasi desentralisasi adalah tumbuhnya partisipasi masyarakat, adanya transparansi dan akuntabilitas kebijakan publik, dan penyelenggaraan pemerintah daerah dilaksanakan secara demokratis.
Dengan mengacu pada target implementatif pelaksanaan otonomi daerah seperti tersebut di atas maka, Pemerintah Kabupaten bisa menempuh langkah-langkah alternatif sebagai berikut:
1.     Merumuskan kebijakan pokok otonomi Kabupaten
Perumusan kebijakan pokok menjadi sangat penting karena akan menjadi pegangan dan penuntun pelaksanaan kebijakan otonomi daerah sebagai pelaksana Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Alternatif kebijakan pokok pelaksanaan otonomi daerah adalah;
o    Mengubah, dan membangun kualitas sikap dan mentalitas aparatur Pemerintah Kabupaten.
o    Mengembangkan tradisi pemerintahan demokratis yang partisipatif, transparan dan akuntabel.
o    Menggalakkan dan menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat terhadap kebijakan otonomi daerah melalui kegiatan deseminasi dan sosialisasi terpadu di berbagai kalangan masyarakat.
o    Menumbuhkan prakarsa masyarakat untuk menuju kemandirian daerah.
o    Mengelola dan memelihara keanekaragaman masyarakat daerah dan mendayagunakannya sebagai salah satu modal pembangunan.
o    Menggali, mengelola dan mendayagunakan potensi daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.


BAB X
MASYARAKAT MADANI


A.    PENGERTIAN DAN LATAR BELAKANG

Latar Belakang
Pada era 1990-an istilah masyarakat madani atau  civil society kembali populer dan banyak diperbincangkan dalam kehidupan sehari-harikita.Di Indonesia terma atau istilah civilsociety diterjemahkan dengan pengertian yang beraneka ragam, seperti sebutan masyarakat sipil (Mansour Fakih), masyarakat madani (Dato Seri Anwar Ibrahim, kemudian dipopulerkan lebih jauh oleh Nurcholis Majid), masyarakat kewargaan (M.Ryas Rasyid) korporatisme masyarakat (Ramlan surbakti), civil society  itu sendiri (Muhammad A.S Hikam).
Konsep masyarakat madani adalah sebuah gagasan yang menggambarkan maasyarakat beradab yang mengacu pada nila-inilai kebajikan dengan mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip interaksi sosial yang kondusif bagi penempatan tatanan demokratis dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Namun demikian, untuk mewujudkan masyarakat madani tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Membentuk masyarakat madani memerlukan peroses panjang, serta menuntut komitmen masing-masing warga bangsa ini untuk mereformasikan diri secara total dan konsisten dalam suatu perjuangan yang gigih. 

Pengertian Masyarakat madani
Untuk pertama kalinya istilah Masyarakat Madani dimunculkan oleh Anwar Ibrahim, mantan perdana menteri Malaysia. Enurut Anwar Ibrahim, dikutip oleh Dawam Rahardjo, Masyarakat Madani merupakan sistem social yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu degan kestabilan masyarakat. Inisiatif dari individu dan masyarakat berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang-undang dan bukan keinginan individu. Menurut Anwar Ibrahim, masyarakat madani mempunyai cirri-ciri yang khas :
Kemajemukan budaya (multicultural), hubungan timbale balik (reprocity) dan sikap saling memahami dan menghargai. Anwar Ibrahim menegaskan bahwa karakter masyarakat madani merupakan “guiding ideas” memakai istilah Malik Bannabai dalam melaksanakan ide-ide yang mendasari masyarakat madani adalah prinsip moral, keadilan, keseksamaan, musyawarah dan demokrasi.
Sesuai dengan pemikiran Anwar Ibrahim, Dawam Rahardjo mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses penciptaan peradaban yang mengacu pada nilai-nilai kebijakan bersama. Dawam menjelaskan dasar utama masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi social yang didasarkan pada pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik dan permusuhan yang menimbulkan perpecahan dalam tali persaudaraan. 
Seiring dengan ide-ide diatas, menurut Azyumardi Azra, masyarakat madani lebih dari gerakan pro demokrasi, karena mengacu pada pembentukan masyarakat yang lebih berkualitas dan bertamadun ( civility). Dari pandangan tersebut, Nurcolish Nadjid menegaskan bahwa makna masyarakat madani berakar dari kata “ civility” yang berarti toleransi, kesediaan pribadi-pribadi untuk menerima berbagaimacam pandangan politik dan tingkah laku.

Sejarah dan Perkembangan Masyarakat Madani
            Filosof Yunani Aristoteles memandang civil society sebagaisistem kenegaraan atau identik dengan Negara itu sendiri. Merupakan fase pertama sejarah wacana civil society . Pada masa itu dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan istilah koinonia politike yaitu komunitas politik tempat warga terlibat langsung dalamberbagai percaturan ekonomi, politik, dan pengambilan keputusan.
            Rumusan civil society kemudian dikembangkan oleh Thomas Hobbes ( 588-1679 M) dan Jhon Locke (1632-1704 M ) memandang senagai kelanjutan evolusi natural society. Menurut Hobbes, sebagai antitesa Negara civil society mempunyai peran untuk meredam konflik dalam yang terjadi di masyarakat maka mempunyai kekuasaanyang mutlak, sehingga mampu mengontrol dan mengawasi secara ketat perilaku politik setiap warga Negara. Jhon Locke berpendapat kehadiran civil society untuk melindungi kebebasan dan hak milik setiap warga negara.
Fase kedua, tahun 1767 Adam Ferguson mengembangkan wacana civil society dengan konteks sosial dan politik di Skotlandia. Gerguson menekankan visi etis civil society dalam kehidupan social. Pemahaman ini tidak lepas dari dapak revolusi industri dan kapitalis yang meimbulkan kesenjangan social.
Fase ketiga, tahun 1972 Thomas Paine memaknai civil society sebagai hal yang berlawanan dengan negara bahkan dianggap sebagai antitesa negara. Pandangannya Negara hanyalah keniscayaan saja. Konsep Negara yang abash adalah perwujudan pendelegasian kekuasaan yag diberikan oleh masyarakat demi terciptanya kesejahteraan bersama. Masyarakat sipil semakin berpeluang besar untuk megatur warganya sendiri.
Fase keempat, wacana dikembangkan oleh GWF. Hegel ( 1770-1837 M), Karl Marx (1818-1883 M ) dan Antonio Gramci (1891-1837 M ). Pandangan ketiganya civil society merupakan elemen ideologis kelas dominan.
Fase kelima, sebagai reaksi terhadap mazhad Hegelian yang dikembangkan oleh Alexis de Tocqueville ( 1805-1859 M ). Pemikirannya adalah kelompok penyeimbag kekuatan negara. Kekuatan politik dan masyarakat sipil sebagai kekuatan utama yangmenjadikan demokrasi Amerika mempunyai daya tahan yang kuat.

Karakteristik Masyarakat Madani
            Masyarakat madani muncul dengan tatanan yang merupakan satu kesatuan dan menjadi karakter khas masyarakat madani. Unsur pokok masyarakat madani adalah wilayah publik yang bebas ( free public sphere ), demokrasi, toleransi kemajeukan ( pluralism), dan keadilan sosial ( social justice ) dengan penjabaran sebagai berikut:
1.     Adanya publik yang bebas,
adalah ruang publik sebagai sarana untuk menyampaikan pendapat warga masyarakat. Dalam ruang publik ini warga negara memiliki posisi dan hak sama dalam melakukan transaksi sosial dan politik tanpa rasa takut, diintimidasi oleh pihak-pihak diluar civil society.
2.     Demokrasi.
 Merupakan prasyarat mutlak yang murni ( genuine ) dalam civil society. Tanpa demokrasi masyarakat sipil tidak terwujud. Dempkrasi sebagai tatanan sosial politik bersumber dan dilakukan dari, oleh, dan untuk warga negara.
3.     Toleransi.
Merupakan sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat, suku, agama.
4.     Pluralisme.
Kemajemukan atau pluralisme bukan hanya mengakui dan menerima kenyataan sosial yang beragam, tetapi harus didasari sikap yang tulus untuk menerima perbedaan sebagai sesuatu yang alamiah, rahmat Tuhan yang bernilai positif bagi kehidupan.
5.     Keadilan sosial.
Adanya keseimbangan danpembagian yang proporsional atas hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan, ekonomi, politik, pengetahuan dan kesempatan. Keadilan sosial prinsipnya adalah hilangnya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh kelompok tertentu.

Pilar Penegak Masyarakat madani
Pilar penegak masyarakat madani adalah institusi-institusi yang menjadi bagian dari sosial kontrol berfungsi mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas. Pilar-pilar tersebut adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pers, Supremasi Hukum, Perguruan Tinggi dan Partai Politik.Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) adalah institusi sosial yang dibentuk oleh swadaya masyarakat tugas utamanya yaotu membantu dan memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas. LSM dalam masyarakat madani bertugas memberdayakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari dengan adanya pelatihan dan sosialisasi program pembangunan masyarakat.
            Pers adalah lembaga berfungsi mengkritisi dan merupakan bagian dari kontrol sosial dengan analisa dan publikasi kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan warga negara. Pers juga memberikan berita yang obyektif dan transparan.
            Supremasi Hukum, setiap warga negara yang menjabat di pemerintahan atau rakyat harus tunduk pada hukum yang berlaku. Sehingga dapat mewujudkan kebebasan hak antar warga, warga dengan pemerintah dengan cara damai sesuai dengan aturan dan hukum yang berlaku. Supremasi hukum memberikan jaminan dan perlindungan terhadap segala penindasan individu serta kelompok yang melanggar norma  hukum dan hak asasi manusia.
            Perguruan Tinggi, merupakan tempat aktivis kampus ( dosen, mahasiswa, civitas akademis) sebagai bagian kekuatan sosial dan masyarakat madani yang bergerak melalui jalur moral force untuk menyalurkan aspirasi masyarakat dan mengkritisi kebijakan pemerintah. Setiap gerakan harus berada pada jalur yang benar, obyektif untuk menyuarakan kepentingan masyarakat.
Adapun ciri-ciri dari masyarakat madani, yaitu sebagai berikut:
a.    Ketakwaan terhadap tuhan yang  tinggi.
b.    Hidup berdasarkan sains dan teknologi.
c.    Berpendidikan tinggi.
d.    Mengamalkan nilai hidup moderen dan progresif.
e.    Mengamalkan nilai kewarganegaraan.
f.     Akhlak dan moral yang baik.
g.    Mempunyai pengaruh yang kuat dalam peroses membuat keputusan.
h.    Menentukan nasib masa depan yang baik melalui kegiatan sosial, politik dan lembaga masyarakat.


B.     KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI

            Masyarakat madani merupakan masyarakat yang menjadi impian dari semua orang. Hal ini dikarenakan kehidupan dalam masyarakat madani yang beradap dalam membangun, menjalani dan mampu memaknai arti bermasyarakat. Masyarakat madani mempunyai ciri-ciri serta karakteristik yang dapat dijabarkan seperti dibawah ini.
            Karakteristik dalam masyarakat yang madani antara lain :

1.      Free publik sphere (ruang publik yang bebas)
Yaitu masyarakat memiliki akses penuhterhadap setiap kegiatan publik, yaitu berhak dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasi kepada publik seperti yang telah tertuang dalam UUD 1945.Pada ruang publik yang bebaslah, individu dalam posisinya yang setara mampu melakukan transaksi-transaksi wacana dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran.Sebagai sebuah prasyarat, maka untuk mengembangkan dan mewujudkan masyarakat madani dalam sebuah tatanan masyarakat, maka free public sphere menjadi salsh satu bagian yang harus diperhatikan. Karena dengan madani, maka akan memungkinkan terjadinya pembungkaman kebebasan warga negara dalam menyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan kepentingan umum oleh penguasa tiranik dan otoriter.
2.      Demokratisasi
Yaitu proses dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya. Demokratis merupakan suatu entitas yang menjadi penegak wacana masyarakat madani.Demokrasi merupakan salah satu syarat mutlak bagi penegakan masyarakat madani, penekanan demokrasi disini dapat mencakup sebagai bentuk aspek kehidupan seperti politik, sosial, ekonomi dan sebagainya.
3.      Toleransi
Yaitu sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.
4.      Pluralisme
Yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk disertai dengan sikap tulus.Pluralisme tidak bisa dipahami hanya dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan pluralisme itu dengan bernilai positif, merupakan rahmat Tuhan.
5.      Keadilan sosial (social justice)
Yaitu keseimbangan dan pembagian antara hak dan kewajiban serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.Hal ini memungkinkan tidak adanya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan pada satu kelompok masyarakat. Secara esensial, masyarakat memiliki hak yang sama dalam memperoleh kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah (penguasa)
6.      Partisipasi sosial
Yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa, intimidasi ataupun intervensi penguasa/pihak lain.
7.      Supermasi hukum
Yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan.
8.      Sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan pendapatan dan pendidikan
9.      Sebagai advokasi bagi masyarakat yang teraniaya dan tidak berdaya membela hak-hak dan kepentingan.
10. Berperadaban tinggi

            Artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk umat manusia.
Pada dasarnya masyarakat indonesia masih kesulitan dalam mencapai masyarakat madani, hal ini dikarenakan masih rendahnya pendidikan politik dan kewarganegaraan pada masyarakat. Kondisi ini diperburuk dengan kurangnya rasa nasionalisme dan kepedulian terhadap masalah yang dihadapi bangsa sendiri. Maka dari faktor-faktor penghambat tersebut seharusnya seluruh lapisan masyarakat terus bergerak dan maju dalam membentuk masyarakat yang cerdas, demokratis, beradab dan memiliki nasionalisme yang tinggi.


C.    IMPLEMENTASI MASYARAKAT MADANI DI INDONESIA

Berbicara mengenai kemungkinan berkembangnya masyarakat madani di Indonesia diawali dengan kasus-kasus pelanggaran HAM dan Pengekangan kebebasan berpendapat, bersikap dan kebebasan untuk mengemukakan pendapat di muka umum, kemudian dilanjutkan dengan munculnya berbagai lembaga-lembaga non pemerintahan yang mempunyai kekuatan dan bagian dari social control. Secara esensial Indonesia membutuhkan pemberdayaan dan penguatan masyarakat secara komprehensif agar memiliki wawasan dan kesadaran demokrasi yang baik serta mampu menjunjung tinggi nilai hak-hak asasi manusia. Untuk itu maka diperlukan pengembangan masyarakat madani dengan menerapkan strategi pemberdayaan sekaligus agar proses pembinaan dan pemberdayaan itu mencapai hasil secara optimal.
Menurut Dawam Ruhardjoada tiga strategi yang salah satunya dapat digunakan sebagai strategi dalam memberdayakan dan menciptakan masyarakat madani di indonesia yaitu :

1.      Strategi yang lebih mementingkan integrasi Nasional dan Politik.
Strategi ini berpandangan bahwa system demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam masyarakat yang belum memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat.
2.      Strategi yang lebih mengutamakan reformasi sistem politik demokrasi.
Strategi ini berpandangan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah menunggu rampungnya tahab pembangunan ekonomi.
3.      Strategi yang memilih membangun masyarakat madani sebagai basis yang kuat ke arah demokratisasi.
Strategi ini lebih mengutamakan pendidikan dan penyadaran politik, terutama pada golongan menengah yang semakin luas.
Dalam Menerapkan strategi tersebut diperlukan keterlibatan kaum cendikiawan, LSM, Ormas Sosial, dan Keagamaan dan Mahasiswa adalah mutlak adanya, Karena mereka yang memiliki kemauwan dan sekaligus actor pemberdayaan tersebut.




Penerapan Masyarakat Madani Di Indonesia
Indonesia merupakan negara yang kaya akan segalanya mulai dari budaya,agama,suku dan ras serta terkenal akan keramahtamahannya, di tengah pluralitas yang banyak kita jumpai saat ini, Indonesia berupaya untuk menerapkan model masyarakat yang ideal yaitu masyarakat madani guna mewujudkan masyarakat yang adil, terbuka, dan demokratif, dengan landasan ketaqwaan kepada Tuhan seperti yang banyak diwacanakan oleh para akademisi hingga decision maker.
Banyak pihak yang menganggap bahwa negara Indonesia akan mampu untuk menerapkan model masyarakat madani ini. Akan tetapi upaya penerapan model masyarakat demikian tidaklah semudah dalam bayangan, banyak aspek yang harus diperhatikan untuk mewujudkan sebuah kondisi masyarakat yang ideal. Selain itu, terdapat beberapa argumentasi yang mengiringi perjalanan negara Indonesia dalam mengaplikasikan model masyarakat madani ini, diantaranya apakah masyarakat Indonesia sudah memiliki karakteristik masyarakat madani, dan apakah Indonesia sudah memenuhi prasyarat untuk menjadi sebuah negara yang bermasyarakatkan madaniyah?
masyarakat Indonesia saat ini bisa dikatakan telah memiliki kemampuan dalam berkreatifitas dan berinovasi, mengingat telah diterapkannya nilai-nilai demokrasi pasca runtuhnya rezim orde baru. Selain itu, masyarakat Indonesia dewasa ini juga memiliki berbagai macam perspektif dalam menyikapi permasalahan negara. Hanya saja, masyarakat Indonesia saat ini cenderung lebih mementingkan kepentingan individunya, ketidakmampuan masyarakat kita dalam menyeleksi masuknya budaya asing juga menjadi salah satu penghambat negara kita untuk dapat mengaplikasikan model masyarakat madani.
Dewasa ini, sangat sulit menemui suatu daerah yang seratus persen masyarakatnya terpenuhi kebutuhan dasarnya. Masih banyaknya fenomena kaum miskin, tunagrahita, dan kriminalisasi, sedikit banyak menunjukkan bahwa negara kita masih belum cukup mampu untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakatnya. Disamping itu kesulitan negara dalam menyelenggarakan pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi,  hukum, dan sosial berjalan secara produktif, bersih, dan berkeadilan sosial juga menjadi sebuah pernyataan bahwa model masyarakat madani belum relevan untuk diaplikasikan di Indonesia. Wacana mewujudkan masyarakat ideal, seperti halnya masyarakat madinah yang hidup pada masa Rasulullah SAW, hanyalah sebuah realitas imajinatif. Yaitu sebuah realitas yang hanya ada dalam bayangan atau angan-angan. Masih banyak hal yang perlu dibenahi dan diperbaiki oleh negara kita dan juga masyarakatnya. Dengan demikian, terwujudnya model masyarakat madani di Indonesia, juga menjadi tanggung jawab kita sebagai seorang warga negara.

Tantangan Penerapan Masyarakat Madani di Indonesia:

1. Masih rendahnya minat partisipasi warga masyarakat terhadap kehidupan politik Indonesia dan kurangnya rasa nasionalisme yang kurang peduli dengan masalah masalah yang dihadapi negara Indonesia sehingga sulit untuk menerapkan masyarakat yang memiliki akses penuh dalam kegiatan publik, melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat dan berkumpul serta menyampaikan informasi kepada publik.
2. Masih kurangnya sikap toleransi baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun beragama
3. masih kurangnya kesadaran Individu dalam keseimbangan dan pembagian yang proporsional antara hak dan kewajiban.

Adapun yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia diantaranya :
1.      Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata
2.      Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat
3.      Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter
4.      Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas
5.      Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar
6.      Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca reformasi

. Untuk membangun masyarakat madani di Indonesia, hal-hal yang perludiperhatikan antara lain:
v Adanya perbaikan di sektor ekonomi, dalam rangka peningkatan pendapatan masyarakat dan dapat mendukung kegiatan pemerintahan
v Tumbuhnya intelektualitas dalam rangka membangun manusia yang memiliki komitmen untuk independen
v Terjadinya pergeseran budaya dari masyarakat yang berbudaya paternalistik menjadi budaya yang lebih modern dan lebih independen
v Berkembangnya pluralisme dalam kehidupan yang beragam
v Adanya partisipasi aktif dalam menciptakan tata pamong yang baik
v Adanya keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang melandasi moral kehidupan.


BAB XI
GOOD GOVERNANCE


A.    PRINSIP DAN KONSEP GOOD GOVERNANCE

Good Governance di Indonesia
• Good Governance mulai popular di Indonesia setelah gelombang reformasi (1998), pasca jatuhnya orang kuat Soeharto;
• Dibidang private, penerapan governance diawali dengan 5 lettersofintent Pemerintah Indonesia kepada International Monetary Fund sebagai syarat mendapatkan bantuan

Dua bidang penerapan Governance
• Private atau sektor perusahaan:
– Good Corporate Governance (GCG)
a.      Good Hospital Governance
b.      Good University Governance
c.      dll
• Public atau sektor pemerintahan:
– Good Governance atau Good Public Governance.
Memahami Konsep Good Governance

• Definisi Umum Governance dan Government
Governance:
Aktivitas pemerintahansuatu negara ataumengendalikansuatu perusahaanatauorganisasi;
Cara di manasuatu negaradiaturatau perusahaanatau lembagadikendalikan’.
Government:
‘ Kelompokorang yangbertanggung jawab untuk mengendalikansebuah negara ataunegara’.


Ada 2 Pemahaman GoodGovernance
– ‘Nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilainilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial’.
– ‘Aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut’.
Rumusan Pemerintah tentang Good Governance (Peraturan Pemerintah No. 101/2000
– ‘Kepemerintahan yang mengemban akan dan menerapkan prinsipprinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektivitas, supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat’.


Kejelekan dari Governance :
– Bercampur baur antara harta kekayaan pribadi dan harta milik masyarakat;
– Hukum tidak memberikan kepastian kepada masyarakat dan sikap tidak mendorong pembangunan yang diinginkan oleh masyarakat;
– Regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah menyebabkan ekonomi biaya tinggi;
– Pembangunan dilakukan sesuai dengan kehendak pemerintah, bukan atas dasar kebutuhan masyarakat;
– Rakyat tidak dapat mengakses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemerintah karena pemerintah tidak transparan.

Dua cirri besar Good Governance (tataran structural dan nilai):
Struktural:
Struktur pemerintahan haruslah slim dan lean, yakni struktur organisasi yang menghindari kompleksitas jaringan kerja.Tata kelola Pemerintahan harus ditandai dengan adanya pembagian tugas dan pelimpahan wewenang dan koordinasi yang merangsang kreatifitas bawahan.
Nilai:
Efisien dan efektif.

Tiga Domain (negara–dunia usaha–masyarakat)
Negara/Pemerintah:
Negara atau pemerintah sebagai produsen dan pengendali kebijakan haruslah memproduksi regulasi yang dikehendaki oleh masyarakat dan kendali kebijakan hanyalah semata-mata sebagai upaya persembahan kesejahteraan masyarakat sebagai pemegang kedaulatan.
Dunia usaha/swasta:
Dunia usaha menjadi penting dalam penyelenggaraan Negara karena hidup atau layunya perekonomian masyarakat ditentukan oleh sektor swasta.
Masyarakat:
Kondisi sosial kemasrakatan menentukan apakah Negara telah menjalankan tugasnya dengan baik (good governance). Masyarakat yang partisipatif adalah salah satu tanda telah berjalan atau belumnya good governance.

Sepuluh Prinsip Good Governance adalah :
1.     AKUNTABILITAS
 Meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat.
2.     PENGAWASAN
Meningkatkan upaya pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengusahakan keterlibatan swasta dan masyarakat luas.
3.     DAYA TANGGAP
Meningkatkan kepekaan para penyelenggaraan pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat tanpa kecuali.
4.     PROFESIONALISME
Meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggaraan pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya terjangkau.
5.     EFISIENSI & EFEKTIVITAS
Menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal & bertanggung jawab.
6.     TRANSPARANSI
Menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan didalam memperoleh informasi.
7.     KESETARAAN
Memberi peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya.
8.     WAWASAN KE DEPAN
Membangun daerah berdasarkan visi & strategis yang jelas & mengikuti-sertakan warga dalam seluruh proses pembangunan, sehingga warga merasa memiliki dan ikut bertanggungjawab terhadap kemajuan daerahnya.
9.     PARTISIPASI
Mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung mapun tidak langsung.
10. PENEGAKAN HUKUM
Mewujudkan penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

B.     IMPLEMENTASI GOOD GOVERNANCE DI INDONESIA
Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh tatacara penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Akibatnya timbul berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sulit diberantas, masalah penegakan hukum yang sulit berjalan, monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat yang memburuk. Masalah-masalah tersebut juga telah menghambat proses pemulihan ekonomi Indonesia, sehingga jumlah pengangguran semakin meningkat, jumlah penduduk miskin bertambah, tingkat kesehatan menurun, dan bahkan telah menyebabkan munculnya konflik-konflik di berbagai daerah yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia. Bahkan kondisi saat inipun menunjukkan masih berlangsungnya praktek dan perilaku yang bertentangan dengan kaidah tata pemerintahan yang baik, yang bisa menghambat terlaksananya agenda-agenda reformasi.
Konsep Good Governance sebenarnya telah lama dilaksanakan oleh semua pihak yaitu Pemerintah, Swasta dan Masyarakat, namun demikian masih banyak yang rancu memahami konsep Governance. Secara sederhana, banyak pihak menerjemahkan governance sebagai Tata Pemerintahan. Tata pemerintahan disini bukan hanya dalam pengertian struktur dan manajemen lembaga yang disebut eksekutif, karena pemerintah (government) hanyalah salah satu dari tiga aktor besar yang membentuk lembaga yang disebut governance. Dua aktor lainadalah privatesektor (sektorswasta)dan civilsociety (masyarakatmadani).Karenanya memahamigovernance adalah memahami bagaimana integrasi peran antara pemerintah (birokrasi), sektor swasta dan civil society dalam suatu aturan main yang disepakati bersama. Lembaga pemerintah harus mampu menciptakan lingkungan ekonomi, politik, sosial budaya, hukum dan keamanan yang kondusif. Sektor swasta berperan aktif dalam menumbuhkan kegiatan perekonomian yang akan memperluas lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan, sedangkan civil society harus mampu berinteraksi secara aktif dengan berbagai macam aktifitas perekonomian, sosial dan politik termasuk bagaimana melakukan kontrol terhadap jalannya aktifitas-aktifitas tersebut.
Mewujudkan konsep good governance dapat dilakukan dengan mencapai keadaan yang baik dan sinergi antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil dalam pengelolaan sumber-sumber alam, sosial, lingkungan dan ekonomi. Prasyarat minimal untuk mencapai good governance adalah adanya transparansi, akuntabilitas, partisipasi, pemberdayaan hukum, efektifitas dan efisiensi, dan keadilan. Kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah harus transparan, efektif dan efisien, serta mampu menjawab ketentuan dasar keadilan. Sebagai bentuk penyelenggaraan negara yang baik maka harus keterlibatan masyarakat di setiap jenjang proses pengambilan keputusan (Hunja, 2009).
Konsep good governance dapat diartikan menjadi acuan untuk proses dan struktur hubungan politik dan sosial ekonomi yang baik. Human interest adalah faktor terkuat yang saat ini mempengaruhi baik buruknya dan tercapai atau tidaknya sebuah negara serta pemerintahan yang baik. Sudah menjadi bagian hidup yang tidak bisa dipisahkan bahwa setiap manusia memiliki kepentingan. Baik kepentingan individu, kelompok, dan/atau kepentingan masyarakat nasional bahkan internasional. Dalam rangka mewujudkan setiap kepentingan tersebut selalu terjadi benturan. Begitu juga dalam merealisasikan apa yang namanya “good governance” benturan kepentingan selalu lawan utama. Kepentingan melahirkan jarak dan sekat antar individu dan kelompok yang membuat sulit tercapainya kata “sepakat”. Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara. Negara berperan memberikan pelayanan demi kesejahteraan rakyat dengan sistem peradilan yang baik dan sistem pemerintahan yang dapat dipertanggungjawaban kepada publik. Meruju pada 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan. Dalam pembangunan ekonomi, lingkungan, dan pembangunan manusia. Good governance menyentuh 3 (tiga) pihak yaitu pihak pemerintah (penyelenggara negara), pihak korporat atau dunia usaha (penggerak ekonomi), dan masyarakat sipil (menemukan kesesuaiannya). Ketiga pihak tersebut saling berperan dan mempengaruhi dalam penyelenggaraan negara yang baik. Sinkronisasi dan harmonisasi antar pihak tersebut menjadi jawaban besar. Namun dengan keadaan Indonesia saat ini masih sulit untuk bisa terjadi (Efendi, 2005).
Dengan berbagai statement negatif yang dilontarkan terhadap pemerintah atas keadaan Indonesia saat ini. Banyak hal mendasar yang harus diperbaiki, yang berpengaruh terhadap clean and good governance, diantaranya (Efendi, 2005):

1.    Integritas Pelaku Pemerintahan
Peran pemerintah yang sangat berpengaruh, maka integritas dari para pelaku pemerintahan cukup tinggi tidak akan terpengaruh walaupun ada kesempatan untuk melakukan penyimpangan misalnya korupsi.

2.    Kondisi Politik dalam Negeri
Jangan menjadi dianggap lumrah setiap hambatan dan masalah yang dihadirkan oleh politik. Bagi terwujudnya good governance konsep politik yang tidak/kurang demokratis yang berimplikasi pada berbagai persoalan di lapangan. Maka tentu harus segera dilakukan perbaikan.

3.    Kondisi Ekonomi Masyarakat
Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh.

4.    Kondisi Sosial Masyarakat
Masyarakat yang solid dan berpartisipasi aktif akan sangat menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Khususnya dalam proses penyelenggaraan pemerintahan yang merupakan perwujudan riil good governance. Masyarakat juga menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. Namun jika masyarakat yang belum berdaya di hadapan negara, dan masih banyak timbul masalah sosial di dalamnya seperti konflik dan anarkisme kelompok, akan sangat kecil kemungkinan good governance bisa ditegakkan. 

5.    Sistem Hukum
Menjadi bagian yang tidak terpisahkan disetiap penyelenggaraan negara. Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good governance. Kelemahan sistem hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Good governanance tidak akan berjalan dengan baik di atas sistem hukum yang lemah. Oleh karena itu penguatan sistim hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance.

Mencari orang yang jujur dan memilik integritas tinggi sama halnya dengan mencari jarum dalam tumpukan jerami. Memilih aparatur atau pelaku pemerintahan yang unggul akan berpengaruh baik dengan penyelenggaraan negara. Korupsi yang masih tetap eksis sampai saat ini adalah salahsatu faktor yang mempersulit dicapainya good governance.Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) menjadi agenda wajib yang tidak pernah lelah untuk dilakukan.Inilah satu hal yang tidak boleh dilewatkan untuk mencapai pemerintahan yang baik. Mencegah (preventif) dan menanggulangi (represif) adalah dua upaya yang dilakukan.Pencegahan dilakukan dengan memberi jaminan hukum bagi perwujudan pemerintahan terbuka (open government).Jaminan kepada hak publik seperti hak mengamati perilaku pejabat, hak memperoleh akses informasi, hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan hak mengajukan keberatan bila ketiga hak di atas tidak dipenuhi secara memadai.Jaminan yang diberikan jika memang benar-benar bisa disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat.




           












BAB XII
PENUTUP


A.    Kesimpulan

HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.

B.     Saran-saran

Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain. Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan orang lain.





DAFTAR PUSTAKA

Dasim Budimansyah dan Karim Suryadi, 2008, PKn dan Masyarakat Multikultura

Ruhardjo, M. Dawam, Masyarakat Madani : Agama, Kelas Menengah dan Perubahan Sosial, Jakarta : LP3ES 1999




Didik Iswanto dalam ( Tugas Akhir Mata Kuliah Pancasila)
Adian, Donny Gahral, 2002, Menyoel Objektivisme Ilmu Pengetahuan, Teraju Khazanah Pustaka Keilmuan, Jakarta.

Kuntowijoyo, 1994, Ideologi Suatu Studi Ilmu Politik, Alumni, Bandung.

Sumarsono, S. Drs. Dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Suriasumantri, Jujun S., 2001, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

UUD 1945 Amandemen Keempat. Zubair, Achmad Charis, 1987, Kuliah Etika, Rajawali Pers, Jakarta.

Rodee, Carlton Clymer, 1993, Pengantar Ilmu Politik, Rajawali Pers, Jakarta.

Dasyim Budimansyah dan Karim Suryadi, 2008, PKn dan Masyarakat Multikultura.

PROF. DR. Kaelan, M.S,2010, Pendidikan Pancasila: PARADIGMA, edisi kesembilan, Paradigma offset Yogyakarta.

Abdulgani Ruslan, 1998, Pancasila dan Reformasi : makalah seminar nasional KAGAMA 8 Juli 1998 di Yogyakarta.


Komentar

Postingan Populer