TUGAS AKHIR SEMSTER : MEMBUAT BUKU MATERI PKN
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pendidikan
Kewarganegaraan adalah Unsur Negara Sebagai Syarat Berdirinya Suatu Negara
upaya sadar yang ditempuh secara sistematis untuk mengenalkan, menanamkan
wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola
sikap dan perilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air berdasarkan
Pancasila demi tetap utuh dan tegaknya NKRI.
Dalam UU No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa di setiap
jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat terdiri dari Pendidikan
Bahasa, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.Kep. Mendikbud No.
056/U/1994 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian
Hasil Belajar Mahasiswa menetapkan bahwa “Pendidikan Pancasila, Pendidikan
Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan termasuk dalam Mata Kuliah Umum (MKU) dan
wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi”.
Dengan
penyempurnaan kurikulum tahun 2000, menurut Kep. Dirjen dikti No.
267/Dikti/2000 materi Pendidikan Kewiraan disamping membahas tentang PPBN juga
dimembahas tentang hubungan antara warga negara dengan negara. Sebutan
Pendidikan Kewiraan diganti dengan Pendidikan Kewarganegaraan. Materi pokok
Pendidikan Kewarganegaraan adalah tentang hubungan warga negara dengan negara,
dan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk memberikan pengetahuan dan kemampuan
dasar kepada mahasiswa mengenai hubungan antara warga negara dengan negara
serta PPBN agar menjadi warga negara yang diandalkan oleh bangsa dan negara.
2. Tujuan Khusus
a. Agar
mahasiswa dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun,
jujur,dan demokratis serta ikhlas sebagawai WNI terdidik dan bertanggung jawab.
b. Agar
mahasiswa menguasai dan memahami berbagai masalah dasar dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta dapat mengatasinya dengan
pemikiran kritis dan bertanggung jawab yang berlandaskan Pancasila, Wawasan
Nusantara, dan Ketahanan Nasional
c. Agar
mahasiswa memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan,
cinta tanah air, serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa.
BAB II
LANDASAN PENDIDIKAN PANCASILA
A.
LANDASAN
HISTORIS PANCASILA
Bangsa Indonesia terbentuk
melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang sejak zaman kerajaan kutai,
Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa lain yang menjajah serta menguasai
bangsa Indonesia. Beratus-ratus tahun bangsa Indonesia dalam perjalanan
hidupnya berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang
merdeka, mandiri, serta memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan
hidup serta falsafat hidup bangsa. Setelah melalui suatu proses yang cukup
panjang dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang
didalamnya tersimpul ciri khas, sifat, dan karakter bangsa yang berbeda dengan
bangsa lain, yang oleh para pendiri negara kita dirumuskan dalam suatu rumusan
yang sederhana namun mendalam, yang meliputi lima prinsip (lima sila) yang
kemudian dinamakan Pancasila. Dalam hidup berbangsa dan bernegara dewasa ini
terutama dalam masa reformasi, bangsa Indonesia sebagai bangsa harus memiliki
visi serta pandangan hidup yang kuat agar tidak terombang-ambing di
tengah-tengah masyarakat internasional. Dengan kata lain perkataan bangsa Indonesia
harus memiliki nasionalisme serta rasa kebangsaan yang kuat. Hal ini dapat
terlaksana bukan melalui kekuasaan atau hegemoni ideologi melainkan suatu
kesadaran berbangsa dan bernegara yang berakar pada sejarah bangsa.
Jadi secara
historis bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila pancasila sebelum
dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara objektif historis
telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai
Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau dengan
kata lain bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila. Oleh karena itu
berdasarkan fakta objektif secara historis kehidupan bangsa Indonesia tidak
dapat dipisahkan dengan nilai-nilai Pancasila. Atas dasar pengertian dan alas
an historis inilah maka sangat penting bagi para generasi penerus bangsa terutama kalangan intelektual kampus untuk
mengkaji, memahami dan mengembangkan berdasarkan pengembangan ilmiah, yang pada
gilirannya akan memiliki suatu kesadaran serta wawasan kebangsaan yang kuat
berdasarkan nilai-nilai yangdimilikinyasendiri.Konsekuensinya secara historis
Pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar filsafat negara serta ideology
bangsa dan negara bukannya suatu ideology yang menguasai bangsa, namun justru
nilai-nilai dari sila-sila Pancasila itu melekat dan berasal dari bangsa
Indonesia itu sendiri.
Berdasarkan fakta objektif secara
historis kehidupan bangsa Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan nilai-nilai
pancasila. Atas dasar pengertian dan alasan historis inilah maka sangat penting
bagi para generasi penerus bangsa terutama kalangan intelektual kampus untuk
mengkaji, memahami dan mengembangkan berdasarkan pendekatan ilmiah, yang pada
gilirannya akan memiliki suatu kesadaran serta wawasan kebangsaan yang kuat
berdasarkan nilai-nilai yang dimilikinya sendiri. Materi inilah yang dalam
kurikilum internasional disebut civic education,
yaitu mata kuliah yang membahas tentang national philosophy
bangsa Indonesia. Hal ini harus difahami oleh seluruh generasi penerus bangsa,
karena bangsa Indonesia secara historis memiliki nilai-nilai kebudayaan, adat istiadat serta nilai-nilai keagamaan yang secara
historis melekat pada bangsa.
Kebenaran Nilai-nilai Pancasila diyakini
tinggi. Penafsiran Pancasila di setiap masa berbeda. Pada masa orde lama Pancasila ditafsirkan dengan nasakom
(nasionalis-agama-komunis) yang disebut trisila yang kemudian diperas
menjadi ekasila (gotong royong). Kemudian pada masa orde baru, Pancasila harus
dihayati dan diamalkan dengan berpedoman kepada butir-butir yang ditetapkan
oleh MPR melalui Tap MPR no. II/MPR/1978 tentang P4 dan pada masa reformasi,
MPR melalui Tap MPR no.XVIII/MPR/1998 tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar
Negara yang mengandung makna ideologi nasional sebagai cita-cita dan tujuan
negara.
Adapun contoh Pancasila Historis
yang berupa:
• Peradaban
a) Dulu
pada saat masa kerajaan di pimpin oleh seorang raja sedangkan pada masa
sekarang di pimpin oleh seorang Presiden.
b) Pada
masa kerajaan, raja bisa menikah beberapa kali, tetapi di masa sekarang hukum
pernikahan sudah dtaii atur dalam Undang-undang.
c) Dahulu
wanta tidak di perbolehkan sekolah tinggi-tinggi tetapi sekarang sudah di
bebaskan.
• Agama
a) Pada
zaman dahulu hanya ada lima agama sekarang sudah ada enam.
b) Dahulu
saat akan membangun tempat ibadah bisa sembarang tempat tetapi sekarang sudah
ada aturan untuk ijin pembangunan.
c) Dulu
tidak di perbolehkan menikah dengan beda negara, tetapi sekarang sudah di
perbolehkan
• Ketatanegaraan
a) Negara
Indonesia dulu pemilihan Presiden melalui DPR sekarang rakyar dapat memilih.
b) Dulu
partai di Indonesia hanya ada tiga, tetapi sekarang sudah ada banyak partai di
Indonesia.
• Gotong
royong
a) Adanya
Bersih Desa
b) Adanya
Panen Raya
c) Ada Merti Desa
·
Struktur Sosial
Zaman
dahulu ada pembagian sesuai kasta, sekarang semua sudah di sama ratakan.
C.
Landasan Yuridis Pancasila
Pendidikan Pancasila memiliki landasan yuridis yang dapat dilihat
dasar rasionalnya dimulai dari tujuan negara Indonesia yang termuat di dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut,
pendidikan merupakan factor yang sangat menentukan. Sebagai konsekuensi dari
adanya tujuan negara tersebut, maka negara berkewajiban untuk menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran dalam suatu sistem pendidikan nasional untuk warga
negaranya.
Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengamanatkan bahwa :
1) Setiap warga Negara
berhak mendapat pedidikan
2) Setiap warga Negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya
3) Pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
yang diatur dengan undang-undang
4) Negara memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari anggaran
pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional
5) Pemerintah memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Salah satu amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Indonesia.
1)
Bab I. Ketentuan Umum
Pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945, yang berakar pada
nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman.
Sistem pendidikan nasional tersebut harus mampu menjamin :
a.
Pemerataan kesempatan pendidikan
b.
Peningkatan mutu serta relevansi
c.
Efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai
dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global
Pendidikan merupakan hak asasi setiap warga Negara Indonesia untuk
itu setiap warga Negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu
sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status social,
ekonomi, etnis, agama dan gender. Pemerataan akses dan peningkatan mutu
pendidikan akan membuat warga Negara Indonesia memiliki kecakapan hidup (life skills) sehingga mendorong tegaknya
pembangunan manusia seutuhnya serta masyarakat madani dan modern yang dijiwai
nilai-nilai Pancasila.
2)
Bab II. Dasar Fungsi dan
Tujuan
Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan
yang terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Pasal 3
menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
3)
Bab III. Prinsip
Penyelenggaraan Pendidikan
Pasal 4 Undang-Undang Sisdiknas mengatur prinsip penyelenggaraan,:
a.
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta
tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
b.
Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik
dengan sistem terbuka dan multimakna.
c.
Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
d.
Pendidikan diselenggarakan dengan member keteladanan, membangun
kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
e.
Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca,
menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
f.
Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
layanan pendidikan.
Dari uraian pasal-pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa
pendidikan Indonesia bersumber pada Pancasila, maka tujuan pendidikan nasional
juga mencerminkan terwujudnya nilai-nilai Pancasila dalam diri mahasiswa
sebagai warga negara Indonesia.
D.
Landasan
Filosofi Pancasila
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 memberikan landasan filosofis serta berbagai prinsip dasa dalam
pembangunan pedidikan. Berdasarkan landasan filosofis tersebut, system
pendidika nasional menempatkan peserta didik sebagai makhluk yang diciptakan
oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan segala fitrahnya dengan tugas memimpin
kehidupan yang berharkat dan bermartabat serta menjadi manusia yang bermoral,
berbudi luhur, dan berakhlak mulia. Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi
merupakan kajian ilmiah yang bersifat interdisipliner (kajian antar-bidang).
Pembahasan ini mendudukkan Pancasila dari dua sisi. Pertama, Pancasila
diposisikan sebagai objek kajian (objek material) untuk memahami makna yang
terdalam dari sila-sila Pancasila. Kedua, Pancasila diposisikan sebagai objek
formal (perspektif) dalam menyelesaikan berbagai macam persoalan kehidupan
berbangsa, bernegara dan bermasyarakat di Indonesia.
Terkait dengan posisi Pancasila sebagai perspektif, terdapat tiga
landasan filosofis yang meliputi landasan ontologis, landasan epistemologis dan
landasan aksiologi:
1)
Landasan ontologis
Pancasila bertitik tolak dari keberadaan manusia Indonesia.Manusia
Indonesia yang memiliki adat-istiadat, budaya dan sistem nilai sendiri yang
hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia sendiri yang menjadi
identitasnya. Dengan kata lain adanya Pancasila tidak dapat dilepaskan dari
keberadaan manusia Indonesia sebagai pemilik, pendukung dan pengembang
nilai-nilai Pancasila.
Ontologi, menurut Aristoteles adalah ilmu yang meyelidiki hakikat
sesuatu atau tentang ada, keberadaan atau eksistensi dan disamakan
artinya dengan metafisika. Masalah ontologis antara lain: Apakah hakikat
sesuatu itu? Apakah realitas yang ada tampak ini suatu realitas sebagai
wujudnya, yaitu benda? Apakah ada suatu
rahasia di balik realitas itu, sebagaimana yang tampak pada makhluk hidup?Dan
seterusnya.Bidang ontologi menyelidiki tentang makna yang ada (eksistensi dan keberadaan)
manusia, benda, alam semesta (kosmologi), metafisika.
Secara ontologis, penyelidikan Pancasila sebagai filsafat
dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila
Pancasila. Pancasila yang terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah
merupakan asas yang berdiri sendiri-sendiri, malainkan memiliki satu kesatuan
dasar ontologis. Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang
memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis, atau monodualis, karena
itu juga disebut sebagai dasar antropologis.Subyek pendukung pokok dari
sila-sila Pancasila adalah manusia.Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa yang
Berketuhan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang
berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah
manusia.Sedangkan manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara
ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga
dan jiwa, jasmani dan rohani.Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial serta sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan
Yang Maha Esa.Maka secara hirarkis sila pertama mendasari dan menjiwai
sila-sila Pancasila lainnya.
Hubungan kesesuaian antara negara dan landasan sila-sila Pancasila
adalah berupa hubungan sebab-akibat:
a.
Negara sebagai pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia,
satu, rakyat, dan adil sebagai pokok
pangkal hubungan.
b.
Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat
dan adil adalah sebagai sebab, dan negara adalah sebagai akibat.
2)
Landasan epistemologis
Pancasila dapat ditelusuri dari terbentuknya pengetahuan
sistematis tentang Pancasila yang dimulai dari adanya perenungan mendalam para
pendiri negara tentang dasar filsafat negara. Terbentuknya pengetahuan
Pancasila dengan menggunakan berbagai macam metode ilmiah yang selanjutnya akan
diuraikan pada bab tersendiri.
Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan,
metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber
pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan, batas dan validitas ilmu
pengetahuan.Epistemologi adalah ilmu tentang ilmu atau teori terjadinya ilmu
atau science of science.Menurut Titus (1984:20) terdapat tiga persoalan
yang mendasar dalam epistemologi, yaitu:
a.
Tentang sumber pengetahuan manusia;
b.
Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia;
c.
Tentang watak pengetahuan manusia.
3)
Landasan aksiologis
Landasan aksiologis Pancasila adalah seperangkat nilai sumber dan tujuan,
cita-cita yang terkandung dalam Pancasila sebagai hasil berpikir
ilmiah.Artinya, Pancasila mengandung nilai-nilai ideal yang diharapkan dapat
terwujud dalam kenyataan, dan memang selayaknya untuk dicapai oleh manusia demi
kebaikan dan harkat martabat manusia itu sendiri.Dengan demikian Pancasila
bukan merupakan utopia (nilai yang terlalu muluk) belaka.Sila-sila Pancasila
sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan
suatu kesatuan.Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang
filsafat nilai Pancasila.Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios yang
artinya nilai, manfaat, dan logos yang artinya pikiran, ilmu atau teori.
Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan,
disukai atau yang baik.Bidang yang diselidiki adalah hakikat nilai, kriteria
nilai, dan kedudukan metafisika suatu nilai. Nilai (value dalam Inggris)
berasal dari kata Latin valereyang
artinya kuat, baik, berharga. Dalam kajian filsafat merujuk pada sesuatu yang
sifatnya abstrak yang dapat diartikan sebagai “keberhargaan” (worth)
atau “kebaikan” (goodness). Nilai itu sesuatu yang berguna. Nilai juga
mengandung harapan akan sesuatu yang diinginkan.Secara aksiologis, bangsa
Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subscriber of value
Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang
berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial. Pengakuan, penerimaan
dan pernghargaan atas nilai-nilai Pancasila itu nampak dalam sikap, tingkah
laku, dan perbuatan bangsa Indonesia sehingga mencerminkan sifat khas sebagai
Manusia Indonesia
Materi pokok pendidikan Pancasila pada era Orde Baru ditekankan
pada Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang diwarnai dengan
model pendidikan indoktrinatif. Komunikasi yang dibangun dalam pembelajaran
adalah monolog atau searah. Pemerintah merupakan satu-satunya sumber
pengetahuan atau pemerintahlah yang memiliki monopoli pengetahuan. Dosen
dianggap sebagai corong kebijakan pemerintah, sehingga materi-materi yang
diberikan kepada mahasiswa sudah ditentukan dari atas. Proses pembelajaran
menutup peluang terhadap wacana yang berbeda. Hal tersebut di atas berubah pada
era reformasi yang ditandai adanya kebebasan, keterbukaan, dan demokratisasi
dalam segala bidang termasuk dalam bidang pendidikan. Implikasi nyata yaitu
dicabutnya Tap. No. II/MPR/ 1978 tentang P4 pada Sidang Istimewa Majelis
Permusyawaratan Rakyat 1998. Kebijakan ini membawa dampak terhadap materi,
pendekatan dan metode pembelajaran Pendidikan Pancasila.
Pendidikan merupakan upaya memberdayakan peserta didik untuk
berkembang menjadi manusia Indonesia seutuhnya, yaitu yang menjunjung tinggi
dan memegang dengan teguh norma dan nilai :
1.
Norma agama dan kemanusiaan untuk menjalani kehidupan sehari-hari,
baik sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, makhluk individu, maupun makhluk
sosial; (sila pertama dan kedua).
2.
Norma persatuan bangsa untuk membentuk karakter bangsa dalam
rangka memelihara keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia; (sila ketiga).
3.
Norma kerakyatan dan demokrasi untuk membentuk manusia yang
memahami dan menerapkan prinsip-prinsip kerakyatan dan demokrasi dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (sila keempat).
4.
Nilai-nilai keadilan sosial (sila kelima) untuk menjamin
terselenggaranya pendidikan yang merata dan bermutu bagi seluruh bangsa serta
menjamin penghapusan segala bentuk diskriminasi dan gender serta terlaksananya
pendidikan untuk semua dalam rangka mewujudkan
masyarakat berkeadilan sosial.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Departemen
Pendidikan Nasional sebagai lembaga yang memiliki kewenangan mengatur
pendidikan tinggi melakukan reformasi pembelajaran Pendidikan Pancasila yang
sesuai dengan alam reformasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.
Salah satu wujud reformasi Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi adalah
disusunnya materi pembelajaran yang tidak lagi berasal dari pemerintah tetapi
oleh komunitas akademik yang memiliki kewenangan ilmiah sesuai dengan bidang
keahliannya. Pendekatan yuridis terhadap Pancasila
ditujukan untuk mengkaji Pancasila sebagai dasar negara yang menjadi sumber
tertib hukum Indonesia. Pendekatan filosofis ditujukan untuk menggali makna
terdalam (hakikat) Pancasila.
BAB III
KAJIAN ILMIAH PANCASILA
A. Pengetahuan dan
Filsafat
a. Pancasila
Secara Ilmiah
Pengetahuan ilmiah dapat
disebut juga dengan istilah ilmu. Ilmu menurut The Liang Gie (1998:15)
merupakan serangkaian kegiatan manusia dengan pemikiran dan menggunakan
berbagai tata cara sehingga menghasilkan sekumpulan pengetahuan yang teratur
mengenai gejala-gejala alami, kemasyarakatan, perorangan dan tujuan mencapai
kebenaran, memperoleh pengalaman dan memberikan penjelasan atau melakukan
penerapan. Pengertian ilmu dapat dijelaskan dengan tiga segi yakni kegiatan,
tata cara dan pengatahuan yang teratur sebagai hasil kegiatan. Pancasila
termasuk Filsafat Pancasila sebagai suatu kajian ilmiah harus memenuhi
syarat-syarat ilmiah, menurut Ir. Poedjowijatno dalam bukunya “Tahu dan
Pengetahuan” mencatumkan syarat-syarat ilmiah sebagai berikut :
- berobjek
- bermetode
- bersistem
- bersifat universal.
1. Berobjek Dalam
filsafat
Ilmu pengetahuan dibedakan antara obyek
formal dan objek material. Objek Formal Pancasila adalah suatu sudut pandang
tertentu dalam pembahasan Pancasila. Pancasila dapat dilihat dari berbagai
sudut pandang misalnya : Moral (moral Pancasila), Ekonomi (ekonomi Pancasila),
Pers (Pers Pancasila), Filsafat (filsafat Pancasila), dan sebagainya. Objek
Material Pancasila adalah suatu obyek yang merupakan sasaran pembahasan dan
pengkajian Pancasila baik yang bersifat empiris (dapat dipegang) maupun non
empiris (tidak dapat dipegang). Bangsa Indonesia sebagai kausa material (asal
mula nilai-nilai Pancasila), maka objek material pembahasan Pancasila adalah
bangsa Indonesia dengan segala aspek budaya dalam bermayarakat, berbangsa dan
bernegara. Objek material empiris berupa lembaran sejarah, bukti-bukti sejarah,
benda-benda sejarah dan budaya, Lembaran Negara, naskah-naskah kenegaraan, dan
sebagainya. Objek material non empiris meliputi nilai-nilai budaya, nilai-nilai
moral, nilai-nilai religius yang tercermin dalam kepribadian, sifat, karakter
dan pola-pola budaya.
2. Bermetode
Bermetode atau mempunyai metode berarti memiliki seperangkat
pendekatan sesuai dengan aturan-aturan yang logis. Metode merupakan cara
bertindak menurut aturan tertentu. Metode adalah seperangkat cara/sistem
pendekatan dalam rangka pembahasan Pancasila untuk mendapatkan suatu kebenaran
yang bersifat objektif.Metode yang baik akan memudahkan seseorang mempelajari
dan memahami ilmu pengetahuan tersebut. Metode keilmuan dapat debedakan menjadi
metode keilmuan kuantitatif dan metode keilmuan kualitatif. Metode keilmuan
kuantitatif adalah cara berpikir ilmiah dengan prosedur kuantitatif, yang
berarti bahwa segala sesuatunya dikuantifikasikan, orentasinya didasarkan
matematika-statistika sebenarnya yang merupakan salah satu sarana.Metode
keilmuan kualitatif merupakan metode yang berbeda dengan metode
kuantitatifsebab metode ini cara telaah untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah
dan mengembang teori secara kualitatif, misalnya dengan intervensi, koprasi,
hermeneutic dan sebagainya. Metode dalam pembahasan Pancasila sangat tergantung
pada karakteristik objek formal dan material Pancasila. Salah satu metode
adalah “analitico syntetic” yaitu suatu perpaduan metode analisis dan sintesa.
Oleh karena objek Pancasila banyak berkaitan dengan hasil-hasil budaya dan
objek sejarah maka sering digunakan metode“hermeneutika” yaitu suatu metode
untuk menemukan makna dibalik obyek, demikian juga metode “koherensi historis”
serta metode “pemahaman penafsiran” dan interpretasi. Metode-metode tersebut
senantiasa didasarkan atas hukum-hukum logika dalam suatu penarikan kesimpulan.
3. Bersistem
Suatu pengetahuan ilmiah harus merupakan sesuatu yang bulat dan
utuh.Bagian-bagiannya harus merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan
tidak berkontradisi sehingga membentuk kesatuan keseluruhan. Bagian-bagian dari
pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu kesatuan antara bagian-bagian saling
berkaitan baik hubungan interelasi (saling berhubungan) maupun interdependensi
(saling ketergantungan). Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus merupakan
suatu kesatuan dan keutuhan (majemuk tunggal) yaitu ke lima sila baik rumusan,
inti dan isi dari sila-sila Pancasila merupakan kesatuan dan kebulatan.
4. Universal
Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal atau
dapat dikatakan bersifat objektif, dalam arti bahwa penelusuran kebenaran tidak
didasarkan oleh alasan rasa senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju,
melainkan alasan karena yang dapat diterima oleh akal, dengan demikian
kebenarannya relatif, tidak dapat dibatasi oleh waktu, ruang, keadaan, kondisi,
maupun jumlah tertentu ( Sri Soeprapto, 1997:3). Nilai-nilai Pancasila bersifat
universal atau dengan kata lain intisari, esensi atau makna yang terdalam dari
sila-sila Pancasila pada hakekatnya bersifat universal.
b.Tingkatan
Pengetahuan Ilmiah
Sebelum kita memahami lebih jauh mengenai tingkat pengetahuan,
terlebih dahulu kita akan mengemukakan pengertian pengetahuan.
Pengetahuan
adalah suatu keadaan yang hadir dikarenakan persentuhan kita dengan suatu
perkara. Keluasan dan kedalaman kehadiran kondisi-kondisi ini dalam pikiran dan
jiwa kita sangat bergantung pada sejauh mana reaksi, pertemuan, persentuhan,
dan hubungan kita dengan objek-objek eksternal sehingga makrifat dan
pengetahuan ialah suatu keyakinan yang kita miliki yang hadir dalam
syarat-syarat tertentu dan terwujud karena terbentuknya hubungan-hubungan
khusus antara subjek (yang mengetahui) dan objek (yang diketahui) dimana
hubungan ini sama sekali kita tidak ragukan.
John Dewey menyamakan
antara hakikat itu sendiri dan pengetahuan dan beranggapan bahwa pengetahuan
itu merupakan hasil dan capaian dari suatu penelitian dan observasi.
Menurutnya, pengetahuan seseorang terbentuk dari hubungan dan jalinan ia dengan
realitas-realitas yang tetap dan yang senantiasa berubah. Selanjutnya, tingkat
pengetahuan ilmiah dalam masalah ini bukan berarti tingkatan dalam hal
kebenarannya namun lebih menekankan pada karakteristik pengetahuan
masing-masing. Tingkatan pengetahuan ilmiah sangat ditentukan oleh macam
pertanyaan ilmiah sebagai berikut :
- Deskriptif suatu pertanyaan “bagaimana”
- Kausal suatu pertanyaan “mengapa”
- Normatif suatu pertanyaan “ kemana”
- Esensial suatu pertanyaan “ apa “.
1. Pengetahuan Deskriptif
Pengetahuan deskriptif yaitu suatu jenis pengetahuan yang
memberikan suatu keterangan, penjelasan objektif. Kajian Pancasila secara
deskriptif berkaitan dengan kajian sejarah perumusan Pancasila, nilai-nilai
Pancasila serta kajian tentang kedudukan dan fungsinya.
2.
Pengetahuan Kausal
Pengetahuan kausal adalah suatu pengetahuan yang memberikan
jawaban tentang sebab akibat. Kajian Pancasila secara kausal berkaitan dengan
kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila yang meliputi 4 kausa yaitu kausa
materialis, kausa formalis, kausa efisien dan kausa finalis. Selain itu juga
berkaitan dengan Pancasila sebagai sumber nilai, yaitu Pancasila sebagai sumber
segala norma.
3.
Pengetahuan Normatif
Pengetahuan normatif adalah pengetahuan yang berkaitan dengan
suatu ukuran, parameter serta norma-norma. Dengan kajian normatif dapat
dibedakan secara normatif pengamalan Pancasila yang seharusnya dilakukan (das
sollen) dan kenyataan faktual (das sein) dari Pancasila yang bersifat dinamis.
4.
Pengetahuan Esensial
Pengetahuan esensial adalah tingkatan
pengetahuan untuk menjawab suatu pertanyaan yang terdalam yaitu pertanyaan
tentang hakekat sesuatu. Kajian
Pancasila
secara esensial pada hakekatnya untuk mendapatkan suatu pengetahuan tentang
intisari/makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila (hakekat Pancasila).
B.
Kebenaran Ilmiah Pancasila
Pengetahuan
manusia tidak akan pernah mencapai pengetahuan yang mutlak,termasuk pengetahuan
Pancasila, karena keterbatasan daya pikir dan kemampuan manusia.Pengetahuan manusia
bersifat evolutif, terus menerus berkembang dan dapat pula berkurang.Ada empat
macam teori yang mendasari tentang suatu kebenaran pada pola pikir manusia
yaitu :
1.Teori Kebenaran Koherensi
Teori
ini merupakan suatu usaha pengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan
eksperimen dianggap relible jika kesan-kesan yang berturut-turut dari satu
penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan
penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.
Teori
ini dipandang sebagai teori ilmiah yaitu sebagai usaha yang sering dilakukan di
dalam penelitian pendidikan khsusunya di dalam bidang pengukuran pendidikan.Teori
koherensi ini tidaklah bertentangan dengan teori korespondensi. Kedua teori ini
lebih bersifat melengkapi. Teori koherensi adalah pendalaman dan kelanjutan
yang teliti dari teori korespondensi. Teori korespondensi merupakan pernyataan
dari arti kebenaran. Teori koherensi (the coherence theory of trut) menganggap
suatu pernyataan benar bila di dalamnya tidak ada perntentangan, bersifat
koheren dan konsisten dengna pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar.
Dengan demikian suatu pernyataan dianggap benar, jika pernyataan itu
dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten dan pertimbangan lain yang telah
diterima kebenarannya. Rumusan kebenaran adalah turth is a sistematis coherence
dan trut is consistency. Jika A = B dan B = C maka A = C
Logika matematik yang deduktif
memakai teori kebenaran koherensi ini. Logika ini menjelaskan bahwa kesimpulan
akan benar, jika premis-premis yang digunakan juga benar. Teori ini digunakan
oleh aliran metafisikus rasional dan idealis. Teori ini sudah ada sejak Pra
Socrates, kemudian dikembangan oleh Benedictus Spinoza dan George Hegel. Suatu
teori dianggapbenar apabila telah dibuktikan (klasifikasi) benar dan tahan uji.
Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru yagn benar atau dengan teori
lama yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya
Contoh 1 :
Semua segitiga mempunyai sudut yang
berjumlah 180°
Penggaris ini berbentuk segitiga
Jadi, jumlah sudut penggaris ini 180
°
Contoh 2:
Semua manusia membutuhkan air
Rudi adalah seorang manusia
Jadi, Rudi membutuhkan air
2.Teori Kebenaran Korespondensi
Masalah
kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita oyek
(informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek
(ide, kesan). Jika ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan
kenyataan, realita, objek, maka sesuatu itu benar.Teori korispodensi (corespondence
theory of truth) menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu
terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan
atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat
tersebut. Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaran
dengan realitas yang serasi dengan sitasi aktual.
Dengan
demikian ada lima unsur yang perlu yaitu :
1.
Statemaent (pernyataan)
2.
Persesuaian (agreemant)
3.
Situasi (situation)
4.
Kenyataan (realitas)
5.
Putusan (judgements)
Kebenaran
adalah fidelity to objektive reality (kesesuaian pikiran dengan kenyataan).
Teori ini dianut oleh aliran realis. Pelopornya plato, aristotels dan moore
dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas Aquinas di abad skolatik,
serta oleh Berrand Russel pada abad moderen.Cara berfikir ilmiah yaitu logika
induktif menggunakan teori korespodensi ini. Teori kebenaran menuru
corespondensi ini sudah ada di dalam masyarakat sehingga pendidikan moral bagi
anak-anak ialah pemahaman atas pengertian-pengertian moral yang telah merupakan
kebenaran itu. Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus diartikan
sebagai dasar bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya.
Artinya anak harus mewujudkan di
dalam kenyataan hidup, sesuai dengan nilai-nilai moral itu. Bahkan anak harus
mampu mengerti hubungan antara peristiwa-peristiwa di dalam kenyataan dengan
nilai-nilai moral itu dan menilai adakah kesesuaian atau tidak sehingga
kebenaran berwujud sebagai nilai standard atau asas normatif bagi tingkah laku.
Apa yang ada di dalam subyek (ide, kesan) termasuk tingkah laku harus
dicocokkan dengan apa yang ada di luar subyek (realita, obyek, nilai-nilai)
bila sesuai maka itu benar.
Contoh :
-
Semua
besi bila dipanaskan akan memuai.
-
Jakarta
adalah ibukota negara RI
-
Pancasila
adalah dasar negara RI
-
Orang
Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa
-
Sebagian
besar mahasiswa FIP adalah perempuan
3.Teori Kebenaran
Pragmatisme
Paragmatisme
menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai metode
project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar
hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu
itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan
tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya
manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu
melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.Dalam dunia
pendidikan, suatu teori akan benar jika ia membuat segala sesutu menjadi lebih
jelas dan mampu mengembalikan kontinuitas pengajaran, jika tidak, teori ini
salah.
Jika teori itu praktis, mampu
memecahkan problem secara tepat barulah teori itu benar. Yang dapat secara
efektif memecahkan masalah itulah teori yang benar (kebenaran).
Teori
pragmatisme (the pragmatic theory of truth) menganggap suatu pernyataan,
teori atau dalil itu memliki kebanran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi
kehidupan manusia.
Kaum pragmatis menggunakan kriteria
kebenarannya dengan kegunaan (utility) dapat dikerjakan (workobility) dan
akibat yagn memuaskan (satisfaktor consequence). Oleh karena itu tidak ada
kebenaran yang mutak/ tetap, kebenarannya tergantung pada manfaat dan
akibatnya.
Akibat/ hasil yang memuaskan bagi
kaum pragmatis adalah :
1.
Sesuai dengan keinginan dan tujuan
2. Sesuai dengan teruji dengan suatu
eksperimen
3. Ikut membantu dan mendorong
perjuangan untuk tetap eksis (ada)
Teori
ini merupakan sumbangan paling nyata dari pada filsup Amerika tokohnya adalha
Charles S. Pierce (1914-1939) dan diikuti oleh Wiliam James dan John Dewey
(1852-1859).Wiliam James misalnya menekankan bahwa suatu ide itu benar terletak
pada konsikuensi, pada hasil tindakan yang dilakukan. Bagi Dewey konsikasi
tidaklah terletak di dalam ide itu sendiri, malainkan dalam hubungan ide dengan
konsekuensinya setelah dilakukan. Teory Dewey bukanlah mengerti obyek secara
langsung (teori korepondensi) atau cara tak langsung melalui kesan-kesan dari
pada realita (teori konsistensi). Melainkan mengerti segala sesuai melalui
praktek di dalam program solving.Menurut teori ini sesuatu pernyataan atau
pemikiran dikatakan benar apabila dapat mendatangkan manfaat atau kegunaan pada
banyak orang. Jadi, tidak cukup bila suatu pernyataan dilihat secara
korespondensi atau koherensi. Hal yang lebih penting adalah apakah pernyataan
itu dapat dilaksanakan, ditindaklanjuti dalam perbuatan yang bermanfaat.
Apabila sesuatu itu bermanfaat bagi manusia berarti sesuatu itu benar. Apabila
suatu ide yang brilian dapat dilaksanakan secara operasional barulah ide
tersebut benar.
Contoh:
Pernyataan “Semua besi bila
dipanaskan akan memuai” mempunyai kebenaran pragmatis bagi tukang pandai besi
atau pabrik untuk mengolah besi sehingga menjadi alat-alat yang bermanfaat bagi
manusia.
Misalnya, ada peristiwa kebakaran.
Pernyataan tentang apa sebab kebakaran tidak
bermanfaat,
maka tidak benar. Hal yang benar adalah tindakan cepatuntuk memadamkan api
seperti mencari ember dan air, menelepon pemadam kebakaran, dan lain – lain.
4.Teori Kebenaran Konsensus
Suatu teori dinyatakan benar jika teori
itu berdasarkan pada paradigma atau perspektif tertentu dan ada komunitas
ilmuwan yang mengakui atau mendukung paradigma tersebut.Dengan kata lain suatu pernyataan
dikatakan benar apabila dihasilkan dari suatu konsensus bersama (kesepakatan).
Untuk mencapai konsensus, ada
syarat-syarat yang harus dipenuhi.Menurut Jurgen Habermas, konsensus harus
memenuhi syarat:
1. Keterpahaman Ã
hal yang dibicarakan dapat dipahami
2. diskursus/wacana, Ã ada dialog antar ide
3. ketulusan/kejujuran à semua kepentingan/interest
dikemukakan sehingga ada keterbukaan
4. OtoritasÃ
orang yang terlibat dalam konsensus memang memiliki kewenangan untuk itu
sehingga keputusannya dapat dipertanggungjawabkan.
Contoh :
-
Kesepakatan
para bapak pendiri negara tentang dasar negara Pancasila
-
Konsensus
anggota MPR untuk
mengubah/mengamandemen UUD 1945 sebagai salah satu wujud dari agenda reformasi
hukum
-
Kesepakatan
komunitas ilmiah (ilmuwan) dalam menetapkan paradigma dan metode ilmiah bidang
ilmu masing-masing.
C.
Ciri Berfikir
Ilmiah Filsafati Dalam Pembahasan
Pancasila
Ada
syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sehingga pengetahuan itu dapat
dikatakan sebagai suatu ilmu. Pembahasan Pancasila sebagai suatu kajian ilmiah
harus memenuhi syarat ilmiah. Menurut Poedjawijatna dalam bukunya ‘Tahu dan
Pengetahuan’ syarat-syarat ilmiah adalah sebagai berikut:
1.Berobjek
Semua pengetahuan harus memiliki
objek, yang terdiri atas objek formal dan material. Objek formal Pancasila
adalah suatu sudut pandang tertentu dalam pembahasan Pancasila atau dengan kata
lain dari sudut pandang apa Pancasila itu dibahas. Sudut pandang ilmiah dalam
mengkaji Pancasila bersifat interdisipliner, artinya melibatkan berbagai sudut
pandang yang relevan dan mendukung seperti sudut pandang historis (sejarah),
yuridis (hukum), filosofis atau kultural (budaya), dan lain-lain.
Objek
material Pancasila adalah suatu objek yang merupakan sasaran kaji atau bahasan
Pancasila, baik yang bersifat empiris maupun non-empiris. Pancasila merupakan
hasil budaya bangsa Indonesia. Dengan demikian, bangsa Indonesia dengan segala
hasil budayanya dalam bermasyarakat dan bernegara adalah objek material dari
Pancasila atau asal mula nilai-nilai Pancasila. Objek material yang bersifat
non-empiris merupakan objek yang lebih bersifat abstrak, tidak dapat diindera
secara langsung seperti nilai-nilai moral, religius yang tercermin di dalam
kepribadian, sifat karakter dan pola budaya bangsa Indonesia.Objek material
yang bersifat empiris adalah hasil-hasil kongkrit yang mencerminkan nilai-nilai
moral, perilaku, karakter, pola budaya bangsa Indonesia sejak dahulu sampai
sekarang. Contohnya peninggalan sejarah zaman kuno berupa prasasti,
candi-candi, bangunan-bangunan, naskah-naskah kuno, peninggalan zaman menjelang
dan sesudah kemerdekaan berupa naskah-naskah sidang, lembaran negara dan
sebagainya yang menunjukkan adanya nilai-nilai Pancasila di dalamnya.
2.Bermetode
Dalam suatu ilmu harus ada metode
yaitu seperangkat cara atau sistem pendekatandalam rangka pembahasan obyek
materialnya untuk mendapatkan kebenaran yang obyektif.Ada beberapa metode yang
digunakan dalam pembahasan Pancasila, antara lain: analitiko sintetik (perpaduan
antara analisis dan sintesis), hermeneutika (metode untuk
menemukan makna), dan koherensi historis.
3. Bersistem
Sebuah sistem mengandung unsur-unsur
sebagai berikut:
a.
merupakan suatu kesatuan bagian-bagian
b.
bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
c.
bagian-bagian yang termuat dalam sistem saling berhubungan dan
salingketergantungan
d.
dalam suatu sistem termuat adanya maksud dan tujuan tertentu (bersama)
e.
bagian-bagian sistem itu tergantung dalam suatu lingkungan yang kompleks.
Pengkajian
Pancasila secara ilmiah harus merupakan satu kesatuan yang utuh. Terlebih lagi
pancasila sebagai rumusan bangsa Indonesia memang sudah tersusun secara utuh,
satu kesatuan majemuk tunggal, yaitu kelima sila baik rumusannya, inti
sila-sila Pancasila merupakan satu kebulatan dan kesatuan. Pancasila sebagai
objek pemahaman ilmiah bersifat koheren tanpa ada pertentangan satu sama lain
sehingga makna di dalamnya menunjukkan adanya suatu kesatuan system .
5.Bersifat
Universal
Kebenaran pengetahuan ilmiah harus
bersifat umum atau universal,artinya kebenaranya
tidak terbatas oleh waktu, ruang, keadaan situasi, kondisi maupun jumlah
tertentu.Dalam
kaitannya dengan Pancasila dapat diketahui bahwa hakikat ontologis sila-sila
Pancasila adalah besifat universal atau dengan kata lain esensi sila-sila
Pancasila itu tidak terbatas oleh ruang dan waktu dapat diterapkan di mana
saja.
BAB IV
BENTUK DAN SUSUNAN PANCASILA
A. Bentuk Pancasila
Pancasila yang sila-silanya merupakan satu
kesatuan keseluruhan, menurut Notonagoro susunannya adalah hierarkis dan
mempunyai bentuk-piramidal. Dalam buku "Pancasila secara Ilmiah
Populer", beliau juga menegaskan, yang dimaksud bentuk piramid dari
kesatuan Pancasila ialah, bahwa sila yang pertama dan seterusnya tiap-tiap sila
bagi sila berikutnya adalah menjadi dasar dan tiap-tiap sila berikutnya itu
merupakan penjelmaan atau pengkhususan dari sila yang mendahuluinya, sehingga
dengan demikian sila yang pertama merupakan dasar umum, dasar yang terbesar
lingkungannya, dan sila ke-lima adalah yang paling khusus, jadi yang
lingkungannya paling terbatas, sehingga sila-sila Pancasila itu dapat
digambarkan sebagai kesatuan yang berbentuk sebagai suatu bangunan bertingkat,
yang tingkatannya makin meninggi semakin menjadi kurang luas.
Dalam hierarkis piramidal itu basisnya
ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, sedang puncak piramidnya Keadilan sosial, yang
sesuai dengan rumusan sila kelima "untuk mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia", merupakan tujuan dari keempat sila yang
lainnya. Selanjutnya Notonagoro menjelaskan bahwa hal ini hanya suatu gambaran
dari suatu bentuk secara matematis, sehingga sebenarnya dapat saja orang
membuat gambaran secara lain dari kesatuan Pancasila dalam hal bentuknya.
Secara singkat uraian Notonagoro di atas dapat dinyatakan bahwa bentuk susunan
hierarkis-piramidal Pancasila ialah: Kesatuan bertingkat yang tiap sila di muka
sila lainnya merupakan basis atau pokok pangkalnya, dan tiap sila merupakan
pengkhususan dari sila di mukanya. Bentuk susunan hierarkis-piramidal
Pancasila, dapat digambarkan dalam bentuk diagram yang disebut dengan diagram
hierarkis-piramidal Pancasila.
Dengan adanya bentuk diagram ini, terlebih
dahulu dapat diuraikan sebagai pengantar bahwa Tuhan Pencipta segala makhluk,
Yang Maha Kuasa, Yang Maha Esa, asal segala sesuatu dan sekaligus sebagai dasar
semua hal yang ada dan yang mungkin ada. Oleh karena itu Tuhan sebagai dasar
dari penciptaannya, yang di dalam diagram digambarkan sebagai dasar
terbentuknya diagram itu, dan salah satu ciptaan Tuhan adalah manusia. Diagram
hierarkis-piramidal Pancasila menunjukkan sekelompok himpunan manusia yang
mempunyai sifat-sifat tertentu. Adapun himpunan yang merupakan dasar adalah
adanya sekelompok manusia yang dalam kehidupannya selalu mengakui dan meyakini
adanya Tuhan baik dengan pernyataan maupun perbuatannya.Selanjutnya sebagai
pengkhususan diikuti suatu himpunan manusia yang saling menghargai dan
mencintai sesama manusia, memberikan dan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana
mestinya.Dalam kehidupan manusia, secara kodrati terbentuk adanya suatu
kelompok-kelompok atau perserikatan-perserikatan persatuan sebagai penjelmaan
makhluk sosial.Dan salah satu perserikatan adalah Persatuan Indonesia. Di dalam
persatuan itu membutuhkan pimpinan serta kekuasaan untuk mengatur kehidupan
sehari-hari sebagai warga persatuan, dan karena persatuan dibentuk dari warga
rakyat, maka pimpinan harus di tangan rakyat secara kekeluargaan, yang disebut
dengan istilah kerakyatan, sering juga disebut dengan kedaulatan rakyat, dalam
arti rakyatlah yang berkuasa, rakyat yang berdaulat. Hal yang dimaksud dengan
pancasila bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal adalah dalam pancasila ini
berarti memiliki hubungan antara kelompok sila yang ada dalam pancasila dan
bersifat erat.Hirarkis sendiri memiliki arti yaitu pengelompokan /
penggolongan.
Pancasila yang terdiri dari 5 sila itu
saling berkaitan yang tak dapat dipisahkan:
• Sila pertama
menjelaskan bahwa pada sila pertama itu meliputi dan menjamin
isi sila 2, 3, 4, dan 5, artinya dalam segala hal yang berkaitan dengan
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus dijiwai nilai-nilai ketuhanan Yang
Maha Esa.
• Sila kedua
tertulis kemanusiaan yang adil dan beradab yang diliputi sila
ke-1 dan isinya meliputi sila 3, 4, dan 5, dalam sila ini terkandung makna
bahwa sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk
tuhan yang beradab, maka segala hal yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa
dan bernegara harus mencerminkan bahwa negara ini mempunyai peraturan yang
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
• Sila ketiga
tertulis persatuan Indonesia yang diliputi dan dijiwai sila
1, 2 yang meliputi dan menjiwai isi dari sila 4, dan 5, sila ini mempunyai
makna manusia sebagai makhluk sosial wajib mengutamakan persatuan negara
Indonesia yang disetiap daerah memiliki kebudayaan-kebudayaan maupun beragama
yang berbeda.
• Sila keempat
diliputi dan dijiwai sila 1, 2, 3 yang meliputi dan menjiwai
isi dari sila kelima. Sila ini menjelaskan bahwa negara Indonesia ini ada
karena rakyat maka dari itu rakyat berhak mengatur kemana jalannya negara ini.
• Sila kelima
yang bertuliskan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia itu diliputi dan dijiwai oleh isi dari sila 1, 2, 3, dan 4. Sila ini
mengandung makna yang harus mengutamakan keadilan bersosialisasi bagi rakyat
Indonesia ini sendiri tanpa memandang perbedaan-perbedaan yang ada.
|
|
KETUHANAN YANG MAHA ESA
B. Susunan Pancasila
Pancasila terdiri atas 5 sila.Setiap
sila merupakan asas dengan fungsinya masing-masing.Namun secara keseluruhan
pancasila merupakan sesuatu yang universal. Sila-sila pancasila merupakan satu
kesatuan dan keutuhan, yang konsekuensinya tidak dapat berdiri sendiri,
terlepas dari sila-sila yang lain. Kesatuan ini dapat dijelaskan dengan istilah
sebagai berikut:
1. Majemuk
tunggal
Majemuk
tunggal artinya terdiri dari 5 sila, namun merupakan kesatuan yang bulat dan
utuh. Setiap sila tidak dapat dipisahkan dengan yang lain agar maknanya tidak
berubah. Satu kesatuan organis maksudnya masing-masing sila mempunyai kedudukan
yang mutlak, sila yang satu menentukan keberadaan sila yang lainnya.Setiap sila
saling mengkualifikasi, yaitu dalam perwujudan konkritnya antara nilai satu
sila, nilai sila lainnya saling menyempurnakan. Sila yang satu mensyaratkan
pengertian empat sila yang lain dalam pengamalannya.
2. Kesatuan
majemuk tunggal bersifat organis
Masing-masing
sila tidak terpisahkan satu sama lain dalam hal kesatuannya
Masing-masing
sila mempunyai kedudukan dan fungsi sendiri-sendiri
Masing-masing
sila berbeda namun tidak bertentangan
Masing-masing
sila atau bagian saling melengkapi
Masing-masing
sila atau bagian tidak boleh dilepas-pisahkan satu sama lain
3. Kesatuan
sila-sila pancasila yang saling mengisi dan mengkualifikasi
Sila-sila
pancasila sebagai satu kesatuan dapat dirumuskan pula dalam hubungannya saling
mengisi atau mengkualifikasi dalam rangka hubungan hierarkis pyramidal
tadi.Tiap-tiap sila seperti yang disebutkan di atas mengandung empat
silalainnya.Untuk kelengkapan hubungan kesatuan keseluruhan dari sila-sila
pancasila dipersatukan dengan rumus hierarkis tersebut diatas.
Kesatuan organis dari kemajemukan akan
menghidupkan kedudukan dan fungsi-fungsi sila dalam satu kesatuan yang
utuh. Masing-Masing Sila Mengandung 4 sila lainnya Dikualifikasi oleh 4 sila
lainnya:
Sila 1 juga mengandung sila 2,3,4,5
Sila 2 juga mengandung sila 1,3,4,5
Sila 3 juga mengandung sila 1,2,4,5
Sila 4 juga mengandung sila 1,2,3,5
Sila 5 juga mengandung sila 1,2,3,4
BAB
V
PANCASILA
SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA
A.
Hubungan Filsafat dan Ideologi
a. Pengertian filsafat
Secara etimologi berasal dari bahasa
Yunani philosophia ( dari phelien berarti mencintai, atau
philia berarti cinta, dan sophia berarti kearifan, kebenaran ) yang
melahirkan kata Inggris“philosophy”, yang biasanya diartikan dengan “
cinta kearifan”. Pada awalnya sophia tidak hanya berarti kearifan, tetapi
berarti pula kerajinan sampai kebenaran utama, pengetahuan yang luas, dan
bahkan kecerdikan dalam memutuskan hal-hal yang praktis. Jadi filsafat asal
mulanya merupakan kata yang sangat umum untuk mencari keutamaan mental.
Pengertian filsafat secara
konsepsional adalah definisi filsafat sebagai mana dikemukakan oleh para
filsuf. The Liang Gie (1979:6-15) mengtakan terdapat sekurangnya 30 macam
definisi tentang filsafat . Beberapa contoh pengertian filsafat dapat
disebutkan dibawah ini :
1.
Konsepsi
Aristoteles dapat dilacak dalam bukunya Metaphysics. Filsafat diartikan
sebagai ilmu yang menyelidiki tentang hal ada sebagai hal ada yang berbeda
dengan bagian-bagiannya yang satu atau yang lainnya.
2.
Konsepsi
Cicero menyebut filsafat sebagai “ ibu dari semua seni”. Ia juga mendefinisikan
flsafat sebagai art vitae( seni kehidupan). Konsepsi filsafat ini
menguasai pemikiran orang-orang terpelajar selama zaman Renaissance.
Fisafat sebagai
hasil berpikir dapat dipakai acuan, orientasi, atau dasar dalam kehidupan
pribadi ataupun kelompok karena ia meyakini kebenatan yang terkandung didalam
pemikiran filsafat tersebut. Filsafat yang demikian ini secara umum diartikan
sebagai ideologi.
b.Pengertian
Ideologi
Dalam
ensiklopedi Politik dan Pembangunan (1988) dijelaskan bahwa istilah ideologi
berasal dari kata Yunani idein yang artinya melihat dan logia
yang berarti kata, ajaran. Istilah ideology pertama kali diperkanalkan oleh A.
Destult de Tracy untuk menyebutkan suatu cabang filsafat, yaitu science
desidees, sebagai ilmu yang mendasari ilmu-ilmu lain, misalnya pedagogi,
etikadan politik. Pemgertian ideology pada awalnya berarti
ilmu tentang terjadinya cita-cita, gagasan atau buah pikiran.
Menurut Marxisme,
ideology diartikan sebagai pandangan hidup yang dikembangkan berdasarkan
kepentingan golongan atau kelas sosial tertentu dalm bidang politik atau
sosial.
Ideologu secara
praktis diartikan sebagai sistem dasar seseorang tentang nilai-nilai dan
tujuan-tujuan serta sarana-sarana pokok untuk mencapainya. Ideologi merupakan
suatu “ belief system “ dan Karena itu berbeda dengan ilmu, filsafat maupun
theologi yang secara formal merupakan suatu “ knowledge system “ yang bersifat
reflektif, sistematis dan kritis (Pramarka, 1985). Oleh karena itu terdapat
beberapa pengertian mengenai ideologi , maka pemahaman makna ideology hendaknya
selalu dikaitkan dalam pembicaraan tertentu sehingga pemahaman yang salah dapat
dihindari.
4. Pancasila Sebagai Filsafat
Filsafat
sebagai metode menunjukan cara berpikir dan cara mengadakan analisis yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk dapat menjabarkan Ideologi pancasila. Sedangkan
Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai dan pemikiran yang dapat
menjadi subtansi dan isi pembentukan ideologi pancasila.
1.
Aspek Ontologi
Ontologi menurut Runes adalah teori tentang adanya keberadaan atau
eksistensi.Sedangkan menurut Aristoteles, sebagai filsafat pertama, ontologi
adalah ilmu yang menyelidiki hakikat sesuatu dan disamakan artinya
metafisika.Jadi, ontologi adalah bidang yang menyelidiki makna yang ada
(eksistensi dan keberadaannya), sumber ada, jenis ada dan hakikat ada, termasuk
ada alam, manusia, metafisika, dan kesemestaan dan kosmologi.
2.
Aspek Epistemologi
Epistemologi menurut Runes adalah bidang atau cabang filsafat yangmenyelidik
asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmupengetahuan.Kajianepistimologi
filsafat pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat pancasila
sebagai suatu sistem pengetahuannya.Epistimologi Pancasila sebagai suatu obyek
kajian pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan
Pancasila dan susunan pengetahuan pancasila.
3.
Aspek Aksiologi
Aksiologi menurut Runes Berasal dari istilah Yunani, aksios yang berarti
nilai, manfaat, pikiran atau ilmu/ teori.Dalam pengertian yang modern disamakan
dengan teori nilai yakni sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik,
bidang yang menyelidiki hakikat nilai, kriteria, dan kedudukan metafisika suatu
nilai.Kajian aksiologi filsafat Pancasila pada hakikatnya membahas tentang
nilai praksis atau manfaat suatu pengetahuan tentang pancasila.
5.
Karakteristik Filsafat Pancasila
Apabila
memahami nilai-nilai dan sila-sila pancasila akan terkandung beberapa hubungan
manusia yang melahirkan keseimbangan antara hak dan kewajiban antara hubungan
tersebut, yaitu :
1.
Hubungan Vertikal
Hubungan vertical adalah hubungan
manusia dengan Tuhan YME sebagai penjelmaan dari nilai-nilai ketuhanan YME.
2.
Hubungan Horizontal
Hubungan Horizontal adalah hubungan
manusia dengan sesamanya baik dalam fungsinya sebagai warga masyarakat, warga
bangsa, dan warga negara.
3.
Hubungan Alamiah
Hubungan alamiah adalah hubungan manusia dengan alam
sekitar yang meliputi hewan,tumbuh-tumbuhan dan alam dengan segala kekayaanya.
Pancasila adalah pandanganhidup atau ideologi yang mengatur hunungan manusia
dengan tuhan, antar manusiadengan masyarakat atau bangsanya, dan manusia
dengan lingkungannya. Alasanprinsipil pancasila sebagai pandangan hidup dengan
fungsinya tersebut diatas adalahsebagai berikut :
a. Mengakui adanya kekuatan gaib yang
ada diluar diri manusia menjadi pencipta serta penguasa alam semesta.
b. Keseimbangan dalam hubungan,
keserasian-keserasian dan untuk menciptakannya perlu pengendalian
c. Dalam mengatur hubungan, peranan dan
kedudukan bangsa sangat penting .persatuan dan kesatuan sebagai bangsa
merupakan nilai sentral.
d. Kekeluargaan, gotong royong,
kebersamaan, serta musyawarah untuk mufakat dijadikan sendi kehidupan bersama.
e. Kesejahteraan bersama menjadi tujuan
hidup bersama.
6. Pancasila Sebagai
Ideologi Nasional
Secara
umum ideologi adalah suatu kumpulan atau gagasan, ide, keyakinan serta
kepercayaan yang bersifat sistematis yang mengarahkan tingkah laku seseorang
dalam berbagai bidang kehidupan, seperti :
- Bidang politik, termasuk bidang
hukum, pertahanan dan keamanan
- Bidang sosial
- Bidang keamanan
- Bidang keagamaan
Fungsi Ideologi
1. Struktur koqnitif,ialah keseluruhan
pengetahuan yang dapat merupakan landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia
dan kejadian dalam alam sekitarnya.
2. Orientasi dasar Negara dengan membuka wawasan
yang memberikan makna serta menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia.
3. Norma-
norma yang menjadi pedemon dan pegangan bagi seorang untuk melangkah dan
bertindak.
4. Bekal
dan jalan bagi seseorang untuk menemukan indentiknya
5. Kekuatan
yang menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan
mencapai tujuh.
6. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat
untuk memahami menghayati serta memolakan tingkah lakunya sesuai dengan
orientasi dan norma – norma yang terkandung dalamnya.
Makna Ideologi Bagi Negara
1.
Ideologi negara dalam arti adalah cita -cita negara
2.
Mempunyai derajat yang tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan
kenegaraan.
3.
Mewujudkan suatu akses kerohanian pandangan dunia, padangan hidup yang
harus
dipelihara,
dikembangkan, diamalkan,dilestarikan kepada generasi penerus bangsa.
4.
Diperjuangkan dan dipertahankan.
Ideologi pancasila yang merupakan dasar Negara
itu berfungsi baik dalam menggambarkan tujuan Negara.Hakikat ideology adalah
hasil refleksi manusia berkat kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia
kehidupannya.
Ideologi
di samakan dengan filsafat ideologi mengandung nilai dan pengetahuanFilsofis.
Tetapi berlaku sebagai keyakinan yang normatif, sebaliknya filsafat adalah
rangkaian pengetahuan ilmiah yang disusun secara sistematis tenteng kenyataan –
kenyataan hidup dalam bermasyarakat dan bernegara .
B.
Perbandingan Ideologi Komunisme, Liberalisme,
dan Pancasila
1.Ideologi Komunisme
Komunisme
adalah salah satu ideologi di dunia.Komunisme sebagai anti kapitalisme
menggunakan sistem sosialisme sebagai alat kekuasaan sebagai Prinsip semua
adalah milik rakyat dan dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat secara merata.Komunisme
pada awal kelahiran adalah sebuah koreksi terhadap faham kapitalisme di awal
abad ke-19an, dalam suasana yang menganggap bahwa kaum buruh dan pekerja tani
hanyalah bagian dari produksi dan yang lebih mementingkan kesejahteraan
ekonomi. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya, muncul beberapa faksi
internal dalam komunisme antara penganut komunis teori dengan komunis
revolusioner yang masing-masing mempunyai teori dan cara perjuangannya yang
saling berbeda dalam pencapaian masyarakat sosialis untuk menuju dengan apa
yang disebutnya sebagai masyarakat utopia.Secara umum komunisme berlandasan
pada teori Dialektika materi oleh karenanya tidak bersandarkan pada kepercayaan
agama dengan demikian pemberian doktrin pada rakyatnya, dengan prinsip bahwa
“agama dianggap candu” yang membuat orang berangan-angan yang membatasi
rakyatnya dari pemikiran ideologi lain karena dianggap tidak rasional serta
keluar dari hal yang nyata (kebenaran materi).
Komunisme
merupakan ideologi yang menghendaki penghapusan pranata kaum kapitalis serta
berkeinginan membentuk masryarakat kolektif agar tanah dan modal (faktor
produksi) dimiliki secara sosial dan pertentangan kelas serta sifat kekuatan
menindas dari negara tidak berlangsung lagi. Dalam setiap upaya-upaya untuk menanamkan
ideologinya itu, Paham komunis berusaha mengambil jalan pintas yakni dengan
jalan revolusi dengan metode kekerasan. Hal inilah yang menyebabkan antipati
masyarakat dunia terhadap paham ini. Kalau kita membuka lembaran sejarah
berikutnya, Afganistan yang pernah berada di bawah jajahan Unisoviet mengalami
tragedi kemanusiaan yang panjang akibat cara-cara kekerasan yang dilakukan
Penganut paham komunis tersebut.
Ciri - ciri ideologi komunis:
a. Penganut-penganut komunis
mempercayai bahawa sistem kapitalis (pasaran bebas) adalah buruk. Mengikut
mereka, golongan pekerja dalam sistem kapitalis amat menderita.
b. Komunis mempercayai bahawa
golongan pekerja harus bersatu dalam kesatuan-kesatuan sekerja dan lain-lain
pertubuhan. Kemudian, mereka harus mengadakan revolusi untuk menjatuhkan
kapitalis.
c.Komunis percaya bahawa masyarakat
baru komunis akan menjadi masyarakat yang tidak berkelas. Tidak akan terdapat
lagi golongan penindas dan golongan yang ditindas. Semua orang memiliki
kekayaan yang sama (tidak akan wujud golongan kaya/elit).
d.Komunis percaya bahawa dalam
sebuah negara komunis, semua harta adalah hak milik negara. Orang perseorangan
tidak boleh memiliki tanah atau perniagaan. Pemilikan harta persendirian adalah
merupakan ciri-ciri kapitalis yang perlu dielakkan. Semua harta mesti dimiliki
dan diuruskan oleh kerajaan. Harta-harta kapitalis akan dirampas.
e. Komunis anti agama dan tidak
mempercayai kewujudan Tuhan. Mereka menganggap bahawa agama adalah candu
masyarakat.
2.Ideologi Liberalisme
Liberalisme
adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan
pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama. Liberalisme
tumbuh dari konteks masyarakat Eropa pada abad pertengahan. Ketika itu
masyarakat ditandai dengan dua karakteristik berikut. Anggota masyarakat
terikat satu sama lain dalam suatu sistem dominasi kompleks dan kukuh, dan pola
hubungan dalam system ini bersifat statis dan sukar berubah.
Suatu
ideologi dapat digolongkan doktriner apabila ajaran-ajaran yang terkandung
dalam ideologi itu dirumuskan secara sistematis dan terinci dengan jelas,
diindoktrinasikan kepada warga masyarakat, dan pelaksanaannya diawasi secara
ketat oleh aparat partai atau aparat pemerintah. Biasanya sistem nilai atau
ideologi yang diperkenankan hidup dalam masyarakat seperti ini hanyalah
ideologi yang doktriner tersebut. Akan tetapi, apabila ajaran-ajaran yang
terkandung dalam ideologi tersebut tidak dirumuskan secara sistematis dan
terinci, melainkan dirumuskan secara umum (prinsip-prinsipnya saja) maka
ideologi tersebut digolongkan sebagai ideologi pragmatis. Dalam hal ini,
ideologi itu tidak diindoktrinasikan, tetapi disosialisasikan secara fungsional
melalui kehidupan keluarga, sistem pendidikan, sistem ekonomi, kehidupan agama
dan sistem politik. Atas dasar itu, pelaksanaannya tidak diawasi oleh aparat
partai atau pemerintah, melainkan dengan pengaturan kelembagaan. Maksudnya,
siapa saja yang tidak menyesuaikan diri dengan nilai-nilai yang terkandung
dalam ideologi tidak akan hidup secara wajar. Liberalisme merupakan salah satu
contoh ideologi pragmatis. Biasanya tidak satu ideologi saja yang diperkenankan
berkembang dalam masyarakat ini, tetapi ada satu yang dominan.
Liberalisme
sebagai suatu ideologi pragmatis muncul pada abad pertengahan di kalangan
masyarakat Eropa. Masyarakat Eropa pada saat itu secara garis besar terbagi
atas dua, yakni kaum aristokrat dan para petani. Kaum aristokrat diperkenankan
untuk memiliki tanah, golongan feodal ini pula yang menguasai proses politik
dan ekonomi, sedangkan para petani berkedudukan sebagai penggarap tanah yang
dimiliki oleh patronnya, yang harus membayar pajak dan menyumbangkan tenaga
bagi sang patron. Bahkan di beberapa tempat di Eropa, para petani tidak
diperkenankan pindah ke tempat lain yang dikehendaki tanpa persetujuan sang
patron (bangsawan). Akibatnya, mereka tidak lebih sebagai milik pribadi sang
patron. Sebaliknya, kesejahteraan para penggarap itu seharusnya ditanggung oleh
sang patron. Industri dikelola dalam bentuk gilde-gilde yang mengatur secara
ketat, bagaimana suatu barang diproduksi, berapa jumlah dan distribusinya.
Kegiatan itu dimonopoli oleh kaum aristokrat. Maksudnya, pemilikan tanah oleh
kaum bangsawan, hak-hak istimewa gereja, peranan politik raja dan kaum bangsawan,
dan kekuasaan gilde-gilde dalam ekonomi merupakan bentuk-bentuk dominasi yang
melembaga atas individu. Dalam konteks perkembangan masyarakat itu muncul
industri dan perdagangan dalam skala besar, setelah ditemukan beberapa
teknologi baru. Untuk mengelola industri dan perdagangan dalam skala
besar-besaran ini jelas diperlukan buruh yang bebas dan dalam jumlah yang
banyak, ruang gerak yang leluasa, mobilitas yang tinggi dan kebebasan
berkreasi. Kebutuhan-kebutuhan baru itu terbentur pada aturan-aturan yang
diberlakukan secara melembaga oleh golongan feodal. Yang membantu golongan
ekonomi baru terlepas dari kesukaran itu ialah munculnya paham liberal.
Liberalisme
tidak diciptakan oleh golongan pedagang dan industri, melainkan diciptakan oleh
golongan intelektual yang digerakkan oleh keresahan ilmiah dan artistik umum
pada zaman itu. Keresahan intelektual tersebut disambut oleh golongan pedagang
dan industri, bahkan hal itu digunakan untuk membenarkan tuntutan politik yang
membatasi kekuasaan bangsawan, gereja dan gilde-gilde. Mereka tidak bertujuan
semata-mata untuk dapat menjalankan kegiatan ekonomi secara bebas, tetapi juga
mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Masyarakat yang terbaik (rezim
terbaik), menurut paham liberal adalah yang memungkinkan individu mengembangkan
kemampuan-kemampuan individu sepenuhnya. Dalam masyarakat yang baik, semua
individu harus dapat mengembangkan pikiran dan bakat-bakatnya. Hal ini
mengharuskan para individu untuk bertanggung jawab pada segala tindakannya baik
itu merupakan sesuatu untuknya atau seseorang. Seseorang yang bertindak atas
tanggung jawab sendiri dapat mengembangkan kemampuan bertindak. Menurut asumsi
liberalisme inilah, John Stuart Mill mengajukan argumen yang lebih mendukung
pemerintahan berdasarkan demokrasi liberal. Dia mengemukakan tujuan utama
politik ialah mendorong setiap anggota masyarakat untuk bertanggung jawab dan
menjadi dewasa. Hal ini hanya dapat terjadi manakalah mereka ikut serta dalam
pembuatan keputusan yang menyangkut hidup mereka. Oleh karena itu, walaupun
seorang raja yang bijaksana dan baik hati, mungkin dapat membuat putusan yang
lebih baik atas nama rakyat dari pada rakyat itu sendiri, bagaimana pun juga
demokrasi jauh lebih baik karena dalam demokrasi rakyat membuat sendiri
keputusan bagi diri mereka, terlepas dari baik buruknya keputusan tersebut.
ciri-ciri ideologi liberal sebagai
berikut :
-
Pertama,
demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik.
-
Kedua,
anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan
berbicara, kebebasan beragama dan kebebasan pers.
-
Ketiga,
pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang
dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat belajar membuat
keputusan untuk diri sendiri.
-
Keempat,
kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh
karena itu, pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan
kekuasaan dapat dicegah. Pendek kata, kekuasaan dicurigai sebagai hal yang
cenderung disalahgunakan, dan karena itu, sejauh mungkin dibatasi.
-
Kelima,
suatu masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau sebagian
besar individu berbahagia. Walau masyarakat secara keseluruhan berbahagia,
kebahagian sebagian besar individu belum tentu maksimal. Dengan demikian,
kebaikan suatu masyarakat atau rezim diukur dari seberapa tinggi indivivu
berhasil mengembangkan kemampuan-kemampuan dan bakat-bakatnya. Ideologi
liberalisme ini dianut di Inggris dan koloni-koloninya termasuk Amerika
Serikat.
Pemikiran
liberal (liberalisme) berkembang sejak masa Reformasi Gereja dan Renaissans
yang menandai berakhirnya Abad Pertengahan (abad V-XV). Disebut liberal, yang
secara harfiah berarti bebas dari batasan (free from restraint), karena
liberalisme menawarkan konsep kehidupan yang bebas dari pengawasan gereja dan
raja. Ini berkebalikan total dengan kehidupan Barat Abad Pertengahan ketika
gereja dan raja mendominasi seluruh segi kehidupan manusia.Secara umum,
liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh
kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya
pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki
adanya, pertukaran gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang mendukung usaha
pribadi (private enterprise) yang relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan
yang transparan, dan menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu.
Oleh karena itu paham liberalisme lebih lanjut menjadi dasar bagi tumbuhnya
kapitalisme.
Dalam
masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal
ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas. Bandingkan
Oxford Manifesto dari Liberal International: “Hak-hak dan kondisi ini hanya
dapat diperoleh melalui demokrasi yang sejati. Demokrasi sejati tidak
terpisahkan dari kebebasan politik dan didasarkan pada persetujuan yang
dilakukan dengan sadar, bebas, dan yang diketahui benar (enlightened) dari
kelompok mayoritas, yang diungkapkan melalui surat suara yang bebas dan
rahasia, dengan menghargai kebebasan dan pandangan-pandangan kaum
minoritas.Masyarakat yang terbaik (rezim terbaik), menurut paham liberalisme
adalah yang memungkinkan individu mengembangkan kemampuan-kemampuan individu
sepenuhnya. Dalam masyarakat yang baik semua individu harus dapat mengembangkan
pikiran dan bakat-bakatnya. Hal ini mengharuskan para individu untuk
bertanggung jawab atas tindakannya, dan tidak menyuruh seseorang melakukan
sesuatu untuknya atau seseorang untuk mengatakan apa yang harus dilakukan.
3.Ideologi Pancasila
Pancasila
dianggap sebagai sebuah ideologi karena Pancasila memiliki nilai-nilai filsafat
mendasar juga rasional. Pancasila telah teruji kokoh dan kuat sebagai sebuah
landasan dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu juga,
Pancasila merupakan wujud dari konsensus nasional, itu semua karena negara
bangsa Indonesia ini adalah sebuah sketsa negara moderen yang telah disepakati
oleh para pendiri negara Republik Indonesia kemudian nilai-nilai dari kandungan
Pancasila itu sendiri dilestarikan dari generasi ke generasi.
Ideologi
pancasila sendiri adalah suatu pemikiran yang beracuan Pancasila. Pancasila
dijadikan ideologi dikerenakan, Pancasila memiliki nilai-nilai falsafah
mendasar dan rasional.
ciri ciri ideologi pancasila
Ideology pancasila di anut oleh
Negara Indonesia dan bila kita cermati ideology pancasila memiliki ciri-ciri :
A. Dalam bidang ekonomi menganut azaz kekeluargaan.
B. Dalam bidang sosial menganut azaz kegotongroyongan .
C. Dalam bidang politik menganut azaz musyawarah untuk mufakat .
D. Dalam bidang agama ,Indonesia adalah Negara yang religius artinya berketuhanan yang maha esa .
A. Dalam bidang ekonomi menganut azaz kekeluargaan.
B. Dalam bidang sosial menganut azaz kegotongroyongan .
C. Dalam bidang politik menganut azaz musyawarah untuk mufakat .
D. Dalam bidang agama ,Indonesia adalah Negara yang religius artinya berketuhanan yang maha esa .
C.
Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka
Ideologi dikatakan terbuka apabila
memiliki unsur fleksibilitas, yaitu mencerminkan adanya kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, adanya
penerimaan terhadap interprestasi baru yang sesuai dengan tuntutan dan
perkembangan zaman. Ideologi ini dapat menerima pengaruh dari luar yang sesuai
atau menguatkan nilai sehingga dapat berinteraksi dengan ideologi-ideologi lain
di dunia. Gagasan mengenai pancasila sebagai ideologi terbuka mulai berkembang
sejah 1985 tetapi semangatnya sudah tumbuh sejak pancasila ditetapkan sebagai
dasar Negara. Indonesia menganut ideologi terbuka karena Indonesia menggunakan
system pemerintahan demokratis yang didalamnya membebaskan setiap masyarakat
untuk berpendapat dan melaksanakan sesuatu sesuai keinginan masing-masing.
Pancasila sebagai ideologi terbuka
berarti Pancasila mempunyai cita-cita dan nilai-nilai yang mendasar, bersifat
tetap dan tidak berubah serta memiliki dimensi-dimensi idealistis, normatif dan
tealistis:
1. Dimensi idealistis
Memiliki
nilai dasar yang bersumber pada masyarakat atau realita bangsa Indonesia
seperti; keTuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
2. Dimensi normatif
Memiliki
nilai instrumental untuk melaksanakan nilai dasar seperti; UUD’45,
Undang-Undang, Peraturan-Peraturan, Ketetapan MPR, DPR dll.
3. Dimensi relialistis
Memiliki
nilai praksis yang merupakan penjabaran nilai instrumental. Nilai praksis
terkandung dalam kenyataan sehari-hari yaitu bagaimana cara kita melaksanakan
nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari seperti toleransi, gotong-royong,
musyawarah dll.
Ideologi terbuka adalah ideologi
yang pemikirannya terbuka. Ciri-ciri ideologi ini antara lain:
1. Merupakan kekayaan rohani, budaya,
dan masyarakat.
2. Tidak diciptakan oleh negara, tetapi
digali dari budaya masyarakat.
3. Isinya tidak instan atau operasional
sehingga tiap generasi boleh menafsirkannya.
4. Menginspirasi masyarakat untuk
bertanggung jawab.
Perbedaan
ideologi terbuka dan tertutup adalah ideologi terbuka bersifat inklusif, tidak
totaliter, dan tidak dapat dipakai melegitimasi kekuasaan sekelompok orang,
artinya bahwa sistem ini bersifat demokratis dan terbuka. Sedangkan ideologi
tertutup bersifat otoriter (negara berlaku sebagai penguasa) dan totaliter.
Menurut
Moerdion, faktor-faktor yang mendorong pemikiran Pancasila sebagai ideologi
terbuka;
·
Pengalaman
sejarah politik kita dengan pengaruh komunisme. Pancasila pernah merosot serta
Pancasila tidak tampil lagi sebagai acuan bersama tetapi sebagai senjata
konseptual untuk menyerang lawan-lawan politik. Hal tersebut terjadi karena
pengaruh ideologi komunisme yang pada dasarnya tertutup. Kebijaksanaan
pemerintah di saat itu menjadi absolut. Konsekuensinya, perbedaan-perbedaan
menjadi alasan untuk secara langsung dicap sebagai anti Pancasila.
·
Perkembangan dinamika masyarakat Indonesia yang cepat sehingga
tidak semua persoalan hidup dapat ditemukan jawabannya secara ideologis;
·
Runtuhnya ideologi tertutup, seperti
Marxisme-Leninisme/komunisme;
·
Tekad bangsa Indonesia untuk menjadikan Pancasila sebagai
satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(Pancasila sebagai satu-satunya asa telah dicabut oleh MPR pada tahun 1999)
BAB VI
DEFINISI DAN LANDASAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
A. Pengertian dan
Tujuan Kewarganegaraan
·
Perkembangan pendidikan
kewarganegaraan di Indonesia mempunyai sejarah yang panjang dalam dunia
pendidikan. Mulai secara formal munculnya mata pelajaran “civics” dalam
kurikulum SMA Tahun 1962. Mata pelajaran ini berisikan materi tentang
pemerintahan Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (Dept. P
& K: 1962). Pada saat itu, civics pada dasarnya berisikan pengalaman
belajar yang digali dan dipilih dari disiplin ilmu sejarah, geografi, ekonomi,
dan politik, pidato-pidato presiden, deklarasi hak asasi manusia dan
penmgetahuan tentang perserikatan bangsa-bangsa.
·
Secara historis epistimologi,
Amerika Serikat (USA) dapat dicatat sebagai Negara perintis kegiatan akademis
dan kurikuler, dalam pengembangan konsep dan paradigma “citizenship
education” dan “civics education”.
·
Seorang ahli bernama Chresore (1886)
pada waktu itu mengartikan Civics sebagai “the science of
Citizenship” atau ilmu kewarganegaraan, yang isinya mempelajari hubungan
antara individu dan antara individu dengan Negara.
·
Selanjutnya Gross dan Zeleny
(1958:247), mengaitkan penggunaan Civics dan citizenship education
sebagai berikut. Civics pada dasarnya berkenaan dengan pembahasan
mengenai pemerintahan demokrasi dalam teori dan praktek, sedangkan citiziship
education berkenaan dengan keterlibatan dan partisipasi warganegara dalam
masyarakat.
·
Dilihat dari perkembangan civics
education dan citizenship education dalam kenyataannya secara
historis-epistimologi memang tidak bisa dipisahkan dari pemikiran tentang “social
studies/ social studies education”.
·
Didalam kurikulum tahun 1968 dan
1969 istilah civics dan Pendidikan Kewargaan Negara digunakan secara
tukar pakai. Pada tahun 1968 di SD, SMP, SMA dan SPG digunakan istilah
Kewargaan Negara, selanjutnya dalam kurikulum 1975-1984 istilah pendidikan kewargaan
Negara diubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Dengan berlakunya
Undang-undang Nomor 2/1989 tentang sistem pendidikan nasional yanag
menggariskan adanya pendidikan pancasila dan pendidikan kewaganegaraan sebagai
bahan kajian wajib kurikulum semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan (Pasal
39) dengan sebutan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau PPKn.
·
Pada saat kurikulum 2004
disosialisasikan di sekolah-sekolah, yang dikenal dengan sebutan kegiatan
filoting, Peraturan Pemerintah (PP) tentang standar nasional pendidikan yang
mengamanatkan bahwa yang berwenang menyusun kurikulum adalah satuan pendidikan
yang disebut kurikulum tingkat satuan pendidikan atau KTSP.
·
Dengan menggunakan bahan dasar
kurikulum 2004 BSNP mengembangkan isi (Permen Nomor 22 Tahun 2006) dan standar
kompetensi lulusan (Permen Nomor 23 Tahun 2006). Standar isi dan standar
kompetensi lulusan itu merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam
menyusun KTSP. Dalam standar isi maupun standar kompetensi lulusan PPKn diubah
lagi namanya menjadi Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn hingga sekarang.
Pendidikan kewarganegaraan di dunia pendidikan menuai
sejarah yang panjang, tetapi pada prinsipnya Pendidikan kewarganegaraan
merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara
yang memhami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi
warga Negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan
oleh pancasila dan UUD 1945
Pengertian Bangsa dan Negara
Bangsa (nation) menurut Hans Kohn (Kaelan, 2002: 212-213) bahwa bangsa terbentuk oleh persamaan bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah, negara dan kewarganegaraan. Sedangkan Ernest Renan menyatakan bahwa bangsa (nation) adalah suatu solidaritas, suatu jiwa, suatu asas spiritual, suatu solidaritas yang dapat tercipta oleh perasaan pengorbanan yang telah lampau dan bersedia dibuat di masa yang akan datang. Meskipun dikalangan pakar kenegaraan belum terdapat persamaan pengertian bangsa, namun faktor objektif yang terpenting dari suatu Bangsa adalah kehendak atau kemauan bersama yang lebih dikenal dengan nasionalisme. Fredrich Hertz dalam bukunya “Nationality in History and Politics” mengemukakan bahwa setiap bangsa mempunyai 4 (empat) unsur aspirasi sebagai berikut:
1.
Keinginan untuk mencapai kesatuan nasional yang terdiri atas kesatuan sosial,
ekonomi, politik, agama, kebudayaan, komunikasi, dan solidaritas.
2.
Keinginan untuk mencapai kemerdekaan dan kebebasan nasional sepenuhnya,yaitu
bebas dari dominasi dan campur tangan bangsa asing terhadap urusan dalam
negerinya.
3.
Keinginan dalam kemandirian, keunggulan, individualisme, keaslian, atau
kekhasan.
4.
Keinginan untuk menonjol (unggul) diantara bangsa-bangsa dalam mengejar
kehormatan, pengaruh, dan prestise.
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Pasal-pasal dalam UUD 1945 yang menetapkan hak dan kewajiban sebagai warga
negara mencakup pasal-pasal 27, 28, 29, 30, 31, 33 dan 34. Hak-hak warga negara yang substansial pada
prinsipnya antara lain meliputi:
1.
Hak untuk memilih/memberikan suara
2.
hak kebebasan berbicara
3.
Hak kebebasan pers
4.
hak kebebasan beragama
5.
Hak kebebasan bergerak
6.
Hak kebebasan berkumpul
7.
Hak kebebasan dari
perlakuan sewenang-wenang oleh sistem politik dan atau hukum.
Sedangkan CCE (Center for Civic
Education) mengajukan hak-hak individu yang perlu dilindungi oleh negara,
meliputi: hak pribadi (personal rights), hak politik (political rights), hak
ekonomi (economic rights)
Kewajiban warga negara merupakan aspek dari tanggung jawab warga negara (citizen responsibility/civic responsibilities) (CCE, 1994: 37). Contoh yang termasuk tanggung jawab warga negara antara lain:
Kewajiban warga negara merupakan aspek dari tanggung jawab warga negara (citizen responsibility/civic responsibilities) (CCE, 1994: 37). Contoh yang termasuk tanggung jawab warga negara antara lain:
1)
melaksanakan aturan hukum
2)
menghargai orang lain
3)memiliki
informasi dan perhatian terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakatnya
4)
melakukan kontrol terhadap para pemimpin yang dipilihnya dalam melakukan tugas
tugasnya
5)
melakukan komunikasi dengan para wakil di sekolah, pemerintah lokal, pemerintah
nasional
6)
memberikan suara dalam suatu pemilihan
7)
membayar pajakmenjadi saksi di pengadilan
8)
bersedia untuk mengikuti wajib militer, dsb
B.
Landasan
Pendidikan Kewarganegaraan
1. UUD 1945
a. Pembukaan UUD 1945, alinea kedua dan
keempat (cita-cita, tujuan dan
aspirasi Bangsa Indonesia tentang kemerdekaanya).
b. Pasal 27 (1), kesamaan kedudukan
Warganegara di dalam hukum dan pemerintahan.
c. Pasal 27 (3), hak dan kewajiban
Warganegara dalam upaya bela negara.
d. Pasal 30 (1), hak dan kewajiban
Warganegara dalam usaha pertahanan dan
keamanan Negara.
e. Pasal 31 (1), hak Warganegara
mendapatkan pendidikan.
2. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3. Surat Keputusan Dirjen Dikti Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
BAB VII
DEMOKRASI
A.
Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas
negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara
tersebut.
Salah satu
pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan
politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk
diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada
dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga
jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling
mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah
lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan
melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang
menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat
(DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan
legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh
masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi
masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang
memilihnya melalui proses pemilihan umumlegislatif, selain
sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan
atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh
melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti
oleh seluruh warganegara, namun oleh
sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum.
Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).Kedaulatan
rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden
atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih
luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung
tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat
memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak
kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu
pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir
lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola,
bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal
sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek
daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara.
Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada
warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak
memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).
Isitilah
“demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang
diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara
tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang
berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah
berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan
dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.Kata “demokrasi”
berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein
yang berarti pemerintahan, sehingga
dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi
sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar,
sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik
suatu negara. Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya
berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang
diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat. Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk
diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah
(eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat
yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali
menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. Demikian pula kekuasaan
berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari
lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan
anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa
kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus
akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang
mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu
secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga
negara tersebut.
Pengertian Demokrasi Menurut para Ahli
Demokrasi memiliki pengertian yang bermacam-macam.
Demokrasi sering diartikan kebebasan. Demokrasi juga diartikan beda pendapat.
Begitu banyaknya pengertian demokrasi sering membuat orang salah
melaksanakannya. Dengan demikian, apa demokrasi itu? Istilah demokrasi berasal
dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara
tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang
berhubungan dengan hukum demokrasi modem. Namun, arti
dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modem telah
berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem demokrasi di
banyak negara. Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos
yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti
pemerintahansehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang
lebih kita kenai sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat
Berikut ini Pengertian Demokrasi Menurut para Ahli:
·
Abraham Lincoln
berpendapatDemokrasi adalah pemerintah dari, oleh, dan untuk rakyat.
·
Kranemburg berpendapat
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos (rakyat) dan cratein
(memerintah). Jadi, demokrasi adalah cara memerintah dari rakyat.
·
Koentjoro Poerbopranoto berpendapat
Demokrasi adalah negara yang pemerintahannya dipegang oleh rakyat. Hal ini
berarti suatu sistem di mana rakyat diikut sertakan dalam pemerintahan
negara.
·
Harris Soche berpendapat
Demokrasi adalah pemerintahan rakyat karena itu kekuasaan melekat pada
rakyat.
·
Henry B. Mayo berpendapat
Sistem politik demokratis adalah menunjukkan kebijakan umum ditentukan atas
dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat, dan
didasarkan atas kesamaan politik dalam suasana terjaminnya kebebasan
politik.
·
International Commision for Jurist menyatakan
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan untuk membuat keputusan politik
diselenggarakan oleh wakil-wakil yang dipilih.bertanggung jawab kepada mereka
melalui pemilihan yang bebas.
·
C.F. Strong menyatakan
Suatu sistem pemerintahan pada mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik
ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjarnin bahwa pemerintah akhimya
mempertanggungjawabkan tindakan kepada mayoritas.
·
Samuel Huntington menyatakan
Sistem politik sebagai demokratis sejauh para pembuat keputusan kolektif yang
paling kuat dalam system itu dipilih melalui pemilihan umum yang adil, jujur,
dan semua orang dewasa mempunyai hak yang sama memberikan suara.
Dapat disimpulkan bahwa pengertian demokrasi adalah
bentuk pemerintahan yang berasal dari rakyat, dilakukan oleh rakyat, dan
dipergunakan untuk kepentingan rakyat. Namun dalam perkembangannya demokrasi
tidak hanya sebagai bentuk pemerintahan tetapi telah menjadi sistem politik dan
sikap hidup.
B. NILAI-NILAI DEMOKRASI
1. Hakikat
Demokrasi
Demokrasi adalah proses yang masyarakat dan negara
berperan di dalamnya untuk membangun kultur dan sistem kehidupan yang dapat
menciptakan kesejahteraan, menegakan keadilan baik secara sosial, ekonomi
maupun politik. Dari sudut pandang tersebut, demokrasi dapat tercipta bila
masyarakat membangun kesadaran sendiri tentang pentingnya demokrasi dalam
kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara. Sebaliknya, negara sebagai
instrumen politik dan ekonomi suatu bangsa juga harus memiliki kemauan politik.
Kemauan politik dan tindakan politik diperlukan untuk
mendukung terwujudnya demokrasi. Keberhasilan transisi Indonesia ke arah
tatanan demokrasi merupakan suatu proses yang komplek dan panjang. Sebagai
proses yang komplek dan panjang transisi Indonesia menuju demokrasi tersebut, sebagaimana dikatakan oleh
Azyumardi Azra , mencakup tiga agenda besar yang berjalan secara simultan dan
sinergis. Pertama, reformasi konstitusional
yang menyangkut perumusan kembali falsafah, kerangka dasar dan perangkat
legal sistem politik. Kedua, reformasi kelembagaan yang menyangkut pengembangan dan pemberdayaan
lembaga-lembaga politik dan lembaga kenegaraan seperti MPR, DPR, MA, DPA dan
sebagainya. Ketiga, pengembangan kultur atau budaya politik (political culture)
yang lebih demokratis melalui pendidikan.
2. Nilai – Nilai Demokrasi
1. Kebebasan
Kebebasan merupakan unsur yang
sangat penting dalam demokrasi, kebebasan merupakan simbol dari demokrasi.
Berikut beberapa kebebasan yang harus ada dalam nilai-nilai demokrasi.
a)
Kebebasan Berpendapat
kebebasan berpendapat merupakan hak dan kewajiban bagi
tiap warga negara dapat mengutarakan pendapatnya secara bebas untuk dijamin
dalam batang tubuh UUD 1945 pasal 28 dalam undang-undang Nomor 15 Tahun 2005.
Menuju masa demokrasi seperti sekarang ini, perubahan-perubahan di segala
bidang sering memunculkan permasalahan baru bagi warga negara atau
masyarakat.Apabila problema tersebut membahayakan, maka warga berhak untuk
menyatakan keluhan tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung kepada
pemerintah. Hal ini wajib dijamin oleh pemerintah sebagai wujud dan bentuk
kewajiban negara untuk melindungi rakyatnya. Semakin cepat dan efektif
penyelesaiannya, maka kualitas demokrasi pemerintahan tersebut semakin tinggi.
Pada orde lama, kebebasan ini sangat dibatasi. Hanya
pendapat yang mendukung pemerintahan yang diterima. Jika ada pendapat yang
bertolak belakang dan mengancam kekuasaan pemerintahan maka dilarang untuk
disalurkan melalui media apapun. Bahkan banyak dari mereka dipaksa mengaku
“bersalah” dan ditempatkan di penjara. Di masa orde baru, tindakan tersebut
berlangsung makin intensif dan sistematis. Bahkan pemerintahan membentuk badan
intelijen khusus untuk memantau dan mengawasi segala macam gerakan atau
pendapat tokoh masyarakat dan segera menindas mereka bila dianggap membahayakan
tanpa memperdulikan hak asasi manusia (HAM). Inilah yang memicu kematian
nilai-nilai demokrasi di Indonesia.
Demokrasi mengajarkan kebebasan berpendapat yang
dibatasi oleh kebebasan orang lain. Sehingga segala jenis penindasan ini harus
dijauhkan agar tidak menghalangi demokratisasi dalam tata kehidupan politik
Indonesia. Karenanya, setiap warga berhak memberikan tanggapan dan sikap
didalam era keterbukaan ini.
b) Kebebasan Berkelompok
Berkelompok merupakan naluri dasar manusia yang tak
mungkin diingkari. Kebebasan berkelompok dalam berorganisasi merupakan nilai
dasar demokrasi yang harus diaplikasikan oleh setiap warga negara. Pada masa
modern, kebutuhan seperti ini tumbuh dan berkembang semakin pesat. Semisal
seorang calon presiden tidak mungkin mencalonkan dirinya sendiri kecuali
dicalonkan oleh kelompoknya (partainya).
Berkelompok pada masa orde baru sangat dibatasi
kebebasannya. Pembentukan partai selain yang disetujui oleh rezim sangat
dilarang pada waktu itu. Kalaupun ada, maka tidak diperbolehkan berkampanye
secara luas sampai ke pelosok daerah. Hanya partai pemerintah (Golkar) dan
militer yang berhak beraktifitas hingga ke desa-desa. Hasilnya, ketidakadilan
semacam ini secara otomatis menguatkan basis Golkar yang merupakan partai
pemerintah.Seiring runtuhnya rezim orde baru, segala bentuk diskriminisasi
tersebut ternyata tidak mampu memusnahkan eksistensi mereka. Golkar menjadi
kehilangan banyak pendukung dan sebaliknya jumlah aktivis partai lain (PPP dan
PDI) semakin bertambah dan terus berkembang menyusul datangnya era reformasi.
Demokrasi telah memberikan banyak alternatif pilihan
sebagai bentuk dukungan akan kebebasan berkelompok. Tidak ada suatu keharusan
untuk tunduk dan mengikuti ajakan maupun intimidasi dari pemerintah atau
kelompok tertentu. Dan juga tidak ada rasa takut dalam menyampaikan afiliasinya
ke dalam sebuah partai atau kelompoknya selain dari partai pemerintah.
c)
Kebebasan Berpartisipasi
Secara umum, negara demokrasi yang berkembang selalu
mengharapkan agar jumlah partisipan dalam pemberian suara pada pemilihan umum
dapat mencapai suara sebanyak-banyaknya. Jenis partisipasi yang pertama ini
adalah wujud kebebasan berpartisipasi dalam bidang politik. Oleh karena pada
zaman otoriter, semakin banyak pemilih berarti semakin besar kebanggaan suatu
rezim yang mendapatkan dukungan tersebut. Maka, segala bentuk intimidasi kepada
warga negara sering dijadikan sarana untuk meningkatkan dukungan
masyarakat.
Tetapi saat
memasuki era reformasi, tidak ditemukan partai politik yang mampu mengumpulkan
lebih dari 50 % suara pemilih. Ini membuktikan bahwa negara Indonesia sedang
melangkah ke arah demokrasi yang didalamnya terdapat jaminan kebebasan
berpartisipasi. Hasil positifnya adalah semakin banyak partai yang mampu
mengirimkan wakilnya ke DPR ataupun DPRD.
Bentuk partisipasi kedua adalah kontak atau hubungan
dengan pejabat pemerintah. Seorang anggota DPR terpilih belum tentu mampu
bekerja sesuai harapan masyarakat bahkan presiden yang terpilih secara aklamasi
terkadang tidak mampu memenuhi cita-cita masyarakat. Maka, upaya untuk
mengontak langsung para pejabat merupakan kebutuhan yang semakin urgen. Rakyat
perlu mengontrol dan mengawasi langsung terhadap segala kebijakan dan keputusan
para legislatif maupun eksekutif. Meski begitu, masih terdapat kendala utama
yakni pendidikan politik kepada masyarakat tentang manfaat partisipasi ini yang
belum ditempuh dengan baik. Karena urgensi mengembangkan tingkat kesadaran ini
akan membantu masyarakat dalam menemukan solusi mengatasi problematika kehidupan
yang semakin kompleks. Melakukan protes terhadap lembaga masyarakat atau
pemerintah adalah jenis partisipasi ketiga. Hal ini merupakan suatu keharusan
dalam sebuah negara berdemokrasi yang bertujuan menjadikan sistem politik dapat
bekerja maksimal,. Namun perlu diarahkan dengan baik untuk memperbaiki
kebijakan dari pemerintah maupun swasta. Tidak diperkenankan protes tersebut
bertujuan menciptakan gangguan dan hambatan bagi publik.
Merupakan bentuk partisipasi keempat yakni mencalonkan
diri dalam pemilihan jabatan publik sesuai dengan sistem yang berlaku. Hal ini
sangat diperlukan dalam pengembangan nilai-nilai demokrasi. Diharapkan setiap
dari mereka akan dapat bertanggung jawab sepenuhnya bila kelak terpilih dan mau
menanggung resiko apabila melakukan penyimpangan etika pemerintahan.
2.
Kesetaraan
Bagi masyarakat heterogen seperti Indonesia,
nilai-nilai kesetaraan antar warga sangat fundamental dan diperlukan bagi
pengembangan demokrasi. Kesetaraan yang dimaksud yakni adanya kesempatan yang
sama bagi tiap warga negara untuk menunjukkan potensi mereka. Untuk ini
dibutuhkan usaha keras agar tidak terjadi diskriminisasi kelompok etnis,
bahasa, daerah ataupun agama tertentu demi menjunjung tinggi kesetaraan.
Intimidasi pada masa orde baru sangat menyulitkan
untuk mewujudkan suatu kesetaraan. Ketika itu, tidak semua warga berhak dan
berkesempatan yang sama dalam memperoleh keadilan. Dalam segala bidang terjadi
pelanggaran asas kesetaraan yang seharusnya mereka dapat mereka dapatkan secara
utuh. Hanya mereka yang mendukung rezim otoriter tersebut yang akan mendapatkan
fasilitas melimpah.
Semua bentuk penolakan perihal kesetaraan ini tentu
berseberangan dengan prinsip dan nilai demokrasi. Namun seiring bangsa ini
memasuki era reformasi, nilai-nilai kesetaraan ini perlahan mulai ditegakkan dan dijunjung tinggi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan bila mampu dipelihara secara kontinyu
akan membawa kepada demokrasi yang sehat dan terbuka bagi perkembangan
kesetaraan di lingkungan masyarakatnya.
3.
Kedaulatan Rakyat
Sebagai bagian dari suatu negara, maka setiap warga
negara memiliki kedaulatan dalam pembentukan pemerintahan. Pemerintah itu
sendiri sesungguhnya berasal dari rakyat dan harus bertanggung jawab kepada
rakyat. Tidak diperbolehkan para politisi untuk mengabaikan bahkan bertindak
sewenang-wenang terhadap rakyat. Kedaulatan rakyat hanya bisa terlaksana jika
para politisi menyadari tanggung jawabnya.
Mayoritas politisi zaman orde baru melupakan
asal-usulnya dan mengabaikan harapan serta tuntutan rakyat. Mereka selalu
memanfaatkan rakyat dan mengeksploitasi mereka demi kepentingan pribadi. Karena
itu, dalam rezim demokrasi, para politisi seharusnya sadar bahwa amanat yang
mereka peroleh dari rakyat harus dikembalikan dengan sebaik mungkin kepada
rakyat.
4.
Kerjasama
Demokrasi tidak akan berkembang jika setiap orang atau
kelompok enggan untuk memunculkan kesatuan pendapat. Perbedaan dalam
berpendapat dapat mendorong tumbuhnya persaingan antar satu dengan yang lain,
namun demokrasi menginginkan tujuan yang bisa disikapi dengan kerjasama yang
baik. Kompetisi menuju sesuatu yang berkualitas mutlak dibutuhkan, di lain sisi
untuk menopang upaya tersebut maka diperlukan kerjasama yang maksimal.
5.
Kepercayaan.
Dalam proses pemerintahan, kepercayaan antar kelompok
masyarakat merupakan nilai yang diperlukan untuk meningkatkan sistem demokrasi.
Semakin kompleksnya permasalahan suatu bangsa maka semakin urgen pula penanaman
rasa saling percaya di kalangan politisi. Nilai ini juga dapat memperbanyak
relasi sosial dan politik dalam masyarakat serta menghilangkan ketakutan,
kecurigaan dan permusuhan di lingkungan mereka.
Akibat dari kepercayaan yang menurun diantaranya
adalah semakin sulitnya pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dengan baik
disebabkan ketiadaan dukungan dan kepercayaan dari rakyat. Maka pemerintah
diharuskan dapat memupuk nilai-nilai ini pada dirinya sendiri demi mendapatkan
kepercayaan dari masyarakat luas.
3Faktor Pendukung Nilai – Nilai Demokrasi
a. Pertumbuhan
Ekonomi
Kurang berkembangnya nilai demokrasi juga disebabkan
perekonomian yang lamban pertumbuhannya. Robert Dahl berpendapat akan
pentingnya pertumbuhan ekonomi yang baik adalah faktor dalam meningkatkan nilai-nilai
demokrasi. Namun perlu dihindari suatu ketergantungan rakyat terhadap
perekonomian negara agar masyarakat tidak membebani negara yang telah mempunyai
banyak tanggungan dan kewajiban.Pertumbuhan ekonomi di negara akan menciptakan
sektor-sektor perekonomian yang bermacam-macam. Hal ini akan memunculkan
masyarakat yang dapat bebas dari tekanan negara dan tidak terlalu tergantung
pada kontribusi negaranya. Inilah yang akan mendorong perubahan struktur dan
nilai masyarakat pada nilai-nilai demokrasi.
b.
Pluralisme
Di dalam masyarakat plural, setiap orang berhak
bergabung dengan kelompok yang ada tanpa ada rintangan maupun hambatan.
Masyarakat yang heterogen memberi kebebasan akan munculnya bentuk-bentuk
persaingan maupun konflik antar kelompok. Tetapi, kelompok tersebut harus
mematuhi aturan yang telah diakui secara kolektif dan menerima dengan tangan
terbuka. Pluralisme turut menuntun tiap kelompok masyarakat untuk meningkatkan
kualitas dan daya saing diantara mereka. Oleh karena itu, pluralisme yang
disadari dengan baik oleh masyarakat akan dapat menghindarkan pecahnya konflik
antar kelompok bila terjadi suatu persaingan yang sehat didalamnya.
c.
Keseimbangan Negara Dan Masyarakat
Faktor lain yang menentukan proses demokrasi adalah
adanya hubungan baik antara negara dengan masyarakatnya. Namun umumnya di
negara-negara kuat, mayoritas terjadi dominasi negara terhadap rakyat dan
ketundukan serta kepatuhan penuh rakyat kepada negaranya. Negara kuat juga
sering melakukan resepsi terhadap masyarakatnya sehingga cenderung
mengakibatkan nilai demokrasi sulit berkembang. Dalam realita, negara dituntut
untuk menghormati partai politik, badan legislatif, badan eksekutif, media
massa, ormas, dan kelompok lain yang setara. Rakyat juga perlu dihindarkan dari
rasa takut dan tertekan ketika bermasyarakat agar tercipta keseimbangan dan
keadilan yang merata antara rakyat dan negara. Karena itu, demokrasi memerlukan
negara yang kuat namun menghormati rakyat dengan segala kelompoknya. Dan negara
yang mampu melindungi serta menopang rakyatnya lah yang dapat mewujudkan
nilai-nilai demokrasi.
4. Perjalanan Demokrasi dari Masa ke
Masa
Bukan hal mudah untuk mencapai era reformasi yang
segalanya sudah menganut demokrasi pancasila yang memberikan kebebasan untuk rakyat
seperti sekarang. Butuh waktu panjang untuk mencapai ini, berikut perjalanan
demokrasi di indonesia:
a.
Demokrasi Liberal
Masa lampau, keadaan demokrasi tergolong sebagai
demokrasi parlementer yang liberal. Beragam masalah muncul dalam demokrasi liberal
ini. Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi
parlementer yang Liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa
ini disebut Masa demokrasi Liberal. Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang
mempunyai otonomi dan berdasarkan Undang - Undang Dasar Sementara tahun 1950.
Pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan menteri ( kabinet ) yang dipimpin
oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen ( DPR ).
Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah
mendorong untuk lahirnya partai-partai politik, karena dalam system kepartaian
menganut sistem multi partai. Konsekuensi logis dari pelaksanaan sistem politik
demokrasi liberal parlementer gaya barat dengan system multi partai yang
dianut, maka partai-partai inilah yang menjalankan pemerintahan melalui
perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam tahun 1950 – 1959, PNI dan Masyumi
merupakan partai yang terkuat dalam DPR, dan dalam waktu lima tahun ( 1950
-1955 ) PNI dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan dalam empat kabinet.
Adapun susunan kabinet yang menjalankan roda pemerintahan pada masa demokrasi
liberal, sebagai berikut:
1. KABINET NATSIR (6 September
1950 - 21 Maret 1951)
2. KABINET SUKIMAN (27 April
1951 – 3 April 1952)
3. KABINET WILOPO (3 April 1952
– 3 Juni 1953)
4. KABINET BURHANUDDIN HARAHAP
(12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
5. KABINET ALI SASTROAMIJOYO II
(20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
6. KABINET
DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
b. Demokrasi
Terpimpin
Demokrasi Terpimpin(1959-1965) Soekarno mengajukan
usulan yang dikenalsebagai Konsepsi Presiden, kemudian terbentuklah dewan
nasional yang melibatkan semua parpol dan organisasi sosial kemasyarakatan.
Konsepsi presiden dan terbentuknya dewan nasional mendapatkan tantangan yang
sangat kuat dari sejumlah parpol, terutama MASYUMI dan PSI. Adapun
karakteristik yang utama dari perpolitikan pada era Demokrasi terpimpin adalah:
1.
Kewenangan yang paling tinggi adalah
presiden.
2. Sistem kepartaian yang tak berfungsi.
3.Peranan
lembaga legislatif dalam sistem politik nasional menjadi sangat lemah.
4. Pada masa demokrasi terpimpin merupakan masa puncak
dari semangat anti kebebasanpers
5. Sentralisasi kekuasaan semakin dominan dalam proses
hubungan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah.
c. Demokrasi dalam pemerintahan orde baru
Terjadinya pemberontakan G30/S/PKI merupakan titik
kulminasi dari pertarungan atau tarik tambang politik antara soekarno dengan
angkatan darat. Era baru pemerintahan antara tahun 1965-1986 ketika soeharto
menjadi pejabat presiden RI kemudian dikenal sebagai ordebaru.
Kekuasan lembaga kepresidenan dikatakan sangat besar
soeharto mampu mengontrol situasi politik, memiliki sumber daya keuangan yang
tidak terbatas dengan melalui budgetary prosess yang ketat yang tidak
memungkinkan DPR mengontrolnya, disamping itu ternyata memiliki sejumlah
legalitas yang tidak dimiliki siapapun seperti super semar, mandataris
MPR, bapak pembangunan serta panglima tertinggi ABRI. Rotasi kekuasan eksekitif
hampir tidak pernah terjadi kecuali dalam tataran rendah misal: gubernur,
Bupati/Walikota, Camat dan Kepala Desa. Rekitmen politik tertutup dan
sepenuhnya dikontrol oleh lembaga kepresidenan. Ini Merupakan masa dimana
segala kebebasan semuanya serba dibatasi, tak ada ruang gerak rakyat untuk
berekspresi.Titik balik semua itu terjadi ketika dijatuhkannya orde baru dan
memunculkan reformasi sebagai solusi kembalinya negara ini kepada demokrasi
pancasila yang sesungguhnya.
d. Demokrasi
dalam pemerintahan reformasi
Setelah 30 tahun Soeharto menjabat
sebagai presiden RI pada masa orde baru, dimana segala jenis kebebasan
dilarang. Akhirnya titik balik itu semua terjadi, yaitu digulingkannya
pemerintahan orde baru dan muncullah reformasi yang merupakan perwujudan
lahirnya Indonesia yang kembali pada demokrasi pancasila yang sesungguhnya,
dari rakyat dan untuk rakyat. Berikut
hal positif menurut saya yang kita dapatkan dalam demokrasi pancasila
yang tidak kita dapatkan dalam masa masa demokrasi sebelumnya ;
·
Rakyat bebas mengeluarkan aspirasi, sebab ada Undang-undang
yang melindunginya..
·
Kekuasaan ada di tangan rakyat, jadi tidak ada pemipin
yang sewenang-wenang atau otoriter.
·
Pemerintahan lebih terbuka dan dapat diawasi oleh rakyat.
·
Terjaminnya hak asasi manusia.
C.
PELAKSANAAN DEMOKRASI DI INDONESIA
Bisa dikatakan bahwa
Indonesia sangat berpotensi menjadi kiblat demokrasi di kawasan Asia, berkat
keberhasilan mengembangkan dan melaksanakan sistem demokrasi. Menurut Ketua
Asosiasi Konsultan Politik Asia Pasifik (APAPC), Pri Sulisto, keberhasilan
Indonesia dalam bidang demokrasi bisa menjadi contoh bagi negara-negara di
kawasan Asia yang hingga saat ini beberapa di antaranya masih diperintah dengan
‘tangan besi’. Indonesia juga bisa menjadi contoh, bahwa pembangunan sistem
demokrasi dapat berjalan seiring dengan upayapembangunan ekonomi. Ia menilai,
keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi yang tidak banyak disadari itu,
membuat pihak luar termasuk Asosiasi Internasional Konsultan Politik (IAPC),
membuka mata bangsa Indonesia, bahwa keberhasilan tersebut merupakan sebuah
prestasi yang luar biasa. Prestasi tersebut juga menjadikan Indonesia sangat
berpotensi mengantar datangnya suatu era baru di Asia yang demokratis dan
makmur. Dalam kesempatan yang sama, Presiden Indonesia, Susilo Bambang
Yudhoyono yang akrab disapa SBY menerima anugerah medali demokrasi. SBY pun
memaparkan panjang lebar perjalanan demokrasi Indonesia. Menurutnya, demokrasi
Indonesia merupakan jawaban terhadap skeptisme perjalanan demokrasi di negeri
ini. Beliau pun mencontohkan beberapa nada skeptis yang ditujukan kepada
Indonesia. Pertama, demokrasi akan membawa situasi kacau dan perpecahan.
Demokrasi di Indonesia hanyalah perubahan rezim, demokrasi akan memicu
ekstrimisme dan radikalisme politik di Indonesia.
Beliau pun menambahkan bahwa
demokrasi di Indonesia menunjukkan Islam dan moderitas dapat berjalan bersama.
Dan terlepas dari goncangan hebat akibat pergantian 4 kali presiden selama
periode 1998-2002, demokrasi Indonesia telah menciptakan stabilitas politik dan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Selain itu, Indonesia juga telah berhasil
menjadi sebuah negara demokrasi terbesar di dunia dan melaksanakan pemilu yang
kompleks dengan sangat sukses. Meski pada awalnya banyak yang meragukan
pelaksanaan demokrasi di Indonesia, kenyataannya demokrasi di Indonesia saat
ini telah berusia 10 tahun dan akan terus berkembang. Sebagian orang pernah
berpendapat bahwa demokrasi tidak akan berlangsung lama di Indonesia, karena
masyarakatnya belum siap. Mereka juga pernah mengatakan bahwa negara Indonesia
terlalu besar dan memiliki persoalan yang kompleks.
Keraguan tersebut bahkan menyerupai
kekhawatiran yang dapat membuat Indonesia chaos yang dapat mengakibatkan
perpecahan. Sementara itu, mantan wakil perdana menteri Malaysia, Anwar
Ibrahim, yang turut hadir menyebutkan bahwa demokrasi telah berjalan baik di
Indonesia dan hal itu telah menjadikan Indonesia sebagai negara dengan populasi
4 besar dunia yang berhasil melaksanakan demokrasi. Hal ini juga membuat
Indonesia sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia yang telah
berhasil menerapkan demokrasi. Dia juga berharap agar perkembangan ekonomi juga
makin meyakinkan sehingga demokrasi bisa disandingkan dengan kesuksesan
pembangunan. Hal tersebut tentunya bisa terjadi bila demokrasi dapat mencegah
korupsi danpenumpukan kekayaan hanya pada elit tertentu. Demokrasi, menurut
Anwar Ibrahim, adalah pemberian kebebasan kepada warga negara, sedangkan
kegagalan atau keberhasilan ekonomi menyangkut sistem yang diterapkan.
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia dilaksanakan
dalam berbagai kurun waktu:
a. Kurun waktu 1945 - 1949
Pada periode ini sistem pemerintahan Demokrasi Pancasila seperti
yang diamanatkan oleh UUD 1945 belum sepenuhnya dapat dilaksanakan karena
negara dalam keadaan darurat dalam rangka mempertahankan kemerdekaan. Misalnya,
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang semula berfungsi sebagai pembantu
Presiden menjadi berubah fungsi sebagai MPR. Sistem kabinet yang seharusnya
Presidensil dalam pelaksanaannya menjadi Parlementer seperti yang berlaku dalam
Demokrasi Liberal.
b. Kurun Waktu 1949 - 1950
Pada periode ini berlaku Konstitusi RIS. Indonesia dibagi dalam
beberapa negara bagian. Sistem pemerintahan yang dianut ialah Demokrasi
Parlementer (Sistem Demokrasi Liberal). Pemerintahan dijalankan oleh Perdana
Menteri dan Presiden hanya sebagai lambang. Karena pada umumnya rakyat menolak
RIS, sehingga tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyatakan kembali ke
Negara Kesatuan dengan UUDS 1950.
c. Kurun Waktu 1950 - 1959
Pada periode ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang
sering disebut Demokrasi Liberal dan diberlakukan UUDS 1950.Karena Kabinet
selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar,masing-masing
partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya.
Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal
yang dialamirakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar
bahwa UUDS1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai
denganjiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaanketatanegaraan
Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan
negara
serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapaimasyarakat adil
dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkandekrit mengenai
pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 sertatidak berlakunya
UUDS 1950.
d. Kurun Waktu 1959 - 1965
Pada periode ini sering juga disebut dengan Orde Lama. UUD yang
digunakan adalah UUD 1945 dengan sistem demokrasi terpimpin.Menurut UUD 1945
presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, presiden danDPR berada di bawah
MPR. Pengertian demokrasi terpimpin pada sila keempatPancasila adalah dipimpin
oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratanperwakilan, akan tetapi presiden
menafsirkan “terpimpin”, yaitu pimpinan terletak ditangan ‘Pemimpin Besar
Revolusi”.
Dengan demikian pemusatan kekuasaan di tangan presiden. Terjadinya
pemusatan kekuasaan di tangan presiden menimbulkan penyimpangan dan
penyelewenganterhadap Pancasila dan UUD 1945 yang puncaknya terjadi perebutan
kekuasaanoleh PKI pada tanggal 30 September 1965 (G30S/PKI) yang merupakan
bencananasional bagi bangsa Indonesia.
e. Kurun Waktu 1966 - 1998
Periode ini dikenal dengan sebutan pemerintahan Orde baru yang
bertekadmelaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.Secara
tegas dilaksanakan sistem Demokrasi Pancasila dan dikembalikan fungsilembaga
tertinggi dan tinggi negara sesuai dengan amanat UUD 1945.
Dalam pelaksanaannya sebagai akibat dari kekuasaan dan masa
jabatan presidentidak dibatasi periodenya, maka kekuasaan menumpuk pada
presiden, sehinggaterjadilah penyalahgunaan kekuasaan, dengan tumbuh suburnya
budaya korupsi,kolusi dan nepotisme (KKN). Kebebasan bicara dibatasi, praktek
demokrasi menjadisemu. Lembaga negara berfungsi sebagai alat kekuasaan
pemerintah.
Lahirlah gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa yang menuntut
reformasidalam berbagai bidang. Puncaknya adalah dengan pernyataan pengunduran
diriSoeharto sebagai presiden.
f. Kurun Waktu 1998 - sekarang (Orde
Reformasi)
Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya
adalahdemokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, denganpenyempurnaan
pelaksanaannya dan perbaikanperaturan-peraturan yang tidakdemokratis, dengan
meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negaradengan menegaskan
fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu padaprinsip pemisahan
kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembagaeksekutif,
legislatif dan yudikatif.
Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR
- MPR hasil
Pemilu
1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya
lembaga-lembaga
tinggi yang lain.
Pelaksanaan Demokrasi di
Indonesia Sejak Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi
a. Masa Orde Lama
Masa Orde Lama
berlangsung mulai tanggal 5 Juli 1959 sampai dengan 1 Maret 1966. Berikut ini
pelaksanaan demokrasi pada masa Orde Lama.Demokrasi yang diterapkan adalah
demokrasi terpimpin.
Ciri
umum demokrasi terpimpin, antara lain
1) Adanya rasa
gotong royong.
2) Tidak mencari
kemenangan atas golongan lain.
3) Selalu mencari
sintesa untuk melaksanakan amanat rakyat.
Selama
pelaksanaan demokrasi terpimpin kecenderungan semua keputusan hanya ada pada Pemimpin
Besar Revolusi Ir. Sukarno.Hal ini mengakibatkan rusaknya tatanan kekuasaan
negara, misalnya DPR dapat dibubarkan, Ketua MA, MPRS menjadi Menkopemimpin
partai banyak yang ditangkapi.
b. Masa Orde Baru
Masa Orde Baru
berlangsung mulai dari 11 Maret 1966 sampai dengan 21 Mei 1998.Berikut ini
pelaksanaan demokrasimasa Orde Baru.
1) Demokrasi yang
berkembang adalah demokrasi Pancasila sesuai dengan PembukaanUUD 1945 Alinea
keempat.
4) Ciri umum demokrasi Pancasila, antara lain sebagai
berikut:
a.
Mengutamakan musyawarah
untuk mufakat.
b.
Mengutamakan
kepentingan negara dan masyarakat.
c.
Tidak memaksakan
kehendak kepada orang lain
d.
Selalu diliputi
semangat kekeluargaan.
e.
Adanya rasa tanggung jawab dalam
menghasilkan musyawarah.
f.
Dilakukan dengan akal
sehat dan sesuai dengan hati nuraniyang luhur.
g.
Hasil keputusan harus
dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada uhan YangMaha Esa berdasarkan
nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
3) Pelaksanaan
demokrasi Pancasila antara lain sebagai berikut:
a) Masih belum
sesuai dengan jiwa dan semangat ciri-ciri umum. Kekuasaan presidenbegitu
dominan baik dalam suprastruktur politik.
b) Banyak terjadi
manipulasi politik dan KKN yang telah membudaya. Ini mengakibatkan negara
Indonesia terjerumus dalam berbagai krisis yang berkepanjangan.
c. Masa Reformasi
Berlangsung mulai dari Mei 1998 sampai dengan sekarang. Ciri-ciri umum demokrasi Pancasila masa Reformasi, seperti yang tercantum pada demokrasi Pancasila. Selain itu juga lebih ditekankan pada :
1) Penegakkan kedaulatan rakyat dengan memberdayakan pengawasan sebagai lembaga negara, lembaga politik, dan kemasyarakatan.
2) Pembagian secara tegas wewenang antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
3) Penghormatan kepada keberadaan asas, ciri aspirasi, dan program parpol yang multipartai.
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia selama kurun waktu 60 tahun terakhir telah banyak mengalami perubahan yang mencakup berbagai hal, yaitu sebagai berikut :
a) Periode 1945-1949 dengan UUD 1945 seharusnya berlaku demokrasi Pancasila namun dalam penerapan berlaku demokrasi liberal
b) Periode 1949-1950 dengan konstitusi RIS berlaku demokrasi liberal.
c) Periode 1950-1959 dengan UUDS 1950 berlaku demokrasi liberal dengan multipartai.
d) Periode 1959-1965 dengan UUD 1945 seharus berlaku demokrasi Pancasila, namun yang diterapkan demokrasi terpimpin (cebderung otoriter).
e) Periode 1966-1998 dengan UUD 1945 berlaku demokrasi Pancasila (cenderung otoriter).
fPeriode 1998 sampai sekarang dengan UUD 1945 berlaku demokrasi Pancasila (cenderung ada perubahan menuju demokratisasi).
BAB
VIII
HAK ASASI MANUSIA
A. Pengertian
HAM
Hak Asasi Manusia adalah hak dasar atau
hak pokok yang dimiliki manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha
Esa. Hak asasi manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa sejak lahir, maka
tidak seorang pun dapat mengambilnya atau melanggarnya. Kita harus menghargai
anugerah ini dengan tidak membedakan manusia berdasarkan latar belakang ras,
etnik, agama, warna kulit, jenis kelamin, pekerjaan, budaya, dan lain-lain.
Namun perlu diingat bahwa dengan hak asasi manusia bukan berarti dapat berbuat
semena-mena, karena manusiajuga harus menghormati hak asasi manusia lainnya.
Ada
3 hak asasi manusia yang paling fundamental (pokok), yaitu :
a.
Hak Hidup (life)
b.
Hak Kebebasan (liberty)
c.
Hak Memiliki (property)
1. HAM Menurut UUD 1945
Pengertian HAM, menurut UU 39/1999
tentang HAM, adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia.
John
Locke, HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta
sebagai hak yang kodrati.» Pasal 1 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM
disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi
oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia”.
HAM
menurut Piagam PBB tentang Deklarasi Universal of Human Rights 1948, meliputi:
1. Hak berpikir dan mengeluarkan pendapat.
2. Hak memilih sesuatu.
3. Hak mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
4. Hak menganut aliran kepercayaan atau agama.
5. Hak untuk hidup.
6. Hak untuk kemerdekaan hidup.
7. Hak untuk memperoleh nama baik.
8. Hak untuk memperoleh pekerjaan.
9. Hak untuk mendapatkan perlindungan hokum
1. Hak berpikir dan mengeluarkan pendapat.
2. Hak memilih sesuatu.
3. Hak mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
4. Hak menganut aliran kepercayaan atau agama.
5. Hak untuk hidup.
6. Hak untuk kemerdekaan hidup.
7. Hak untuk memperoleh nama baik.
8. Hak untuk memperoleh pekerjaan.
9. Hak untuk mendapatkan perlindungan hokum
Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)
Kesadaran akan hak asasi manusia
didasarkan pada pengakuan bahwa semua manusia sebagai makhluk tuhan memiliki
derajat dan martabat yang sama.dengan pengakuan akan prinsip dasar
tersebut,setiap manusia memiliki hak dasar yang disebut hak asasi manusia.
jadi,kesadaran akan adanya hak asasi manusia tumbuh dari pengakuan manusia
sendiri bahwa mereka adalah sama dan sederajat.
Pengakuan
terhadap HAM memiliki dua landasan,sebagai berikut.
1) Landasan yang langsung dan
pertama, yakni kodrat manusia.kodrat manusia adalah sama derajat dan
martabatnya.semua manusia adalah sederajat tanpa membedakan
ras,agama,suku,bahasa,dan sebagainya.
2) Landasan yang kedua dan yang
lebih dalam: Tuhan menciptakan manusia.Semua manusia adalah makhluk dari
pencipta yang sama yaitu tuhan yang maha esa.Karena itu di hadapan tuhan
manusia adalah sama kecuali nanti pada amalnya.
2. Pengertian dan macam-macam HAM
Istilah hak
asasi manusia menurut bahasa Prancis ”droit de’home”. Menurut bahasa
Inggris adalah ”human rights”. Sedangkan menurut bahasa Belanda ”memen
rechten”. Secara umum hak asasi manusia diartikan sebagai hak-ha dasar yang
dimiliki setiap manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugrah dari tuhan Yang
Maha Esa. Artinya hak asasi ini bukan diberikan atau pemberian orang lain,
golongan, atau negara. Oleh karena itu pula hak asasi manusia tidak dapat
diambil atau dicabut, diabaiakan, dikurangi atau dirampas oleh suatu kekuasaan
melainkan harus dihormati, dipertahankan dan dilindungi.
Berikut ini
beberapa pengertian hak asasi manusia yang dikemukakan oleh para ahli:
1) John Locke
Hak asasi
manusia adalah hak yang dibawa sejak lahir yang secara kodrati melekat pada
manusia dan tidak dapat diganggu gugat atau sifatnya mutlak.
2) Koentjoro Poerbapranoto
Hak asasi
adalah hak yang sifatnya asasi yaitu dimiliki manusia menurut kodratnya dan
sifatnya suci.
3)
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia adalah seperangkat
hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh Negara, hokum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan dan
perlindungan harkat dan martabat manusia.
4)
Menurut Mirriam Budiarjo
Hak asasi adalah hak yang diperoleh
dan dibawa bersamaan dengan kelahiran atau kehadiran manusia didalam
kehidupannya di masyarakat.
5)
Menurut Piagam Hak Asasi Internasional konsepsi HAM yang tercantum dalam Universal
Declaration of Human Rights (UDHR) sebenarnya merupakan perkembangan dari
ajaran F.D. Roosevelt, yaitu The four Freedom yang terdiri atas:
Kebebasan mengeluarkan pendapat dan
berkarya
Kebebasan beragama
Kebebasan dari rasa takut
Kebebasan dari kemiskinan
Dari istilah
dan pandangan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa HAM meemeiliki beberapa
cirri khusus, yaitu sebagai berikut:
a.
Hakiki (ada pada setiap diri manusia sebagai mahkluk tuhan)
b.
Universal, artinya hak itu berelaku untuk semua orang dimana saja, tanpa
memandang status, ras, harga diri, jender atau perbedaan lainnya.
c.
Permanen dan tidak dapat dicabut, artinya hak itu tetap selama manusia itu
hidup dan tidak dapat dihapuskan oleh siapapun.
d. Tak
dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak, apakah hak
sipil atau hak politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
6 Menurut G.J. Wolhots,
hak-hak asasi manusia adalah sejulah hak yang melekat dan berakar pada tabiat
setiap pribadi manusia, bersifat kemanusiaan
7. Jan Materson,
anggota Komisi Hak Asasi Manusia PBB, merumuskan pengertian HAM dalam “human
right could be generally defines as those right which are inherent in our
nature and without which we cannot live as human being” yang artinya HAM adalah
hak-hak yang secara secara inheren melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak
itu manusia tidaka dapat hidup sebagai manusia
8. Menurut Prof.
Darji Darmodiharjo, S. H. mengatakan : hak –
hak asasi manusia adalah dasar atau hak – hak pokok yang dibawa manusia sejak
lahir sebagai anugrah tuhan yang maha esa. Hak – hak asasi itu menjadi dasr
dari hak dan kewajiba
B.
SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI
MANUSIA (HAM)
Hak asaasi manusia (HAM) adalah hak
dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahiekan. Hak asasi merupakan
hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia. Yang mana hak asasi ini
dimiliki oleh seseorang adalah semata-mata karena dia manusia bukan karena pemberian
oleh masyarakat melainkan pemberian Tuhan Yang Maha Esa. Masalah Hak Asasi
Manusia (HAM) ini pertama kali dipermasalahkan oleh pemikir-pemikir di negara
barat, yang pada perkembangan selanjutnya orang mulai membandingkan
konsep-konsep barat dengan konsep-konsep sosialis dan konsep-konsep dari dunia
ketiga tentang HAM.
Secara historis, HAM selalu diwarnai
dengan serangkaian perjuangan yang tak jarang menjelma menjadi revolusi. Bahkan
sejarah mencatat banyak kejadian yang terjadi baik secara individu maupun
kelompok mengadakan perlawanan terhadap penguasa ataupun golongan untuk
memperjuangkan apa yang menjdi haknya.Di negara Barat, “Revolusi Perancis”
dianggap sebagai tonggak perjuangan hak asasi manusia. Sejak pertengahan abad
ke tujuh belas dengan berbagai rangkaian revolusi, sudah banyak usaha untuk
merumuskan serta memperjuangkan beberapa hak yang dianggap suci dan harus
dijamin. Hal ini kerap kali timbul ketika terjadi hal-hal yang dianggap
menyinggung perasaan dan merendahkan martabat seseorang sebagai manusia.
Sebelum Revolusi Perancis (1789)
Montesqui pernah mengingatkan tentang hal “There is not word that has been
given varied meanings and evoked more varied emotions in the human heart than
liberty”, bahkan lebih lanjut ia juga mengatakan some have taken it as means of
deposing him on whom they had conferred a tyrannical authority; other again
have meant by liberty the privilege of being governed by a native of their own
country, or by their own laws; some have annexed this name to one from government
exclusively of others; those we had republican taste applied it to this species
of government; those who liked a monarchical state gave it to monarchy.
Dalam arti yang murni, paham kemerdekaan
itu antara lain berwujud :
1.
Kemerdekaan berpikir dan mengeluarkan pikiran serta menganut keyakinan sendiri;
2.
Kemerdekaan untuk bersatu dengan teman-teman yang sepaham serta mempunyai
tujuan-tujuan tertentu (kemerdekaan untuk berkumpul dan bersidang);
3.
Kemerdekaan untuk mengatur penghidupan sendiri tidak seperti yang diperintahkan
oleh kekuasaan yang berada di atasnya.
Sebelum abad masehi, perjuangan dalam
pembelaan hak asasi manusia pu telah dilakukan. Hal tersebut dapat dilihat
dalam upaya-upaya tersebut :
Hukum Hamurabi di Babylonia yang
menetapkan adanya aturan hukum yang menjamin keadilan bagi semua warga di
negara Babylonia. Hukum tersebut terkenal sebagai jaminan hak asasi manusia. Solon
di Athena yang mengajarkan bahwa orang-orang yang diperbudak karena tidak mampu
melunasi hutangnya harus dibebaskan. Justianus (Kaisar Romawi, tahun 572 SM)
merumuskan peraturan yang menjamin atas keadilan dan hak asasi manusia. Para
filsuf Yunani Kuno seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles yang mengemukakan
pikirannya tentang jaminan hak asasi manusia.
Selanjtnya masalah tentang penegakan HAM
ini berkembang di Inggris. Perjuangan para bangsawan Inggris telah melakukan
perjuangan utuk mendapatkan kembali hak-haknya yang telah dicampakkan oleh raja
John yang bertahta pada saat itu, yang akhirnya melahirkan Piagam Agung “Magna
Charta” (1215) yakni sebuah dokumen resmi yang isinya antara lain memberikan
batasan yang jelas dan tegas terhadap kekuasaan raja yang absolute dan
totaliter sehingga hak-hak dasar rakyat tetap terjamin. Kemudian pada tahun
1689, di Inggris diasahkan oleh parlemen Inggris sebuah undang-undang hak
yakni “Bill of Rights”, setelah
sebelumnya terjadi revolusi berdarah yang dikenal dengan nama “The Glorious
Revolution”. Revolusi ini merupakan revolusi emanisipasitorik untuk memberikan
perlawanan terhadap raja James II yang berkuasa saat itu.
Gerakan emanisipasitorik dan revolusi
kemanusian yang terjadi menjadi sumber inspirasi timbulnya gerakan revolusioner
di Perancis dan Amerika. Pada tahun 1789, di Perancis dicetuskan Declarastion
des Droits de l’home st du Citoyen, sebuah deklarasi yang menjamin persamaan
hak dan penghormatan terhadap harkat dan mertabat kemanusiaan yakni Liberte,
egaliite dan fraternite (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan), yang kemudian
menjadi akar demokrasi dan menyebar ke berbagai penjuru dunia, serta mampu
menumbuhkan inspirasi pada banyak bangsa untuk mencari alternative demokratif
bagi system politik lama. Demikian pula di Amerika, pada kurun waktu yang
hamper bersamaan disahkan sebuah undang-undang hak (the bill of rights) yang
kemudian menjadi bagian utama dari Undang-undang Dasar Amerika pada ahun 1791.
Bill of Rights maupun Declarastion des Droits de l’home st du Citoyen merupakan
konkrettisasi kemauan masyarakat (volente generale) untuk membentuk peraturan
hukum yang secara formal dapat menjamin dan melindungi hak-hak asasi manusia
agar para penguasa tidak bertindak sewenang-wenang, represif dan otorite
terhadap yang lemah dan tidak berkuasa.
Gerakan-gerakan emansipasitorik tersebut
lebih banyak mendapat inspirasi dari gagasan-gagasan hukum alam (nature law) sebagaimana diintrodusir oleh
John Locke (1632-1704) dan Jean Jaques Rousseau (1722-1788). Dalam mazhaab
hukum alam konsepsi dasar hak-hak asasi manusia hanya meliputi the right to
life, the right to liverty, dan the right to property.
Menurut John Locke, manusia mula-mula
belum bermasyarakat, tetapi berada dalam keadaan alamiah, state of nature yaitu
suatu keadaan dimana belum terdapat kekuasaan dan otorita apa-apa, semua orang
bebas dan sama derajatnya. Selanjutnya dalam perkembangannya, diantara
orang-orang tersebut terjadi cekcok karena adanya perbedaan pemikiran dan
pemilikan harta benda. Dalam kondisi “state war” sepertiitu, timbul pemikiran
untuk melindungi nilai-nilai mereka yang paling fundamental dan esensial
seperti hak untuk hidup, hak untuk merdeka, dan hak terhadap milik pribadi.
Selanjutnya mereka membuat perjanjian untuk bermasyarakat dan menyerahkan
sebagian dari hak-hak mereka kepada pemimpin dan pemimpin bertugas melindungi
hak-hak mereka tersebut. Menurut Locke ada hak-hak individu dan masyarakat yang
tidak dapat dipisahkan dari dirinya dan diserahkan kepada pemimpin, hak
tersebut adalah hak atas hidup, hak atas kemerdekaan, dan hak atas milik
pribadi, karena semua hak tersebut adalah hak yang diterima manusia sejak ia
dilahirkan.
Perkembangan selanjutnya,
konsepsi-konsepsi hak-hak asasi manusia terus mengalami perubahan. Hak-hak
asasi manusia warisan masa lampau ternyata tidak responsive dan aspiratif lagi
dengan situsai social yang makin lama makin berkembang, sehingga perlunya
perllindungan terhadap hak-hak diluar hak yang bersifat yuridik politik saja
seperti hak dalam bidang ekonomi, social, dan budaya. Dalam hal ini, presiden
Amerika Franklin D. Roosevelt pada permulaan abad ke-20 memformlasikan 4 macam
hak-hak asai yang kemudian dikenal dengan “The Four Freedoms”, yaitu freedom of
speech, freedom of religion, freedom fear dan freedom from want. Roosevelt
menyatakan bahwa hak manusia harus juga mencakup bidang ekonomi, social dan
budaya. Dimensi hak-hak asasi yang dirumuskan oleh D. Rosevelt itu kemudian
menjadi inspirasi dan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari “Declaration of
Human Rights ” tahun 1948 di mana seluruh umat manusia melalui wakil-wakilnya
tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) seia sekata bertekad untuk
memberikan pengakuan dan perlindungan secara yuridik formal terhadap hak-hak
asasi dan merealisasikannya. Dalam deklarasi tersebut manusia mendapat posisi
sentral dimana harkat dan martabat manusia, hak- hak dan kebebasan asasinya di
junjung tinggi dengan tak ada pegecualian apa pun. Secara teoritik deklarasi
tersebut dikelompokkan dalam 2 bagian yaitu bagian pertama menyangkut hak- hak
politik dan yuridik, bagian kedua menyangkut hak- hak atas martabat dan integritas
manusia, dan bagian ketiga menyangkut hak- hak social, ekonomi, dan hak- hak
budaya. Konsekwensinya hak- hak asasi manusia harus dilihat dan dipahami secara
utuh, tidak parsial. Namun dalam faktanya tidak demikian, kerap kali hak- hak
yang diutamakan adalah hak- hak politik dan yuridis. Dari situasi tersebut
tampaklah deklarasi HAM tahun 1948 itu isinya sarat dengan hak- hak politik dan
yuridik dan bahkan menjadi ciri khasnya. Deklarasi ini dalam pembabakan
perkembangan konsepsi hak- hak manusia disebut sebagai “generasi pertama hak-
hak asasi manusia.”
Pada awal tahun 1960 baru ada upaya dari
komisi hak asasi PBB untuk merekonseptualisasi dan mereaktualisasi hak- hak
aktualisasi manusia dan dalam upaya ini hak- hak dalam bidang ekonomi, social,
dan budaya mendapat posisi perhatian yang lebih besar. Pada tahun 1966 upaya
tersebut mencapai puncaknya ketika sidang umum PBB mengesahkan international
convenant on economic, social and cultural rights and international convenant
on civil and political rights serta protocol tambahan yang mengatur hak- hak
sipil dan politk. Dua konvenan inilah yang menjadi dokumen dasar “generasi II”
konsepsi dasar HAM sebagai babak baru dalam perkembangan HAM.Pada generasi II
hak- hak ekosop mendapat perhatian yang sangat besar dan merupakan reaksi
antitesa terhadap konsepsi dasar generasi I HAM yang lebih menekankan hak
politik dan yuridik. Bila diamati secara teliti pada dasarnya kedua dokumen HAM
baik dokumen tahun 1948 maupun dokumen tahun 1966 sulit sekali dibedakan karena
keduanya mengantur tentang baik hak-hak yuridik, politik, maupun hak- hak
ekonomi, social dan budaya namun sulit sekali menghilangkan kesan bahwa dokumen
hak asasi tahun 1948 sarat dengan hak- hak yuridik dan politik sedangkan
dokumen asasi 1966 sangat sarat dengan hak- hak ekosop.
Perkembangan konsepsi dasar hak-hak
asasi manusia dari generasi I sampai dengan generasi II mencerminkan perubahan
pemikiran umat manusia mengenai hak asasi manusia. Karena itu konsepsi dasar
hak- hak asasi manusia, baik generasi I yang mempunyai ciri keutamaan pada
pelaksanaan hak- hak politik dan hukum, maupun generasi II yang mempunyai ciri
keutamaan pada pemenuhan hak- hak ekosop harus disintesakan menjadi konsepsi
baru yang lebih luas dan secara akomodatif mampu mencakupi isi dan ruang
lingkup konsepsi dasar generasi I dan generasi II HAM yang dalam pembabakan
sejarah perkembangan hak- hak asasi manusia disebut “The rights to development”
yaitu hak-hak atas pembangunan, dan inilah yang merupakan “generasi II” HAM. Hak-hak
atas pembangunan sebagai paradigma baru terhadap hak-hak asasi manusia muncul
sebagai reaksi dan protes terhadap pola pembangunan yang dilakukan oleh negara-
negara dunia ketiga dimana makna pembangunan telah mengalami distorsi yang
sangat parah. Pola pembangunan yang diterapkan yaitu pola pembangunan yang
memberikan priorioritas pada pembangunan dan ekonomi dan pembangunan dalam bidang-bidang lainya dikecualikan. Pola
pembangunan yang seperti itu mensyaratkan terpeliharanya stabilitas dan untuk
mencapai hak tersebut hak-hak dan
kebebasan dasar rakyat harus dipreteli dan bila perlu dicampakkan.
Hak- hak atas pembangunan pasda dasarnya
bukanlah hak- hak yang baru sama sekali akan tetapi merupakan perluasan dan
penekanan kembali terhadap beberapa pasal yang tercantum dalam universal
declaration of human rights dan menjadi elemen-elemen utama dari konsepsi hak-
hak atas pembangunan. Pada prinsipnya the rights to development merupakan hak
rakyat mayoritas untuk membebaskan diri dari belengu kemiskinan, ketidak adilan,
keterbelakangan, kemelaratan dankeragu-raguan. Karena itu pembangunan harus
dilihat sebagai suatu proses yang secara sengaja dibuat untuk menciptakan
kondisi-kondisi sehingga setiap orang dapat menikmati, menjalankan,
memanfaatkan semua hak asasinya baik dibidang ekonomi, social, budaya maupun
politik. Pembangunan yang dilaksanakan harus pula memperhatikan, menghormati
hak- hak tersebut secara professional tanpa mengutamakan yang satu dan
mengabaikan yang lainnya.
Perkembangan
Hak Asasi Manusia
Pada awalnya HAM di buat untuk
mengatasnamakan memperjuangkan hak-hak dari setiap manusia di dunia. Pada tahun
1215 penanda tanganan Magna Charta dianggap sebagai perlindungan hak asasi
manusia yang pertama, dalam kenyataanya isinya hanya memuat perlindungan hak
kaum bangsawan dan kaum Gerejani sehingga Magna Charta bukan merupakan awal
dari sejarah hak hak asasi manusia. Pada abad 18 perkembangan sejarah
perlindungan hak-hak asasi manusia cukup pesat seperti yang dialami oleh
bangsa-bangsa Inggris, Perancis dan Amerika Serikat. Perjuangan rakyat di
Negara- negara tersebut sangan luar biasa dalam menghadapi kesewenang-wenangan
para penguasanya.
Pertumbuhan ajaran demokrasi menjadikan
sejarah perlindungan hak asasi manusia memiliki kaitan erat dengan usaha
pembentukan tatanan Negara hukum yang demokratis. Pembatasan kekuasaan para
penguasa dalam undang-undang termasuk konstitusi, Pemimpin suatu Negara harus
melindungi hak yang melekat secara kodrati pada individu yang menjadi
rakyatnya. Konvensi yang di tanda tangani oleh lima belas Dewan anggota Eropa
di Roma, pada tanggal 4 Nopember 1950, mengakui pernyataan umum hak-hak asasi
manusia yang diproklamasikan Sidang Umum PBB 10 Desember 1948, konvensi
tersebut berisi antara lain, pertama hak setiap orang atas hidup dilindungi
oleh undang-undang, kedua menghilangkan hak hidup orang tak bertentangan, dan
ketiga hak setiap orang untuk tidak dikenakan siksaan atau perlakuan tak
berperikemanusiaan atau merendahkan martabat manusia.
Menurut Myres Mc Dougal, yang
mengembangkn suatu pendekatan tehadap hak asasi manusia yang sarat nilai dan
berorientasi pada kebijakan, berdasarkan pada nilai luhur perlindungan terhdap
martabat manusia. Tuntutan pemenuhan hak asasi manusia berasal dari pertukaran
nilai-nilai intenasional yang luas dasarnya. Nilai-nilai ini dimanifestasikan
oleh tuntunan-tuntunan yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan social,
seperti rasa hormat, kekuasaan pencerahan, kesejahteraan, kesehatan,
keterampilan, kasih sayang dan kejujuran. Semua nilai ini bersama-sama mendukung
dan disahkan oleh, nilai luhur martabat manusia. Menurut piagam PBB pasal 68
pada tahun 1946 telah terbentuk Komisi Hak-hak Manusia ( Commission on Human
Rights ) beranggota 18 orang. Komisi inilah yang pada akhirnya menghasilkan
sebuah Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia ( Universal
Declaration of Human Rights ) yang dinyatakan diterima baik oleh sidang Umum
PBB di Paris pada tanggal 10 Desember 1948.
Sedangkan di Indonesia Hak – hak Asasi
Manusia, tercantum dalam UUD 45 yang tertuang dalam pembukaan, pasal-pasal dan
penjelasan, Kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Sebagai konsekuensinya
penjajahan harus dihapuskan dari muka bumi karena tidak sesuai dengan perikemanusian
dan peri keadilan. Kesadaran dunia international untuk melahirkan DEklarasi
Universal tahun 1948 di Paris, yang memuat salah satu tujuannya adalah
menggalakkan dan mendorong penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia dan
kebebasan asasi bagi semua orang tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahaswa
atau agama (pasal 1). Pasal tersebut diperkuat oleh ketetapan bunyi pasal 55
dan pasal 56 tentang kerja sama Ekonomi dan Sosial International, yang mengakui
hak-hak universal HAM dan ikrar bersama-sama Negara-negara anggota untuk kerja
sama dengan PBB untuk tujuan tersebut. Organ-organ PBB yang lebih banyak
berkiprah dalam memperjuangkan HAM di antaranya yang menonjol adalah Majelis
Umum, Dewan ECOSOC, CHR, Komisi tentang Status Wanita, UNESCO dan ILO.
Hak Asasi Manusia merupakan suatu bentuk
dari hikum alami bagi umat manusia, yakni terdapanya sejulah aturan yang dapat
mendisiplinkan dan menilai tingkah laku kita. Konsep ini disarikan dari
berbagai ideology dan filsafat, ajaran agama dan pandangan dunia, dan
terlambang dengan negara-negara itu dalam suatu kode perilaku internasional.
Dengan demikian, konsep hak asasi tidak lain adalah komitmen bangas-bangsa di
dunia tentang pentingnya penghormatan terhadap sesamanya. Doktrin hak-hak asasi
manusia dan hak menentukan nasib sendiri telah membawa pengaruh yang sangat
besar terhadap hokum dan masyarkat internasional. Pengaruh tersebut secara
khusu tampak dalam bidang :
1.
Prinsip resiprositas versus tuntutan-tuntutan masyarkat,
2.
Rakyat dan individu sebagai wrga masyarakat internasional
3.
Hak-hak asasi manusia dan hak asasi orang asing.
4.
Tehnik menciptakan standar hokum internasional.
5.
Pengawasan internasional,
6.
Pertanggungjwaban internasional, dan
7.
Hukum perang.
Dalam perkembangannya hak hak asasi
manuia diperlambat oleh sejumlah kekuatan yang menentangnya. Diantara
kekuatan-kekuatan tersebut rezim pemerintahan yang otoriter dan struktur
pemerintahan yang sewenang-wenang dan serba mencakup merupakan kekuatan
penentang yang paling besar pengaruhnya terhadap laju perkembangan perlindungan
hak-hak asasi manusia. Terdapat tiga masalah yang menghambat perkembangan
hak-hak asasi manusia, yaitu :
1.
Negara menjadi penjamin penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia.
2.
Kedua merupakan bagian dari tatanan Negara modern yang sentrlistik dan
birokratis.
3.
Merujuk pada sejarah khas bangsa-bangsa barat, sosialis dan Negara-negara dulu.
Perkembangan HAM
di Indonesia
A.
Perdebatan Awal tentang Hak Asasi
Manusia di Indonesia
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tugas Yang Maha
Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara hukum, Pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Di Indonesia, wacana hak asasi
manusia bukanlah wacana yang asing dalam diskursus politik dan ketatanegaraan
bangsa ini. Kita bisa menemuinya dengan gamblang dalam perjalanan sejarah
pembentukkan bangsa ini, di mana perbincangan mengenai hak asasi manusia
menjadi bagian daripadanya.
Jauh sebelum kemerdekaan, para perintis
bangsa ini telah memercikkan pikiran-pikiran untuk memperjuangkan harkat dan
martabat manusia yang lebih baik. Percikan pikiran tersebut dapat dibaca dalam
surat-surat R.A. Kartini yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”,
karangan-karangan politik yang ditulis oleh H.O.S. Cokroaminoto, Agus Salim,
Douwes Dekker, Soewardi Soeryaningrat, petisi yang dibuat oleh Sutardjo di
Volksraad atau pledoi Soekarno yang berjudul ”Indonesia Menggugat” dan Hatta
dengan judul ”Indonesia Merdeka” yang dibacakan di depan pengadilan Hindia
Belanda. Percikan-percikan pemikiran pada masa pergerakan kemerdekaan itu, yang
terkristalisasi dengan kemerdekaan Indonesia, menjadi sumber inspirasi ketika
konstitusi mulai diperdebatkan di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Di sinilah terlihat bahwa para pendiri bangsa
ini sudah menyadari pentingnya hak asasi manusia sebagai fondasi bagi negara.
Sama halnya dengan negara berkembang
yang lain, hak asasi menjadi topik pembicaraan di Indonesia. Pembicaraan ini
dilakukan menjelang perumusan Undang-Undang Dasar 1945, masa Orde Baru dan
Reformasi. Pada waktu rancangan naskah UUD dibicarakan, ada perbedaan pendapat
mengenai peran hak asasi dalam negara demokratis. Banyak kalangan berpendapat
bahwa Declaration des Droits de I’Homme et du Citoyen (1789) berdasarkan
individualism dan liberalism, dank arena itu bertentangan dengan asas
kekeluargaan dan gotong royong. Mengenai hal ini Ir. Soekarno menyatakan :
“jikalau kita betul-betul hendak mendasarkan negara kita kepada paham
kekeluargaan, paham tolong-menolong, paham gotong royong, dan keadilan social,
enyahkanlah tiap-tiap pikiran, tiap paham individualisme dan liberalism
daipadanya.”
Di pihak lain, Drs. Moh. Hatta
mengatakan bahwa walaupun yang dibentuk negara kekeluargaan, namun perlu
ditetapkan beberapa hak warga negara agar jangan timbul negara kekuasaan
(Machtsstaat). Maka pada akhirnya tercapai kesepakatan bahwa hak asasi
dimasukkan dalam UUD 1945, tetapi dalam jumlah terbatas. Perdebatan tersebut
tidak berakhir begitu saja. Diskursus mengenai hak asasi manusia muncul kembali
sebagai usaha untuk mengoreksi kelemahan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada
sidang Konstituante (1957-1959). Sebagaimana terekam dalam Risalah
Konstituente, khususnya dari Komisi Hak Asasi Manusia, perdebatan di sini jauh
lebih sengit dibanding dengan perdebatan di BPUPKI. Berbeda dengan perdebatan
awal di BPUPKI, diskusi di Konstituante relatif lebih menerima hak asasi
manusia dalam pengertian natural rights, dan menganggapnya sebagai substansi
Undang-Undang Dasar. Meskipun ada yang melihat dari perspektif agama atau
budaya, perdebatan di Konstituante sebetulnya telah berhasil menyepakati 24 hak
asasi manusia yang akan disusun dalam satu bab pada konstitusi. Namun konstituante
dibubarkan oleh Soekarno, sehingga kesepakatan-keseakatan yang dicapai urung
dilakukan, termasuk mengenai Hak Asasi Manusia.
Setelah rezim Demokrasi Terpimpin
Soekarno digulingkan oleh gerakan mahasiswa 1966, maka lahirlah rezim Orde Baru
yang juga memunculkan kembali perdebatan mengenai perlindungan
konstitusionalitas hak asasi manusia. Perdebatan itu muncul pada Sidang Umum
MPRS tahun 1968 di awal Orde Baru. MPRS ketika itu telah membentuk Panitia Ad
Hoc Penyusunan Hak-Hak Asasi Manusia. Hasilnya adalah sebuah “Rancangan
Keputusan MPRS tentang Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-hak serta Kewajiban
Warga Negara”. Tetapi sayang sekali rancangan tersebut tidak berhasil diajukan
ke Sidang Umum MPRS untuk disahkan sebagai ketetapan MPRS. Alasannya terutama
diajukan oleh fraksi Karya Pembangunan dan ABRI, akan lebih tepat jika Piagam
yang penting itu disiapkan oleh MPR hasil pemilu, bukan oleh MPR(S) yang
bersifat “sementara”. Kenyataannya, setelah MPR hasil pemilu (1971) terbentuk,
Rancangan Piagam Hak Asasi Manusia itu tidak pernah diajukan lagi.Fraksi Karya
Pembangunan dan fraksi ABRI tidak pernah mengingat lagi apa yang pernah mereka
putuskan pada Sidang Umum MPRS tahun 1968 tersebut. Sampai akhirnya datang
gelombang besar “Reformasi”, yang melengserkan Soeharto dari kursi Presiden
Indonesia (Mei, 1998) dan membuka babak baru wacana hak asasi manusia di
Indonesia.
B. Hak Asasi
Manusia Dalam Era Reformasi
Runtuhnya rezim orde baru berarti
memasuki era reformasi bagi bangsa Indonesia. B.J. Habibie yang menggantikan
Soeharto sebagai presiden RI tidak punya pilihan lain selain memenuhi tuntutan
reformasi, yaitu membuka sistem politik yang selama ini tertutup, menjamin
perlindungan hak asasi manusia, menghentikan korupsi, kolusi dan nepotisme,
menghapus dwi-fungsi ABRI, mengadakan pemilu, membebaskan narapidana politik,
dan sebagainya. Pada periode reformasi ini muncul kembali perdebatan mengenai
konstitusionalitas perlindungan hak asasi manusia. Perdebatan bukan lagi
soal-soal konseptual berkenaan dengan teori hak asasi manusia, tetapi pada soal
basis hukumnya, apakah ditetapkan melalui TAP MPR atau dimasukkan dalam UUD.
Karena kuatnya tuntutan dari kelompok-kelompok reformasi ketika itu, maka
perdebatan bermuara pada lahirnya Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak
Asasi Manusia. Isinya bukan hanya memuat Piagam Hak Asasi Manusia, tetapi juga
memuat amanat kepada presiden dan lembaga-lembaga tinggi negara untuk memajukan
perlindungan hak asasi manusia, termasuk mengamanatkan untuk meratifikasi
instrumen-instrumen internasional hak asasi manusia.
Hasil pemilihan umum 1999 berhasil
mengangkat K.H. Abdurrachman Wahid sebagai presiden, mereka juga berhasil
menggulirkan terus isu amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Pada Sidang Tahunan
MPR tahun 2000, perjuangan untuk memasukkan perlindungan hak asasi manusia ke
dalam Undang-Undang Dasar akhirnya berhasil dicapai. Majelis Permusyawaratan
Rakyat sepakat memasukan hak asasi manusia ke dalam Bab XA, yang berisi 10
Pasal Hak Asasi Manusia (dari pasal 28A-28J) pada Amandemen Kedua Undang-Undang
Dasar 1945 yang ditetapkan pada 18 Agustus 2000.
Amandemen Kedua tentang Hak Asasi
Manusia merupakan prestasi gemilang yang dicapai Majelis Permusyawaratan Rakyat
pasca Orde Baru. Amandemen Kedua itu telah mengakhiri perjalanan panjang bangsa
ini dalam memperjuangkan perlindungan konstitusionalitas hak asasi manusia di
dalam Undang-Undang Dasar. Mulai dari awal penyusunan Undang-Undang Dasar pada
tahun 1945, Konstituante (1957-1959), awal Orde Baru (1968) dan berakhir pada
masa reformasi saat ini merupakan perjalanan panjang diskursus hak asasi
manusia dalam sejarah politik-hukum Indonesia sekaligus menjadi bukti bahwa
betapa menyesatkan pandangan yang menyatakan hak asasi manusia tidak dikenal
dalam budaya Indonesia.
Selain keberhasilan memasukkan Hak Asasi
Manusia ke dalam Undang-Undang Dasar, pemerintah era reformasi juga berhasil
merumuskan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang tersebut dilahirkan sebagai turunan dari Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia memuat pengakuan yang luas terhadap hak asasi
manusia. Hak-hak yang dijamin di dalamnya mencakup mulai dari pengakuan
terhadap hak-hak sipil dan politik, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, hingga
pada pengakuan terhadap hak-hak kelompok seperti anak, perempuan dan masyarakat
adat (indigenous people).
Penambahan rumusan HAM serta jaminan
penghormatan, perlindungan, pelaksanaan, dan pemajuannya ke dalam Undang-Undang
Dasar 1945 bukan semata-mata karena kehendak untuk mengakomodasi perkembangan
pandangan mengenai HAM yang makin menganggap penting HAM sebagai isu global,
melainkan karena hal itu merupakan salah satu syarat negara hukum. Dalam UU No.
39 Tahun 1999 tentang HAM pasal 2 dinyatakan Negara Republik Indonesia mengakui
dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak
yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus
dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peringatan martabat kemanusiaan,
kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.
Dengan adanya rumusan HAM dalam
Undang-Undang Dasar 1945, maka secara konstitusional hak asasi setiap warga
negara dan penduduk Indonesia telah dijamin.Dalam hubungan tersebut, bangsa
Indonesia berpandangan bahwa HAM harus memperhatikan karakteristik Indonesia
dan sebuah hak asasi juga harus diimbangi dengan kewajiban sehingga diharapkan
akan tercipta saling menghargai dan menghormati akan hak asasi tiap-tiap pihak.
Dalam Bab XA tentang Hak Asasi Manusia
Undang-Undang Dasar 1945 terdapat dua pasal yang saling berkaitan erat, yaitu
Pasal 28I dan Pasal 28J. Keberadaan Pasal 28J dimaksudkan untuk mengantisipasi
sekaligus membatasi Pasal 28I.
Pasal 28I mengatur beberapa hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun, termasuk di dalamnya
hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut. Sedangkan Pasal
28J memberikan pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dan untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Rumusan HAM yang masuk dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat dibagi ke dalam beberapa
aspek, yaitu :
1.
HAM berkaitan dengan hidup dan kehidupan
2.
HAM berkaitan dengan keluarga
3.
HAM berkaitan dengan pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi
4.
HAM berkaitan dengan pekerjaan
5.
HAM berkaitan dengan kebebasan beragama dan meyakini kepercayaan, kebebasan
bersikap, berpendapat, dan berserikat
6.
HAM berkaitan dengan informasi dan komunikasi
7.
HAM berkaitan dengan rasa aman dan perlindungan dari perlakuan yang merendahkan
derajat dan martabat manusia
8.
HAM berkaitan dengan kesejahteraan social
9.
HAM berkaitan dengan persamaan dan keadilan
10.
HAM berkewajiban menghargai hak orang dan pihak lain
Jika rumusan HAM dalam Undang-Undang
Dasar 1945 diimplementasikan secara konsisten, baik oleh negara maupun oleh
rakyat, diharapkan laju peningkatan kualitas peradaban, demokrasi, dan kemajuan
Indonesia jauh lebih cepat dan jauh lebih mungkin dibandingkan dengan tanpa
adanya rumusan jaminan pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemajuan HAM
dalam Undang-Undang 1945.
n
– kewajiban yang lain.
Arti dan Makna Hak Asasi Manusia
1. Pengertian dan Ruang Lingkup HAM
HAM adalah hak-hak yang melekat pada
diri manusia, dan tanpa hak-hak itu manusia tidak dapat hidup layak sebagai
manusia. Hak tersebut diperoleh bersama dengan kelahirannya atau kehadirannya
di dalam kehidupan masyarakat (Tilaar, 2001). HAM bersifat umum (universal)
karena diyakini bahwa beberapa hak dimiliki tanpa perbedaan atas bangsa, ras,
atau jenis kelamin. HAM juga bersifat supralegal, artinya tidak tergantung pada
adanya suatu Negara atau undang-undang dasar, kekuasaan pemerintah, bahkan
memiliki kewenangan lebih tinggi karena berasal dari sumber yang lebih tinggi
(Tuhan). UU No. 39/1999 tentang HAM mendefinisikan HAM sebagai seperangkat hak
yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan YME.
Ruang
lingkup HAM meliputi:
(1)
hak pribadi: hak-hak persamaan hidup, kebebasan, keamanan, dan lain sebagainya;
(2) hak milik pribadi dalam kelompok sosial di
mana ia ikut serta;
(3)
kebebasan sipil dan politik untuk dapat ikut serta
dalam pemerintahan;
(4) hak-hak berkenaan dengan masalah ekonomi
dan sosial.
2. HAM pada Tataran Global
Sebelum
konsep HAM diratifikasi PBB, terdapat beberapa konsep utama mengenai HAM,
yaitu:
a.HAM menurut konsep Negara-negara Barat
·
Ingin
meninggalkan konsep Negara yang mutlak.
·
Ingin
mendirikan federasi rakyat yang bebas, Negara sebagai coordinator dan pengawas.
·
Filosofi dasar: hak
asasi tertanam pada diri individu manusia.
·
Hak
asasi lebih dulu ada daripada tatanan Negara.
b.
HAM menurut konsep
Sosialis
·
Hak
asasi hilang dari individu dan terintegrasi dalam masyarakat.
·
Hak
asasi manusia tidak ada sebelum Negara ada.
·
Negara berhak membatasi
hak asasi manusia apabila situasi menghendaki.
c. HAM
menurut konsep bangsa-bangsa Asia dan Afrika
·
Tidak
boleh bertentangan dengan ajaran agama/sesuai dengan kodratnya.
·
Masyarakat sebagai
keluarga besar artinya penghormatan utama untuk kepala keluarga.
·
Individu
tunduk kepada kepala adat yang menyangkut tugas dan kewajiban.
d. HAM
menurut konsep bangsa-bangsa Asia dan Afrika
·
Tidak
boleh bertentangan dengan ajaran agama/sesuai dengan kodratnya.
·
Masyarakat
sebagai keluarga besar dengan penghormatan utama terhadap kepala keluarga.
·
Individu
tunduk kepada kepala adat yang merupakan tugas dan kewajiban anggota
masyarakat.
e. HAM menurut konsep PBB
Konsep
HAM ini dibidani oleh sebuah komisi PBB yang dipimpin oleh Elenor Roosevelt (10
Desember 1948) dan secara resmi disebut “Universal Declaration of Human
Rights”. Di dalamnya menjelaskan tentang hak-hak sipil, politik, ekonomi,
sosial dan kebudayaan yang dinikmati manusia di dunia yang mendorong
penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia.
Sejak
tahun 1957, konsep HAM tersebut dilengkapi dengan tiga perjanjian, yaitu:
(1) Hak Ekonomi Sosial dan Budaya,
(2) Perjanjian internasional
tentang hak sipil dan politik,
(3) Protokol opsional bagi
Perjanjian hak sipil dan politik internasional.
Pada Sidang
Umum PBB tanggal 16 Desember 1966 ketiga dokumen tersebut diterima dan
diratifikasi.
Universal Declaration of Human
Rights menyatakan bahwa setiap orang mempunyai:
§ Hak
untuk hidup.
§ kemerdekaan
dan keamanan badan.
§ hak
untuk diakui kepribadiannya menurut hukum.
§
hak
untuk memperoleh perlakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum.
§ hak untuk mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana
seperti diperiksa dimuka umum, dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang
sah.
§
hak
untuk masuk dan keluar wilayah suatu Negara.
§
hak
untuk mendapat hak milik atas benda.
§
hak
untuk bebas untuk mengutarakan pikiran
dan perasaan.
§
hak
untuk bebas memeluk agama serta mempunyai dan mengeluarkan pendapat.
§
hak
untuk berapat dan berkumpul.
§
hak
untuk mendapatkan jaminan sosial.
§ hak
untuk mendapatkan pekerjaan.
§ hak
untuk berdagang.
§ hak
untuk mendapatkan pendidikan.
§
hak
untuk turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat.
§
hak
untuk menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan.
3. HAM di Indonesia: Permasalahan dan
Penegakannya
Sejalan dengan amanat Konstitusi,
Indonesia berpandangan bahwa pemajuan dan perlindungan HAM harus didasarkan
pada prinsip bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hak
pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan baik dalam
penerapan, pemantauan, maupun dalam pelaksanaannya (Wirayuda, 2005). Sesuai
dengan pasal 1 (3), pasal 55 dan 56 Piagam PBB upaya pemajuan dan perlindungan
HAM harus dilakukan melalui suatu konsep kerjasama internasional yang
berdasarkan pada prinsip saling menghormati, kesederajatan, dan hubungan
antarnegara serta hukum internasional yang berlaku.
HAM di Indonesia didasarkan pada Konstitusi
NKRI, yaitu: Pembukaan UUD 1945 (alinea I), Pancasila sila ke-4, Batang Tubuh
UUD 1945 (pasal 27, 29 dan 30), UU no. 39/1999 tentang HAM dan UU No. 26/2000
tentang Pengadilan HAM. HAM di Indonesia menjamin hak untuk hidup, hak
berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh
keadilan, hak atas kebebasan, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak
turut serta dalam pemerintahan, hak
wanita, dan hak anak.
Program
penegakan hukum dan HAM (PP No. 7 tahun 2005) meliputi pemberantasan korupsi,
antiterorisme dan pembasmian penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakan hukum dan HAM harus dilakukan
secara tegas, tidak diskriminatif, dan konsisten.
Kegiatan-kegiatan pokok meliputi:
a.
penguatan
upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana Aksi Nasional
Pemberantasan Korupsi 2004-2009.
b.
Pelaksanaan
Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari 2004-2009 sebagai gerakan
nasional.
c.
peningkatan
penegakan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana terorisme dan
penyalahgunaan narkotika serta obat berbahaya lainnya.
d.
peningkatan
efektivitas dan penguatan lembaga/institusi hukum maupun lembaga yang fungsi
dan tugasnya mencegah dan memberntas korupsi.
e.
peningkatan
efektivitas dan penguatan lembaga/institusi hukum maupun lembaga yang fungsi
dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia.
f.
peningkatan
upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warganegara di depan hukum melalui
keteladanan Kepala Negara dan pimpinan lainnya untuk mematuhi dan mentaati
hukum dan hak asasi manusia secara konsisten dan konsekuen.
g.
penyelenggaraan
audit reguler atas seluruh kekayaan pejabat pemerintah dan pejabat Negara.
h.
peninjauan
serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka mewujudkan proses hukum
yang lebih sederhana, cepat, tepat dan dengan biaya yang terjangkau oleh semua
lapisan masyarakat.
i.
peningkatan
berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi manusia dalam
rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika masyarakat dapat
berjalan sewajarnya.
j.
pembenahan sistem manajemen penanganan perkara yang
menjamin akses public, pengembangan sistem pengawasan yang transparan dan
akuntabel.
k.
pengembangan
sistem manajemen kelembagaan hukum yang transparan.
l.
penyelamatan
barang bukti akuntabilitas kinerja yang berupa dokumen/arsip lembaga Negara dan
badan pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan HAM.
m.
peningkatan
koordinasi dan kerjasama yang menjamin efektivitas penegakan hukum dan HAM.
n.
pembaharuan
materi hukum yang terkait dengan pemberantasan korupsi.
o.
peningkatan
pengawasan terhadap lalu lintas orang yang melakukan perjalanan baik ke luar
maupun masuk ke wilayah Indonesia.
p.
peningkatan
fungsi intelejen agar aktivitas terorisme dapat dicegah pada tahap yang sangat
dini, serta meningkatkan berbagai operasi keamanan dan ketertiban; serta
q.
peningkatan
penanganan dan tindakan hukum terhadap penyalahgunaan narkotika dan obat
berbahaya melalui identifikasi dan memutus jaringan peredarannya, meningkatkan
penyidikan, penyelidikan, penuntutan serta menghukum para pengedarnya secara
maksimal.
2.3
Permasalahan dan Penegakan HAM di Indonesia
Sejalan dengan amanat Konstitusi,
Indonesia berpandangan bahwa pemajuan dan perlindungan HAM harus didasarkan
pada prinsip bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hak
pembangunan merupakan satu kesatuanyang tidak dapat di pisahkan, baik dalam
penerapan, pemantauan, maupun dalam pelaksanaannya. Sesuai dengan pasal 1 (3),
pasal 55, dan 56 Piagam PBB upaya pemajuan dan perlindungan HAM harus dilakukan
melalui sutu konsep kerja sama internasional yang berdasarkan pada prinsip
saling menghormati, kesederajatan, dan hubungan antar negaraserta hukum
internasional yang berlaku.
Program
penegakan hukum dan HAM meliputi pemberantasan korupsi, antitrorisme, serta
pembasmian penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu,
penegakan hukum dan HAM harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif dan
konsisten.
Kegiatan-kegiatan pokok penegakan hukum
dan HAM meliputi hal-hal berikut:
1. Pelaksanaan
Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari 2004-2009 sebagai gerakan
nasional
2. Peningkatan
efektifitas dan penguatan lembaga / institusi hukum ataupun lembaga yang fungsi
dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia
3. Peningkatan
upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warga Negara di depan hukum
melalui keteladanan kepala Negara beserta pimpinan lainnya untuk memetuhi/
menaati hukum dan hak asasi manusia secara konsisten serta konsekuen
4. Peningkatan
berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi manusia dalam
rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika masyarakat dapat
berjalan sewajarnya.
5. Penguatan
upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana, Aksi Nasional
Pemberantasan Korupsi.
6. Peningkatan
penegakan hukum terhadao pemberantasan tindak pidana terorisme dan
penyalahgunaan narkotika serta obat lainnya.
7. Penyelamatan
barang bukti kinerja berupa dokumen atau arsip/lembaga Negara serta badan
pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan HAM.
8. Peningkatan
koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektifitas penegakan hukum dan HAM.
9. Pengembangan
system manajemen kelembagaan hukum yang transparan.
10. Peninjauan
serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka mewujudkan proses hukum
yang kebih sederhana, cepat, dan tepat serta dengan biaya yang terjangkau oleh
semua lapisan masyarakat.
2.4
Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM
1. Terjadinya
penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang
menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
2. Dosen
yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah
kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
3. Para
pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para
pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan
sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.
4. Orang
tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu
dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang anak
tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
5. Kasus
Babe yang telah membunuh anak-anak yang berusia di atas 12 tahun, yang artinya
hak untuk hidup anak-anak tersebut pun hilang
6. Masyarakat
kelas bawah mendapat perlakuan hukum kurang adil, bukti nya jika masyarakat
bawah membuat suatu kesalahan misalkan mencuri sendal proses hukum nya sangat
cepat, akan tetapi jika masyarakat kelas atas melakukan kesalahan misalkan
korupsi, proses hukum nya sangatlah lama
7. Kasus
Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bekerja di luar negeri mendapat penganiayaan
dari majikannya
8. Kasus
pengguran anak yang banyak dilakukan oleh kalangan muda mudi yang kawin diluar
nikah
BAB
IX
OTONOMI DAERAH
A.
PENGERTIAN
OTONOMI DAERAH
Pengertian otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.Selain pengertian otonomi daerah sebagaimana disebutkan
diatas, kita juga dapat menelisik pengertian otonomi daerah secara
harafiah.Otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa
Yunani, otonomi berasal dari kata autos
dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang,
sehingga dapat dikatakan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna
mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.Berdasarkan pengertian otonomi daerah
yang disebutkan diatas sesungguhnya kita telah memiliki gambaran yang cukup
mengenai otonomi daerah.Namun perlu diketahui bahwa selain pengertian otonomi
daerah yang disebutkan diatas, terdapat juga beberapa pengertian otonomi daerah
yang diberikan oleh beberapa ahli atau pakar.
Ciri-ciri otonomi daerah
Negara Kesatuan
|
Negara Federal
|
Otonomi daerah
|
Setiap daerah memiliki
perda (dibawah UU)
|
Setiap daerah
mempunyai UUD derah yang tidak bertentangan dengan UUD negara (hukum
tersendiri)
|
Setiap daerah memiliki
perda (dibawah UU)
|
Perda terikat dengan
UU
|
UUD daerah tidak
terikat dengan UU negara
|
Perda terikat dengan
UU
|
Kepala negara/kepala
daerah tidak punya hak veto
|
Kepala negara/kepala
daerah punya hak veto
|
Kepala negara/kepala
daerah tidak punya hak veto
|
Hanya Presiden
berwenang mengatur hukum
|
Presiden berwenang
mengatur hukum untuk negara sedangkan kepala daerah untuk daerah
|
Hanya Presiden berwenang
mengatur hukum
|
DPRD tidak punya hak
veto terhadap UU yang disahkan DPR
|
DPRD punya hak veto
terhadap UU yang disahkan DPR
|
DPRD tidak punya hak
veto terhadap UU yang disahkan DPR
|
Perda dicabut
pemerintah pusat
|
Perda dicabut DPR dan
DPD setiap daerah
|
Perda dicabut
pemerintah pusat
|
Sentralisasi
|
Desentralisasi
|
Semi sentralisasi
|
Bisa interversi dari
kebijakan pusat
|
Tidak bisa interversi
dari kebijakan pusat
|
Bisa interversi dari
kebijakan pusat
|
Perjanjian dengan
pihak asing/luar negeri harus melalui pusat
|
Perjanjian dengan
pihak asing/luar negeri harus melalui pusat
|
Perjanjian dengan
pihak asing/luar negeri harus melalui pusat
|
APBN dan APBD
tergabung
|
APBD untuk setiap
daerah dan APBN hanya untuk negara
|
APBN dan APBD
tergabung
|
Setiap daerah tidak
diakui sebagai negara berdaulat
|
Setiap daerah diakui
sebagai negara berdaulat
|
Setiap daerah tidak
diakui sebagai negara berdaulat
|
Daerah diatur
pemerintah pusat
|
Daerah harus mandiri
|
Daerah harus mandiri
|
Keputusan pemda diatur
pemerintah pusat
|
Keputusan pemda tidak
ada hubungan dengan pemerintah pusat
|
Keputusan pemda diatur
pemerintah pusat
|
Tidak ada perjanjian
antar daerah jika SDM/SDA dilibatkan
|
Ada perjanjian antar
daerah jika SDM/SDA dilibatkan
|
Tidak ada perjanjian
antar daerah jika SDM/SDA dilibatkan
|
Masalah daerah
merupakan tanggung jawab bersama
|
Masalah daerah
merupakan tanggung jawab pemda
|
Masalah daerah
merupakan tanggung jawab bersama
|
3 kekuasaan daerah
tidak diakui
|
3 kekuasaan daerah
diakui
|
3 kekuasaan daerah
tidak diakui
|
Hanya hari libur
nasional diakui
|
Hari libur nasional
terdiri dari pusat dan daerah
|
Hanya hari libur
nasional diakui
|
Bendera nasional hanya
diakui
|
Bendera nasional serta
daerah diakui
|
Bendera nasional hanya
diakui
|
B. TUJUAN
DAN PRISIP OTONOMI DAERAH
Prinsip Otonomi Daerah
1. otonomi
seluas luasnya adalah penyelenggaraan pemrtintah dalam segala bidang kehidupan,
baik ekonomi, politik, maupun sosial budaya. Akan tetapi hal itu dibatasi oleh
kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah pusat.
2. otonomi nyata adalah kekuasaan daerah untuk
menyelenggarakan kewanangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada
dan diperlukan serta tumbuh,hidup, dan berkembang di daerah
3. otonomi
bertanggung jawab adalah perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi
pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujjud tugas dan kewajiban
yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan otonomi.
TujuanOtonomi Daerah
1. Memberikan
kewenangan yang luas dan nyata kepada daerah
2. memberikan
perimbangan keuangan antara oemerintah daerah dan pusat
3. memberikan
kekuasaan kepada daerah untuk memanfaatkan sumberdaya nasionalsecara adil
4. mendorong
peberdayaan masyarakat
5. menumbuhkan
kreatifitas
C. IMPLEMENTASI
OTONOMI DAERAH
Mekanisme
Implementasi
Pelaksanaan otonomi daerah dengan azas desentralisasi diharapkan
mambawa implikasi luas pada masyarakat daerah ke arah yang lebih baik.
Implementasi Otonomi seharusnya dapat mewujudkan kemandirian daerah, munculnya
prakarsa daerah menghargai keanekaragaman dan potensi daerah. Sedangkan
implementasi desentralisasi adalah tumbuhnya partisipasi masyarakat, adanya
transparansi dan akuntabilitas kebijakan publik, dan penyelenggaraan pemerintah
daerah dilaksanakan secara demokratis.
Dengan mengacu pada target implementatif pelaksanaan otonomi
daerah seperti tersebut di atas maka, Pemerintah Kabupaten bisa menempuh
langkah-langkah alternatif sebagai berikut:
1. Merumuskan kebijakan
pokok otonomi Kabupaten
Perumusan kebijakan
pokok menjadi sangat penting karena akan menjadi pegangan dan penuntun
pelaksanaan kebijakan otonomi daerah sebagai pelaksana Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Alternatif kebijakan pokok pelaksanaan
otonomi daerah adalah;
o
Mengubah, dan membangun kualitas sikap dan
mentalitas aparatur Pemerintah Kabupaten.
o
Mengembangkan tradisi pemerintahan demokratis
yang partisipatif, transparan dan akuntabel.
o
Menggalakkan dan menumbuhkembangkan partisipasi
masyarakat terhadap kebijakan otonomi daerah melalui kegiatan deseminasi dan
sosialisasi terpadu di berbagai kalangan masyarakat.
o
Menumbuhkan prakarsa masyarakat untuk menuju
kemandirian daerah.
o
Mengelola dan memelihara keanekaragaman
masyarakat daerah dan mendayagunakannya sebagai salah satu modal pembangunan.
o
Menggali, mengelola dan mendayagunakan potensi
daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
BAB
X
MASYARAKAT
MADANI
A.
PENGERTIAN
DAN LATAR BELAKANG
Latar Belakang
Pada era
1990-an istilah masyarakat madani atau civil
society kembali populer dan
banyak diperbincangkan dalam kehidupan sehari-harikita.Di Indonesia terma atau istilah civilsociety diterjemahkan
dengan pengertian yang beraneka ragam, seperti sebutan masyarakat sipil
(Mansour Fakih), masyarakat madani (Dato Seri Anwar Ibrahim, kemudian
dipopulerkan lebih jauh oleh Nurcholis Majid), masyarakat kewargaan (M.Ryas
Rasyid) korporatisme masyarakat (Ramlan surbakti), civil society itu sendiri (Muhammad A.S
Hikam).
Konsep
masyarakat madani adalah sebuah gagasan yang menggambarkan maasyarakat beradab
yang mengacu pada nila-inilai kebajikan dengan mengembangkan dan menerapkan
prinsip-prinsip interaksi sosial yang kondusif bagi penempatan tatanan
demokratis dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Namun demikian, untuk
mewujudkan masyarakat madani tidaklah semudah membalikan telapak tangan.
Membentuk masyarakat madani memerlukan peroses panjang, serta menuntut komitmen
masing-masing warga bangsa ini untuk mereformasikan diri secara total dan
konsisten dalam suatu perjuangan yang gigih.
Pengertian
Masyarakat madani
Untuk pertama kalinya istilah Masyarakat
Madani dimunculkan oleh Anwar Ibrahim, mantan perdana menteri Malaysia. Enurut
Anwar Ibrahim, dikutip oleh Dawam Rahardjo, Masyarakat Madani merupakan sistem
social yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara
kebebasan individu degan kestabilan masyarakat. Inisiatif dari individu dan
masyarakat berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan
undang-undang dan bukan keinginan individu. Menurut Anwar Ibrahim, masyarakat
madani mempunyai cirri-ciri yang khas :
Kemajemukan
budaya (multicultural), hubungan timbale balik (reprocity) dan sikap saling
memahami dan menghargai. Anwar Ibrahim menegaskan bahwa karakter masyarakat
madani merupakan “guiding ideas”
memakai istilah Malik Bannabai dalam melaksanakan ide-ide yang mendasari
masyarakat madani adalah prinsip moral, keadilan, keseksamaan, musyawarah dan
demokrasi.
Sesuai dengan pemikiran Anwar Ibrahim,
Dawam Rahardjo mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses penciptaan
peradaban yang mengacu pada nilai-nilai kebijakan bersama. Dawam menjelaskan
dasar utama masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi social yang
didasarkan pada pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik dan permusuhan
yang menimbulkan perpecahan dalam tali persaudaraan.
Seiring dengan ide-ide diatas, menurut
Azyumardi Azra, masyarakat madani lebih dari gerakan pro demokrasi, karena
mengacu pada pembentukan masyarakat yang lebih berkualitas dan bertamadun ( civility). Dari pandangan tersebut,
Nurcolish Nadjid menegaskan bahwa makna masyarakat madani berakar dari kata “ civility” yang berarti toleransi,
kesediaan pribadi-pribadi untuk menerima berbagaimacam pandangan politik dan
tingkah laku.
Sejarah dan Perkembangan Masyarakat Madani
Filosof
Yunani Aristoteles memandang civil
society sebagaisistem kenegaraan atau identik dengan Negara itu sendiri.
Merupakan fase pertama sejarah wacana civil
society . Pada masa itu dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan istilah koinonia politike yaitu komunitas politik
tempat warga terlibat langsung dalamberbagai percaturan ekonomi, politik, dan
pengambilan keputusan.
Rumusan civil society kemudian dikembangkan oleh Thomas Hobbes ( 588-1679
M) dan Jhon Locke (1632-1704 M ) memandang senagai kelanjutan evolusi natural society. Menurut Hobbes, sebagai
antitesa Negara civil society
mempunyai peran untuk meredam konflik dalam yang terjadi di masyarakat maka
mempunyai kekuasaanyang mutlak, sehingga mampu mengontrol dan mengawasi secara
ketat perilaku politik setiap warga Negara. Jhon Locke berpendapat kehadiran civil society untuk melindungi kebebasan
dan hak milik setiap warga negara.
Fase kedua, tahun 1767 Adam Ferguson
mengembangkan wacana civil society
dengan konteks sosial dan politik di Skotlandia. Gerguson menekankan visi etis civil society dalam kehidupan social.
Pemahaman ini tidak lepas dari dapak revolusi industri dan kapitalis yang
meimbulkan kesenjangan social.
Fase ketiga, tahun 1972 Thomas Paine
memaknai civil society sebagai hal
yang berlawanan dengan negara bahkan dianggap sebagai antitesa negara.
Pandangannya Negara hanyalah keniscayaan saja. Konsep Negara yang abash adalah
perwujudan pendelegasian kekuasaan yag diberikan oleh masyarakat demi
terciptanya kesejahteraan bersama. Masyarakat sipil semakin berpeluang besar
untuk megatur warganya sendiri.
Fase keempat,
wacana dikembangkan oleh GWF. Hegel ( 1770-1837 M), Karl Marx (1818-1883 M )
dan Antonio Gramci (1891-1837 M ). Pandangan ketiganya civil society merupakan elemen ideologis kelas dominan.
Fase kelima,
sebagai reaksi terhadap mazhad Hegelian yang dikembangkan oleh Alexis de
Tocqueville ( 1805-1859 M ). Pemikirannya adalah kelompok penyeimbag kekuatan
negara. Kekuatan politik dan masyarakat sipil sebagai kekuatan utama
yangmenjadikan demokrasi Amerika mempunyai daya tahan yang kuat.
Karakteristik Masyarakat Madani
Masyarakat madani muncul dengan tatanan yang merupakan
satu kesatuan dan menjadi karakter khas masyarakat madani. Unsur pokok
masyarakat madani adalah wilayah publik yang bebas ( free public sphere ), demokrasi, toleransi kemajeukan ( pluralism), dan keadilan sosial ( social justice ) dengan penjabaran
sebagai berikut:
1.
Adanya
publik yang bebas,
adalah ruang publik sebagai sarana untuk menyampaikan
pendapat warga masyarakat. Dalam ruang publik ini warga negara memiliki posisi
dan hak sama dalam melakukan transaksi sosial dan politik tanpa rasa takut,
diintimidasi oleh pihak-pihak diluar civil
society.
2.
Demokrasi.
Merupakan
prasyarat mutlak yang murni ( genuine )
dalam civil society. Tanpa demokrasi
masyarakat sipil tidak terwujud. Dempkrasi sebagai tatanan sosial politik
bersumber dan dilakukan dari, oleh, dan untuk warga negara.
3.
Toleransi.
Merupakan sikap saling menghargai dan menghormati
perbedaan pendapat, suku, agama.
4.
Pluralisme.
Kemajemukan atau pluralisme bukan hanya mengakui dan
menerima kenyataan sosial yang beragam, tetapi harus didasari sikap yang tulus
untuk menerima perbedaan sebagai sesuatu yang alamiah, rahmat Tuhan yang
bernilai positif bagi kehidupan.
5.
Keadilan
sosial.
Adanya keseimbangan danpembagian yang proporsional atas
hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan,
ekonomi, politik, pengetahuan dan kesempatan. Keadilan sosial prinsipnya adalah
hilangnya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh
kelompok tertentu.
Pilar Penegak Masyarakat madani
Pilar penegak
masyarakat madani adalah institusi-institusi yang menjadi bagian dari sosial
kontrol berfungsi mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif
serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas. Pilar-pilar
tersebut adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pers, Supremasi Hukum,
Perguruan Tinggi dan Partai Politik.Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) adalah
institusi sosial yang dibentuk oleh swadaya masyarakat tugas utamanya yaotu
membantu dan memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas. LSM dalam
masyarakat madani bertugas memberdayakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari
dengan adanya pelatihan dan sosialisasi program pembangunan masyarakat.
Pers
adalah lembaga berfungsi mengkritisi dan merupakan bagian dari kontrol sosial
dengan analisa dan publikasi kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan warga
negara. Pers juga memberikan berita yang obyektif dan transparan.
Supremasi
Hukum, setiap warga negara yang menjabat di pemerintahan atau rakyat harus
tunduk pada hukum yang berlaku. Sehingga dapat mewujudkan kebebasan hak antar
warga, warga dengan pemerintah dengan cara damai sesuai dengan aturan dan hukum
yang berlaku. Supremasi hukum memberikan jaminan dan perlindungan terhadap
segala penindasan individu serta kelompok yang melanggar norma hukum dan hak asasi manusia.
Perguruan
Tinggi, merupakan tempat aktivis kampus ( dosen, mahasiswa, civitas akademis)
sebagai bagian kekuatan sosial dan masyarakat madani yang bergerak melalui
jalur moral force untuk menyalurkan
aspirasi masyarakat dan mengkritisi kebijakan pemerintah. Setiap gerakan harus
berada pada jalur yang benar, obyektif untuk menyuarakan kepentingan masyarakat.
Adapun ciri-ciri dari
masyarakat madani, yaitu sebagai berikut:
a. Ketakwaan terhadap tuhan yang tinggi.
b. Hidup berdasarkan sains dan teknologi.
c. Berpendidikan tinggi.
d. Mengamalkan nilai hidup moderen dan
progresif.
e. Mengamalkan nilai kewarganegaraan.
f. Akhlak dan moral yang baik.
g. Mempunyai pengaruh yang kuat dalam peroses
membuat keputusan.
h. Menentukan nasib masa depan yang baik
melalui kegiatan sosial, politik dan lembaga masyarakat.
B.
KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI
Masyarakat
madani merupakan masyarakat yang menjadi impian dari semua orang. Hal ini
dikarenakan kehidupan dalam masyarakat madani yang beradap dalam membangun,
menjalani dan mampu memaknai arti bermasyarakat. Masyarakat madani mempunyai
ciri-ciri serta karakteristik yang dapat dijabarkan seperti dibawah ini.
Karakteristik
dalam masyarakat yang madani antara lain :
1.
Free
publik sphere (ruang publik yang bebas)
Yaitu masyarakat memiliki akses penuhterhadap setiap
kegiatan publik, yaitu berhak dalam menyampaikan pendapat, berserikat,
berkumpul, serta mempublikasikan informasi kepada publik seperti yang telah
tertuang dalam UUD 1945.Pada ruang publik yang bebaslah, individu dalam
posisinya yang setara mampu melakukan transaksi-transaksi wacana dan praksis politik
tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran.Sebagai sebuah prasyarat, maka untuk
mengembangkan dan mewujudkan masyarakat madani dalam sebuah tatanan masyarakat,
maka free public sphere menjadi salsh satu bagian yang harus diperhatikan.
Karena dengan madani, maka akan memungkinkan terjadinya pembungkaman kebebasan
warga negara dalam menyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan kepentingan
umum oleh penguasa tiranik dan otoriter.
2.
Demokratisasi
Yaitu proses dimana para anggotanya menyadari akan
hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan
kepentingan-kepentingannya. Demokratis merupakan suatu entitas yang menjadi
penegak wacana masyarakat madani.Demokrasi merupakan salah satu syarat mutlak
bagi penegakan masyarakat madani, penekanan demokrasi disini dapat mencakup
sebagai bentuk aspek kehidupan seperti politik, sosial, ekonomi dan sebagainya.
3.
Toleransi
Yaitu sikap saling menghargai dan menghormati pendapat
serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.
4.
Pluralisme
Yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat
yang majemuk disertai dengan sikap tulus.Pluralisme tidak bisa dipahami hanya
dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk, tetapi
harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan pluralisme itu
dengan bernilai positif, merupakan rahmat Tuhan.
5.
Keadilan
sosial (social justice)
Yaitu keseimbangan dan pembagian antara hak dan
kewajiban serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.Hal ini
memungkinkan tidak adanya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan
pada satu kelompok masyarakat. Secara esensial, masyarakat memiliki hak yang
sama dalam memperoleh kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah
(penguasa)
6.
Partisipasi
sosial
Yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih
dari rekayasa, intimidasi ataupun intervensi penguasa/pihak lain.
7.
Supermasi
hukum
Yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya
keadilan.
8.
Sebagai
pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan pendapatan dan pendidikan
9.
Sebagai
advokasi bagi masyarakat yang teraniaya dan tidak berdaya membela hak-hak dan
kepentingan.
10.
Berperadaban
tinggi
Artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan terhadap
ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk umat manusia.
Pada
dasarnya masyarakat indonesia masih kesulitan dalam mencapai masyarakat madani,
hal ini dikarenakan masih rendahnya pendidikan politik dan kewarganegaraan pada
masyarakat. Kondisi ini diperburuk dengan kurangnya rasa nasionalisme dan
kepedulian terhadap masalah yang dihadapi bangsa sendiri. Maka dari
faktor-faktor penghambat tersebut seharusnya seluruh lapisan masyarakat terus
bergerak dan maju dalam membentuk masyarakat yang cerdas, demokratis, beradab
dan memiliki nasionalisme yang tinggi.
C.
IMPLEMENTASI MASYARAKAT MADANI DI INDONESIA
Berbicara mengenai kemungkinan
berkembangnya masyarakat madani di Indonesia diawali dengan kasus-kasus
pelanggaran HAM dan Pengekangan kebebasan berpendapat, bersikap dan kebebasan
untuk mengemukakan pendapat di muka umum, kemudian dilanjutkan dengan munculnya
berbagai lembaga-lembaga non pemerintahan yang mempunyai kekuatan dan bagian
dari social control. Secara esensial Indonesia membutuhkan pemberdayaan dan
penguatan masyarakat secara komprehensif agar memiliki wawasan dan kesadaran
demokrasi yang baik serta mampu menjunjung tinggi nilai hak-hak asasi manusia.
Untuk itu maka diperlukan pengembangan masyarakat madani dengan menerapkan
strategi pemberdayaan sekaligus agar proses pembinaan dan pemberdayaan itu
mencapai hasil secara optimal.
Menurut Dawam Ruhardjoada tiga strategi yang salah satunya dapat digunakan
sebagai strategi dalam memberdayakan dan menciptakan masyarakat madani di
indonesia yaitu :
1.
Strategi yang lebih mementingkan
integrasi Nasional dan Politik.
Strategi ini berpandangan bahwa system demokrasi tidak mungkin
berlangsung dalam masyarakat yang belum memiliki kesadaran berbangsa dan
bernegara yang kuat.
2.
Strategi yang lebih mengutamakan
reformasi sistem politik demokrasi.
Strategi ini berpandangan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah menunggu
rampungnya tahab pembangunan ekonomi.
3.
Strategi yang memilih membangun
masyarakat madani sebagai basis yang kuat ke arah demokratisasi.
Strategi ini lebih mengutamakan pendidikan dan penyadaran politik,
terutama pada golongan menengah yang semakin luas.
Dalam Menerapkan strategi tersebut
diperlukan keterlibatan kaum cendikiawan, LSM, Ormas Sosial, dan Keagamaan dan
Mahasiswa adalah mutlak adanya, Karena mereka yang memiliki kemauwan dan
sekaligus actor pemberdayaan tersebut.
Penerapan
Masyarakat Madani Di Indonesia
Indonesia merupakan negara yang kaya akan segalanya
mulai dari budaya,agama,suku dan ras serta terkenal akan keramahtamahannya, di
tengah pluralitas yang banyak kita jumpai saat ini, Indonesia berupaya untuk
menerapkan model masyarakat yang ideal yaitu masyarakat madani guna mewujudkan
masyarakat yang adil, terbuka, dan demokratif, dengan landasan ketaqwaan kepada
Tuhan seperti yang banyak diwacanakan oleh para akademisi hingga decision
maker.
Banyak pihak yang menganggap bahwa negara Indonesia
akan mampu untuk menerapkan model masyarakat madani ini. Akan tetapi upaya
penerapan model masyarakat demikian tidaklah semudah dalam bayangan, banyak
aspek yang harus diperhatikan untuk mewujudkan sebuah kondisi masyarakat yang
ideal. Selain itu, terdapat beberapa argumentasi yang mengiringi perjalanan
negara Indonesia dalam mengaplikasikan model masyarakat madani ini, diantaranya
apakah masyarakat Indonesia sudah memiliki karakteristik masyarakat madani, dan
apakah Indonesia sudah memenuhi prasyarat untuk menjadi sebuah negara yang
bermasyarakatkan madaniyah?
masyarakat
Indonesia saat ini bisa dikatakan telah memiliki kemampuan dalam berkreatifitas
dan berinovasi, mengingat telah diterapkannya nilai-nilai demokrasi pasca
runtuhnya rezim orde baru. Selain itu, masyarakat Indonesia dewasa ini juga
memiliki berbagai macam perspektif dalam menyikapi permasalahan negara. Hanya
saja, masyarakat Indonesia saat ini cenderung lebih mementingkan kepentingan
individunya, ketidakmampuan masyarakat kita dalam menyeleksi masuknya budaya
asing juga menjadi salah satu penghambat negara kita untuk dapat
mengaplikasikan model masyarakat madani.
Dewasa ini, sangat sulit menemui suatu daerah yang
seratus persen masyarakatnya terpenuhi kebutuhan dasarnya. Masih banyaknya
fenomena kaum miskin, tunagrahita, dan kriminalisasi, sedikit banyak
menunjukkan bahwa negara kita masih belum cukup mampu untuk memenuhi kebutuhan
dasar masyarakatnya. Disamping itu kesulitan negara dalam menyelenggarakan
pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi, hukum, dan sosial
berjalan secara produktif, bersih, dan berkeadilan sosial juga menjadi sebuah
pernyataan bahwa model masyarakat madani belum relevan untuk diaplikasikan di
Indonesia. Wacana mewujudkan masyarakat ideal, seperti halnya masyarakat
madinah yang hidup pada masa Rasulullah SAW, hanyalah sebuah realitas
imajinatif. Yaitu sebuah realitas yang hanya ada dalam bayangan atau
angan-angan. Masih banyak hal yang perlu dibenahi dan diperbaiki oleh negara
kita dan juga masyarakatnya. Dengan demikian, terwujudnya model masyarakat
madani di Indonesia, juga menjadi tanggung jawab kita sebagai seorang warga
negara.
Tantangan
Penerapan Masyarakat Madani di Indonesia:
1. Masih rendahnya minat
partisipasi warga masyarakat terhadap kehidupan politik Indonesia dan kurangnya
rasa nasionalisme yang kurang peduli dengan masalah masalah yang dihadapi
negara Indonesia sehingga sulit untuk menerapkan masyarakat yang memiliki akses
penuh dalam kegiatan publik, melakukan kegiatan secara merdeka dalam
menyampaikan pendapat, berserikat dan berkumpul serta menyampaikan informasi
kepada publik.
2. Masih kurangnya sikap
toleransi baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun beragama
3. masih kurangnya kesadaran
Individu dalam keseimbangan dan pembagian yang proporsional antara hak dan
kewajiban.
Adapun yang
masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia
diantaranya :
1.
Kualitas SDM
yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata
2.
Masih rendahnya
pendidikan politik masyarakat
3.
Kondisi ekonomi
nasional yang belum stabil pasca krisis moneter
4.
Tingginya
angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas
5.
Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar
6.
Kondisi sosial
politik yang belum pulih pasca reformasi
. Untuk membangun masyarakat madani di
Indonesia, hal-hal yang perludiperhatikan antara lain:
v Adanya perbaikan di sektor ekonomi, dalam rangka
peningkatan pendapatan masyarakat dan dapat mendukung kegiatan pemerintahan
v Tumbuhnya intelektualitas dalam rangka membangun
manusia yang memiliki komitmen untuk independen
v Terjadinya pergeseran budaya dari masyarakat yang
berbudaya paternalistik menjadi budaya yang lebih modern dan lebih independen
v Berkembangnya pluralisme dalam kehidupan yang beragam
v Adanya partisipasi aktif dalam menciptakan tata pamong
yang baik
v Adanya keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang
melandasi moral kehidupan.
BAB
XI
GOOD
GOVERNANCE
A.
PRINSIP DAN KONSEP GOOD GOVERNANCE
Good
Governance di Indonesia
•
Good Governance mulai popular di Indonesia setelah gelombang reformasi (1998),
pasca jatuhnya orang kuat Soeharto;
•
Dibidang private, penerapan governance diawali dengan 5 lettersofintent
Pemerintah Indonesia kepada International Monetary Fund sebagai syarat mendapatkan
bantuan
Dua bidang penerapan Governance
• Private atau sektor perusahaan:
– Good Corporate Governance (GCG)
a.
Good Hospital Governance
b.
Good University Governance
c. dll
•
Public atau sektor pemerintahan:
–
Good Governance atau Good Public Governance.
Memahami Konsep Good Governance
• Definisi Umum Governance dan
Government
–
Governance:
‘Aktivitas
pemerintahansuatu negara ataumengendalikansuatu perusahaanatauorganisasi;
Cara di manasuatu negaradiaturatau perusahaanatau lembagadikendalikan’.
Cara di manasuatu negaradiaturatau perusahaanatau lembagadikendalikan’.
–
Government:
‘
Kelompokorang yangbertanggung jawab untuk mengendalikansebuah negara
ataunegara’.
Ada 2 Pemahaman GoodGovernance
–
‘Nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai‐nilai yang dapat
meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian,
pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial’.
–
‘Aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan
tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut’.
Rumusan
Pemerintah tentang Good Governance (Peraturan Pemerintah No. 101/2000
–
‘Kepemerintahan yang mengemban akan dan menerapkan prinsip‐prinsip
profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi,
efisiensi, efektivitas, supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh
masyarakat’.
Kejelekan dari Governance :
–
Bercampur baur antara harta kekayaan pribadi dan harta milik masyarakat;
–
Hukum tidak memberikan kepastian kepada masyarakat dan sikap tidak mendorong
pembangunan yang diinginkan oleh masyarakat;
–
Regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah menyebabkan ekonomi biaya tinggi;
–
Pembangunan dilakukan sesuai dengan kehendak pemerintah, bukan atas dasar
kebutuhan masyarakat;
–
Rakyat tidak dapat mengakses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
pemerintah karena pemerintah tidak transparan.
Dua cirri besar Good Governance (tataran structural
dan nilai):
–
Struktural:
Struktur
pemerintahan haruslah slim dan lean, yakni struktur organisasi yang menghindari
kompleksitas jaringan kerja.Tata kelola Pemerintahan harus ditandai dengan adanya
pembagian tugas dan pelimpahan wewenang dan koordinasi yang merangsang
kreatifitas bawahan.
–
Nilai:
Efisien
dan efektif.
Tiga
Domain (negara–dunia usaha–masyarakat)
–
Negara/Pemerintah:
Negara
atau pemerintah sebagai produsen dan pengendali kebijakan haruslah memproduksi
regulasi yang dikehendaki oleh masyarakat dan kendali kebijakan hanyalah
semata-mata sebagai upaya persembahan kesejahteraan masyarakat sebagai pemegang
kedaulatan.
–
Dunia usaha/swasta:
Dunia
usaha menjadi penting dalam penyelenggaraan Negara karena hidup atau layunya
perekonomian masyarakat ditentukan oleh sektor swasta.
–
Masyarakat:
Kondisi
sosial kemasrakatan menentukan apakah Negara telah menjalankan tugasnya dengan
baik (good governance). Masyarakat yang partisipatif
adalah salah satu tanda telah berjalan atau belumnya good governance.
Sepuluh Prinsip Good Governance
adalah :
1. AKUNTABILITAS
Meningkatkan akuntabilitas para pengambil
keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat.
2. PENGAWASAN
Meningkatkan upaya pengawasan
terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengusahakan
keterlibatan swasta dan masyarakat luas.
3. DAYA TANGGAP
Meningkatkan kepekaan para
penyelenggaraan pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat tanpa kecuali.
4. PROFESIONALISME
Meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggaraan
pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya
terjangkau.
5. EFISIENSI & EFEKTIVITAS
Menjamin terselenggaranya pelayanan
kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal
& bertanggung jawab.
6. TRANSPARANSI
Menciptakan kepercayaan timbal-balik
antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin
kemudahan didalam memperoleh informasi.
7. KESETARAAN
Memberi peluang yang sama bagi
setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya.
8. WAWASAN KE DEPAN
Membangun daerah berdasarkan visi
& strategis yang jelas & mengikuti-sertakan warga dalam seluruh proses
pembangunan, sehingga warga merasa memiliki dan ikut bertanggungjawab terhadap
kemajuan daerahnya.
9. PARTISIPASI
Mendorong setiap warga untuk
mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan
keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung mapun
tidak langsung.
10. PENEGAKAN HUKUM
Mewujudkan penegakan hukum yang adil
bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
B. IMPLEMENTASI
GOOD GOVERNANCE DI INDONESIA
Terjadinya krisis
ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh tatacara penyelenggaraan
pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Akibatnya timbul
berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sulit
diberantas, masalah penegakan hukum yang sulit berjalan, monopoli dalam kegiatan
ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat yang memburuk.
Masalah-masalah tersebut juga telah menghambat proses pemulihan ekonomi
Indonesia, sehingga jumlah pengangguran semakin meningkat, jumlah penduduk
miskin bertambah, tingkat kesehatan menurun, dan bahkan telah menyebabkan
munculnya konflik-konflik di berbagai daerah yang dapat mengancam persatuan dan
kesatuan negara Republik Indonesia. Bahkan kondisi saat inipun menunjukkan
masih berlangsungnya praktek dan perilaku yang bertentangan dengan kaidah tata
pemerintahan yang baik, yang bisa menghambat terlaksananya agenda-agenda
reformasi.
Konsep Good
Governance sebenarnya telah lama dilaksanakan oleh semua pihak yaitu
Pemerintah, Swasta dan Masyarakat, namun demikian masih banyak yang rancu memahami
konsep Governance. Secara sederhana, banyak pihak menerjemahkan governance sebagai
Tata Pemerintahan. Tata pemerintahan disini bukan hanya dalam pengertian
struktur dan manajemen lembaga yang disebut eksekutif, karena pemerintah (government)
hanyalah salah satu dari tiga aktor besar yang membentuk lembaga yang
disebut governance. Dua aktor lainadalah privatesektor (sektorswasta)dan civilsociety (masyarakatmadani).Karenanya
memahamigovernance adalah memahami bagaimana integrasi peran antara
pemerintah (birokrasi), sektor swasta dan civil society dalam
suatu aturan main yang disepakati bersama. Lembaga pemerintah harus mampu
menciptakan lingkungan ekonomi, politik, sosial budaya, hukum dan keamanan yang
kondusif. Sektor swasta berperan aktif dalam menumbuhkan kegiatan perekonomian
yang akan memperluas lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan,
sedangkan civil society harus mampu berinteraksi secara aktif
dengan berbagai macam aktifitas perekonomian, sosial dan politik termasuk
bagaimana melakukan kontrol terhadap jalannya aktifitas-aktifitas tersebut.
Mewujudkan konsep good
governance dapat dilakukan dengan mencapai keadaan yang baik dan sinergi antara
pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil dalam pengelolaan sumber-sumber
alam, sosial, lingkungan dan ekonomi. Prasyarat minimal untuk mencapai good
governance adalah adanya transparansi, akuntabilitas, partisipasi, pemberdayaan
hukum, efektifitas dan efisiensi, dan keadilan. Kebijakan publik yang
dikeluarkan oleh pemerintah harus transparan, efektif dan efisien, serta mampu
menjawab ketentuan dasar keadilan. Sebagai bentuk penyelenggaraan negara yang
baik maka harus keterlibatan masyarakat di setiap jenjang proses pengambilan
keputusan (Hunja, 2009).
Konsep good governance
dapat diartikan menjadi acuan untuk proses dan struktur hubungan politik dan
sosial ekonomi yang baik. Human interest adalah faktor terkuat yang saat ini
mempengaruhi baik buruknya dan tercapai atau tidaknya sebuah negara serta pemerintahan
yang baik. Sudah menjadi bagian hidup yang tidak bisa dipisahkan bahwa setiap
manusia memiliki kepentingan. Baik kepentingan individu, kelompok, dan/atau
kepentingan masyarakat nasional bahkan internasional. Dalam rangka mewujudkan
setiap kepentingan tersebut selalu terjadi benturan. Begitu juga dalam
merealisasikan apa yang namanya “good governance” benturan kepentingan selalu
lawan utama. Kepentingan melahirkan jarak dan sekat antar individu dan kelompok
yang membuat sulit tercapainya kata “sepakat”. Good governance pada dasarnya
adalah suatu konsep yang mengacu kepada proses pencapaian keputusan dan
pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan secara bersama. Sebagai suatu
konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta bagi
penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara. Negara berperan memberikan
pelayanan demi kesejahteraan rakyat dengan sistem peradilan yang baik dan
sistem pemerintahan yang dapat dipertanggungjawaban kepada publik. Meruju pada
3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan. Dalam pembangunan ekonomi,
lingkungan, dan pembangunan manusia. Good governance menyentuh 3 (tiga) pihak
yaitu pihak pemerintah (penyelenggara negara), pihak korporat atau dunia usaha
(penggerak ekonomi), dan masyarakat sipil (menemukan kesesuaiannya). Ketiga
pihak tersebut saling berperan dan mempengaruhi dalam penyelenggaraan negara
yang baik. Sinkronisasi dan harmonisasi antar pihak tersebut menjadi jawaban
besar. Namun dengan keadaan Indonesia saat ini masih sulit untuk bisa terjadi
(Efendi, 2005).
Dengan berbagai
statement negatif yang dilontarkan terhadap pemerintah atas keadaan Indonesia
saat ini. Banyak hal mendasar yang harus diperbaiki, yang berpengaruh terhadap
clean and good governance, diantaranya (Efendi, 2005):
1. Integritas Pelaku Pemerintahan
Peran pemerintah yang
sangat berpengaruh, maka integritas dari para pelaku pemerintahan cukup tinggi
tidak akan terpengaruh walaupun ada kesempatan untuk melakukan penyimpangan
misalnya korupsi.
2. Kondisi Politik dalam Negeri
Jangan menjadi
dianggap lumrah setiap hambatan dan masalah yang dihadirkan oleh politik. Bagi
terwujudnya good governance konsep politik yang tidak/kurang demokratis yang
berimplikasi pada berbagai persoalan di lapangan. Maka tentu harus segera
dilakukan perbaikan.
3. Kondisi Ekonomi Masyarakat
Krisis ekonomi bisa
melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu
kinerja pemerintahan secara menyeluruh.
4.
Kondisi Sosial Masyarakat
Masyarakat yang solid
dan berpartisipasi aktif akan sangat menentukan berbagai kebijakan
pemerintahan. Khususnya dalam proses penyelenggaraan pemerintahan yang
merupakan perwujudan riil good governance. Masyarakat juga menjalankan fungsi
pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. Namun
jika masyarakat yang belum berdaya di hadapan negara, dan masih banyak timbul
masalah sosial di dalamnya seperti konflik dan anarkisme kelompok, akan sangat
kecil kemungkinan good governance bisa ditegakkan.
5. Sistem Hukum
Menjadi bagian yang
tidak terpisahkan disetiap penyelenggaraan negara. Hukum merupakan faktor
penting dalam penegakan good governance. Kelemahan sistem hukum akan
berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Good
governanance tidak akan berjalan dengan baik di atas sistem hukum yang lemah.
Oleh karena itu penguatan sistim hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan
mutlak bagi terwujudnya good governance.
Mencari orang yang jujur
dan memilik integritas tinggi sama halnya dengan mencari jarum dalam tumpukan
jerami. Memilih aparatur atau pelaku pemerintahan yang unggul akan berpengaruh
baik dengan penyelenggaraan negara. Korupsi yang masih tetap eksis sampai saat
ini adalah salahsatu faktor yang mempersulit dicapainya good
governance.Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) menjadi agenda
wajib yang tidak pernah lelah untuk dilakukan.Inilah satu hal yang tidak boleh
dilewatkan untuk mencapai pemerintahan yang
baik. Mencegah (preventif) dan
menanggulangi (represif) adalah dua upaya yang dilakukan.Pencegahan dilakukan
dengan memberi jaminan hukum bagi perwujudan pemerintahan terbuka (open
government).Jaminan kepada hak publik seperti hak mengamati perilaku pejabat,
hak memperoleh akses informasi, hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
dan hak mengajukan keberatan bila ketiga hak di atas tidak dipenuhi secara
memadai.Jaminan yang diberikan jika memang benar-benar bisa disosialisasikan
dengan baik kepada masyarakat.
BAB XII
PENUTUP
A.
Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang
dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai
keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa
Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.Dalam kehidupan bernegara
HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk
pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu
instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM,
pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM
sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.
B.
Saran-saran
Sebagai makhluk sosial kita harus
mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita
juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita
melakukan pelanggaran HAM. Dan jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan
dinjak-injak oleh orang lain. Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu
menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Dasim Budimansyah dan Karim Suryadi, 2008, PKn dan
Masyarakat Multikultura
Ruhardjo, M. Dawam, Masyarakat Madani : Agama, Kelas
Menengah dan Perubahan Sosial, Jakarta : LP3ES 1999
Didik Iswanto dalam ( Tugas Akhir Mata Kuliah Pancasila)
Adian, Donny Gahral, 2002, Menyoel Objektivisme Ilmu
Pengetahuan, Teraju Khazanah Pustaka Keilmuan, Jakarta.
Kuntowijoyo, 1994, Ideologi Suatu Studi Ilmu Politik,
Alumni, Bandung.
Sumarsono, S. Drs. Dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Suriasumantri, Jujun S., 2001, Filsafat Ilmu: Sebuah
Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
UUD 1945 Amandemen Keempat. Zubair, Achmad Charis, 1987,
Kuliah Etika, Rajawali Pers, Jakarta.
Rodee, Carlton Clymer, 1993, Pengantar Ilmu Politik,
Rajawali Pers, Jakarta.
Dasyim Budimansyah dan Karim Suryadi, 2008, PKn dan
Masyarakat Multikultura.
PROF. DR. Kaelan, M.S,2010, Pendidikan Pancasila: PARADIGMA,
edisi kesembilan, Paradigma offset Yogyakarta.
Abdulgani Ruslan, 1998, Pancasila dan Reformasi : makalah
seminar nasional KAGAMA 8 Juli 1998 di Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar