NADYA, SELAMAT DARI ROBOHAN 2 TEMBOK SAAT GEMPA DI BANTUL
Pundong-Gempa 9 tahun yang lalu tepatnya
27 Mei 2006 memang selalu menjadi kenangan yang tak terlupakan . Gadis kecil
yang kala itu duduk di bangku Sekolah Dasar menjadi saksi sekaligus bukti bahwa
keajaiban Allah itu ada.
Nadya berusia 19 tahun, dia ingat betul
peristiwa itu mengubah kehidupannya kini. “Rasanya tidak percaya, kejadiannya
begitu cepat” ungkapnya dengan nada datar. Dalam hitungan detik rumah di dusun
Nglembu RT 001, Panjangrejo, Pundong, Bantul tepatnya luluh lantak tak
terkecuali rumah yang ditinggali Nadya.
Saat itu dia sedang membantu ibunya
seorang pedagang kedelai untuk mencuci kedelai. Guncangan dahsyat yang terasa
di pagi itu membuat panik semua orang, dengan tergopoh semua lari keluar rumah.
Namun apalah daya begitu sampai di luar rumah Nadya tertimpa tembok rumahnya
dengan rumah pamannya yang letaknya berada di sebelah barat. “Brkkk” suara
dentuman terdengar keras. Nadya sudah tak ingat-ingat apa-apa setelah kejadian
itu.
Semua tetangga saling bergotong-royong
mengevakuasi Nadya yang posisinya terjepit di antara runtuhan 2 tembok itu. Kedua
orangtuanya dan kakak laki-lakinya sangat khawatir, yang pada saat itu berhasil
lolos dari timpaan bangunan. Hanya Nadya saja yang terjebak dalam situasi rumit
itu. Dalam situasi yang genting dengan kekuatan bersama yang seadanya para
tetangga mencoba terus mengevakuasi. Darah segar mengalir deras dari kaki paha sebelah
kiri Nadya. Butuh beberapa waktu hingga akhirnya Ibu Tuji Rahayu (52) menangis shock
melihat putrinya berhasil diangkat dari runtuhan itu. Betapa tidak, darah
bercucuran dan kaki bagian betis yang tertindih membuat tulangnya sedikit
terlihat.
Sesaat setelah bisa diangkat dengan
segera diberi pertolongan pertama. Darah yang sedari tadi menetes kini mulai di
sumbat dengan pakaian-pakaian seadanya. Dengan erat ibunya memegang tangan
Nadya yang mulai dingin itu. Begitu terdengar suara truk memasuki daerah itu
tanahnya terasa bergetar. Nadya segera dimasukkan ke dalam truk dan dia pun di
bawa ke rumah sakit.
Rasa tak karuan begitu mencekam, hingga
kini Nadya masih merasakan sedikit trauma. Akibat kejadian itu kakinya harus di
gyp. Butuh waktu yang tidak sebentar
untuk pemulihan pada kakinya. Hampir satu bulanan dia kemana-mana menggunakan
tongkat. Rasa tak percaya begitu mengganggu saat dia sekolah karena tak bisa
bergerak bebas seperti teman-teman yang lain. Rasa putus asa sering
menghinggapi pikirannya. Sampai harus kapan dia menggunakan kedua tongkat untuk
menopang setiap langkah perjalanan hidupnya. Masa sekolah dasar dengan
teman-teman yang lain yang masih labil dalam bersikap membuat Nadya harus
menerima ejekan yang membuatnya semakin terpuruk saja.
“Yang lalu biarlah berlalu, syukuri apa
yang ada”. Ibu Tuji Rahyu memberi nasihat pada Nadya. Sempat tak percaya ketika
pasca gempa itu ibunya tidak bisa menemani Nadya di rumah sakit karena tak tahu
dia di bawa ke rumah sakit yang mana. Bahkan yang membuat ibunya terpukul
hatinya ada yang mengabarkan bahwa Nadya meninggal.
“Syukur itu menambah keberkahan hidup
ini” ungkap Nadya dengan percaya diri. Kini dia sekarang sudah duduk di bangku
Sekolah Menengah Atas dan selalu mencoba menghilangkan rasa trauma itu dengan
menyibukkan diri dengan mengikuti kegiatan ekstrakuliker Palang Merah Remaja (PMR)
di SMA N 1 Pundong. Dia berharap dengan mengikuti PMR lebih mengetahui tentang
hal-hal yang tak terduga yang berhubungan dengan keselamatan manusia dan juga
bisa membantu orang.
Gempa Bumi kala itu walau merobohkan
jutaan gedung dan ribuan korban selalu menjadi pertanda bahwa tidak ada yang
abadi. Alam yang akan selalu menjadi sahabat manusia pun bisa tak terduga
berubah-ubah keadaannya. Apapun keadaanya harus selalu waspada dan senantiasa
berdoa.“Bersyukur, bersyukur dan bersyukur selalu terucap atas nikmat hidup ini”.
Pungkas Nadya.
(flh)
Komentar
Posting Komentar