CHANGE NOW
Bagaimana Mengelola
Masalah Keuangan?
Dalam
suatu konvensi bisnis, setelah saya memberikan ceramah tentang nilai penting
dan keefektifan imaging, seorang
laki-laki berdiri dan menantang saya dengan ucapan seperti berikut, “Well, Doctor, semua yang kau katakan
tentang imaging itu memang menarik.
Tetapi saya tidak yakin itu bisa menyelesaikan masalah saya.”
Secara naluriah, saya pun bertanya
masalah apa yang ia hadapi itu.
Ia menjawab, “Uang! Tepatnya, saya
kekurangan uang. Saya hampir tenggelam dalam utang. Ada dua tagihan dari bank,
dan saya tidak tahu bagaimana memenuhinya masing-masing. Bisakah imaging memasukkan 20.000 dolar ke dalam
rekening saya pada Senin besok? Bisakah imaging
membayar polis asuransi saya? Bisakah? Imaging
membayar cicilan mobil istri saya, biaya sekolah anak saya? Come on, jujur sajalah, bisa atau
tidak!”
“Ah, itu mudah,” jawab saya. “Tentu saja
jawabnya tidak. Imaging bukanlah
lampu Aladin yang setelah digosok bisa mengeluarkan jin yang bisa memberikan
kekayaan instan.”
“Lalu, apa manfaatnya untuk saya?” ia
menuntut.
“Itu bisa memberikan sangat banyak
kebaikan,” kata saya. “Dari apa yang kau bicarakan tadi, sepertinya berutang
sudah menjadi jalan hidupmu. Tetapi, jelas, itu bukan jalan hidup membuatmu
bahagia. Jika kau bersedia sungguh-sungguh memvisualisasikan dirimu dengan
sangat jelas tentang dirimu yang bebas utang, jika kau bersedia
memvisualisasikan dengan jelas kebahagiaan dan kedamaian pikiran dalam diri,
jika kau benar-benar menjadikan hal-hal itu sebagai tujuan utama hidup dan
menempatkannya ke dalam prioritas tertinggi, maka kau telah melangkah maju
menuju sasaran itu, dan pada akhirnya akan bisa mewujudkannya. Nah, seperti
itulah hasil dari imaging.”
Ia memandang saya dengan aneh dan
setengah tak percaya. “Maksudmu, saya harus melihat diri saya mengelola
keuangan ini; mengendalikan istri yang berfoya-foya dan anak yang manja, dan
bukannya mereka yang mengendalikan saya?”
“Ya, kira-kira seperti begitulah.”
“Terima kasih. Semoga saya bisa
mencobanya,” katanya seraya pergi.
Saya tidak tahu pasti apakah laki-laki
itu akan bisa memperbaiki faktor control kehidupannya dan meluruskan benang
kusut pengelolaan keuangan keluarganya. Tetapi, saya tahu pasti satu hal
berikut ini. Selain masalah kesehatan, masalah keuangan menjadi lebih
memberatkan beban pikiran orang daripada masalah lain yang menimbulkan
kecemasan. Saya dan Ruth setiap hari mendapat surat dari berbagai pengaduan
lain terkait dengan masalah keuangan ini. Para manula mengeluh karena nilai
uang pensiun mereka dikikis oleh inflasi.
Sejumlah orang muda kalang kabut karena tidak mampu membayar utang yang
semakin menggunung. Ada juga yang pusing tujuh keliling karena kehilangan
pekerjaa. Daftar masalah terkait uang juga semakin menjulang tinggi di arsip
saya. Arus emosi yang mengerikan sering kali menyertai masalah terkait uang.
Ada surat dari seorang perempuan muda
yang mengaku sangat benci pada uang. Ia benci pada uang atas dasar apa yang
dilakukan uang terhadap orang-orang yang tidak punya (perempuan ini pernah kena
PHK dari pabrik mobil). Ia benci uang atas apa yang dilakukan uang itu terhadap
orang-orang yang punya secara berlebihan. Ia bilang bangsa Amerika sudah
menjadi masyarakat yang materialistis, gila uang, pemuja dolar. Ia menuding
uang sebagai penyebab semua itu. Ia bahkan mengutip Kitab Suci, tetapi dengan
keliru, yakni: “Uang adalah akar dari segala kejahatan.” (Yang benar adalah:
“Kecintaan pada uang adalah akar dari segala kejahatan.”)
Seperti biasanya, saya dan Ruth
senantiasa mendiskusikan surat ini dan bagaimana menjawabnya. Kami biasa
merujuk pada Kitab Suci jika mendapat pertanyaan semacam ini.
“Tak sulit untuk memikirkan bahwa uang
itu baik atau buruk,” Kata Ruth . “Sebenarnya uang itu netral, tidak baik dan
tidak buruk. Yang jadi masalah adalah bagaimana orang menggunakan uang itu;
dengan cara yang baik atau cara yang buruk.”
Saya menimpali, “Itu juga bisa
melambangkan sesuatu. Jika dikiaskan dengan talenta, misalnya, itu bisa
melambangkan sikap energik atau sikap terlalu waspada.”
Ruth, yang berpandangan lebih praktis,
mengajukan argument. “Orang dalam kiasan itu tidaklah terlalu energik atau
terlalu waspada. Masalahnya bukan pada uangnya. Membenci uang, seperti yang
dilakukan perempuan tadi, tak ubahnya seperti membenci ranting atau membenci
batu.”
Setelah diskusi ini, akhirnya kami
menuliskan surat jawaban pada perempuan itu, mendesaknya untuk mengubah image tentang dirinya sendiri.
“Janganlah memandang dirimu sebagai korban tak berdaya dari penjahat imajiner
yang kau sebut sebagai ‘uang’. Jika kau mempersoalkan uang begitu jelasnya dan
membencinya begitu sengitnya, maka tentu tidak akan pernah bisa memikatnya
untuk datang padamu. Itu karena alam bawah sadarmu sudah terprogram untuk
menolak uang.”
Maka, saya mendesak ia untuk menciptakan
image dan memfokuskan pikiran pada
pencitraan diri sebagai orang yang berimbang dan cerdik yang otaknya bisa
mengendalikan emosi. “Bersikap tenanglah. Objektiflah. Hentikan semua rasa
benci ini. Ciptakan image, lalu
peliharalah dalam otak, tentang dirrimu sebagai orang yang teguh untuk menyapu
bersih semua emosi yang membingungkan, saling bertentangan, dan kacau, itu dari
dakan otakmu. Tidak aka nada yang berjalan beres jika jalan pikiranmu masih
kacau.”
Debt Collector juga Manusia
Kemarahan
adalah salah satu bentuk emosi yang bisa dibangkitkan oleh permasalahan terkait
uang. Satu emosi lainnya adalah ketakutan. Ada orang yang menjadi takut karena
terlilit utang dan merasa terancam oleh para penagih utang.
Beberapa saat lalu, saya sedang
dalam acara perbincangan di radio. Acara itu berupa siaran call-in di mana pendengar bisa langsung berinteraksi dengan saya
lewat telepon. Seorang perempuan menelepon saya dan mengatakan, “Saya ingin
Anda memberi komentar tentang debt
collector (tukang tagih utang). Saya selalu takut pada mereka. Setiap kali
ada yang datang, saya langsung nervous
dan sangat ketakutan sehingga hamper-hampir tidak bisa lagi berbicara padanya.”
“Well,
kebetulan saya juga kenal baik dua orang debt
collector. Mereka juga sering curhat pada saya tentang berbagai masalah,
termasuk saat menagih utang. Mereka mengaku juga sangat nervous
saat datang ke suatu rumah lalu bicara tentang tunggakan utang yang belum bisa
terbayar. Mereka mengaku tegang, badan jadi panas dingin, dan lidah jadi kelu.”
Lalu, di saluran telepon, saya
mendengar nada kurang begitu yakin dari perempuan itu. “Apa benar begitu? Saya
tidak percaya.”
“Percayalah. Itu benar. Debt collector juga manusia. Punya
hati, punya rasa. Pada dasarnya mereka tidak ingin mengganggu Anda. Apa lagi
menyakiti atau menjebloskan Anda ke penjara. Ia hanya mewakili orang yang harus
mendapatkan uang untuk tetap bisa menjalankan roda bisnis, termasuk melayani
Anda. Debt collector hanya ingin Anda
terus menjadi konsumen yang mau membayar cicilan utang. Tujuan utama dia
hanyalah agar Anda mengikuti rencana pembayaran yang sudah Anda setujui di
depan. Karena itu, mereka akan lebih senang jika Anda baik-baik saja dan tidak
takut.”
“Lalu bagaimana?”
“Begini, saya beri satu nasihat. Lain
kali, jika ada debt collector di
depan pintu rumah, ubahlah image di
benak Anda tentang bakal seperti apa pembicaraan mendatang. Jangan membayangkan
diri Anda sebagai pihak yang malu, marah, atau menghindar. Jangan juga
bayangkan dia sebagai pihak yang kejam, menantang, dan mengancam. Visualkan
pertemanan antara seseorang yang baik tetapi harus menjalankan tugas dengan
seseorang yang baik tetapi kebetulan punya utang belum terbayar. Imajinasikan
antara dia dan Anda menjabarkan situasinya dan berupaya mencari solusi bersama
dengan cara yag baik. Selain itu, sayap unya satu lagi. Sebelum membuka pintu,
panjatkan doa bagi rekan uang malang itu. Siapa tahu ia juga sama nervous-nya dengan Anda.”
“Wah, saran yang unik,”, kata perempuan
itu. “Tidak pernah terpikirkan dalam benak saya untuk berdoa bagi debt collector. Tetapi, karena Anda
menyarankan demikian, tidak ada salahnya saya coba.”
Dalam mencoba menyelesaikan permasalahan
hidup, imaging hanyalah salah satu
dari banyak teknik yang bisa digunakan. Bertahun-tahun saya dan Ruth mencoba
membantu orang lain dalam mengatasi kesulitan keuangan. Sampai-sampai kami
menemukan empat sugesti sederhana yang mungkin efektif;
Pertama, jangan panik. Jika merasa panik, segera imajinasikan kedamaian
dalam otak. Tindakan sederhana berupa berdoa bisa menciptakan image tentang persoalan Anda sudah
diserahkan pada Tuhan Yang Mahabijaksana. Ini sangat menentramkan dan
menenangkan. Bacalah doa-doa tertentu yang menenangkan hati. Bila perlu, tulis
dengan huruf besar lalu tempelkan di kaca kamar mandi – tempat yang pertama
kali Anda datangi setelah bangun tidur.
Kemudian, saat emosi Anda sudah
terkontrol, langkah berikutnya adalah teraturlah.
Ini sugesti paling favorit yang sering diberikan Ruth, karena ia orang yang
sangat teratur. Bagaimana caranya teratur? Buatlah daftar lengkap yang berisi
seluruh utang atau pinjaman yang jadi tanggungan Anda. Lalu buat lagi satu
daftar tentang rencana pengeluaran mendasar. Lalu, total semua penghasilan.
Lalu jumlahkan daftar pertama dan daftar kedua kemudian bandingkan dengan
daftar ketiga. Banyak orang yang benar-benar tidak tahu seberapa banyak mereka
beutang dan apa saja yang menjadi kebutuhan dasar dengan pengeluaran jelas.
Setelah dibandingkan, boleh jadi total pengeluaran untuk bayar utang dan
kebutuhan dasar lebih besar daripada total pemasukan. Jika sudah tahu ini, maka
visualkan diri Anda bisa hidup hanya dengan penghasilan yang bisa Anda dapatkan
dan menyisihkan sebagian untuk mencicil pembayaran utang.
Kalau sudah bisa segitu, disiplinlah. Kalau sudah menetapkan
sesuatu, jangan mudah tergiur oleh iming-iming yang tampaknya menarik. Anda
harus belajar mengabaikan setan kecil
bernama “gratifikasi instan” yang sering membisiki kita dengan kata-kata, “Itu
cantik, ambil saja,” atau “Buruan, mumpung murah,” atau “Tetangga sudah punya
itu lho. Sekarang giliranmu,” atau “Beli sekarang, mumpung ada diskon.” Bisa
jadi yang Anda dapatkan, bahkan dengan cara berutang, tidak benar-benar Anda
butuhkan. Setan kecil itu akan sangat senang jika Anda tidak tahu kondisi
keuangan Anda sendiri, karena ia tahu Anda tidak akan bisa mengerem hawa nafsu.
Saya harus akui, setan itu juga yang
menggoda saya pada masa-masa awal pernikahan dengan Ruth. Sesaat setelah kami
pindah ke New York, saya memutuskan harus punya mobil baru. Mobil lama sudah
mulai bobrok sehingga ongkos reparasinya mulai mahal. Maka, saya ke showroom mobil dan menemukan salah satu
mobil yang saya suka. Saya tunjuk mobil itu dan bilang pada salesman-nya agar tidak menjualnya dulu
sampai saya beli. Ketika saya bicarakan hal itu pada Ruth, ia langsung menolak.
“Kita tidak akan bisa membelinya! Anggaran kita masih pas-pasan sekarang. Tidak
ada alokasi dana untuk beli mobil baru. Lupakan saja,” kata Ruth yang sangat
disiplin. Well, jujur saja, itu
membuat saya jadi sangat kecewa. Lebih-lebih saat saya juga menerima telepon
dari salesman yang marah karena saya
tidak jadi beli. Tetapi, Ruth telah menerapkan benteng kedisiplinan jauh
sebelum permasalahan keuangan mulai datang.
Sugesti keempat, ini langsung ke
permasalahan, adalah berpikir. Jika
Anda mau duduk sejenak dan benar-benar berpikir, Anda mungkin bisa mendapatkan
ide atau pendalaman yang bisa saja mengubah seluruh jalan hidup Anda. Saya
selalu menyukai kisah tentang penulis terkenal bernama William Saroyan. Saat
masih belia, ia memulai karier sebagai penulis ketika kondisi keuangannya sudah
terlanjur bangkrut. Maka ia, memutuskan meminta pinjaman dari pamannya yang
kaya raya. Dalam satu upaya pamungkas untuk mendapatkan uang kontan, ia
menyurati pamannya itu. Sesaat kemudian, pamannya membalas. Bukan dengan uang,
tetapi hanya dengan tiga patah kata: HAVE
HEAD EXAMINED. Begitu membaca balasan itu, Saroyan kaget betul dengan
penolakan pamannya yang terkesan sangat kasar. Namun, setelah berpikir sejenak,
ia bisa memahami apa yang sebenarnya dimaksudkan pamannya. “Kau tidak perlu
pinjaman uang. Cari dalam kepalamu. Di situlah kau akan menemukan solusi berupa
ide-ide baru.” Sadar akan san itu, Saroyan duduk sejenak. Otaknya berputar
keras. Lalu muncullah ide tentang plot suatu cerita pendek. Ia langsung
menuliskannya. Naskahnya ia jual, dan laku. Dari situlah ia membuka karier
cemerlangnya sebagai novelis dan penulis naskah drama.
Selalu Saja Ada
Jawaban
Ingat
kisah tentang pemilik toko obat bernama A.E. Russ yang menasihati saya untuk
tidak terlalu cemas tentang khotbah saya yang sempat keliru? Ini kisah lain
yang terkait kemenakan perempuannya yang tinggal di Utica di hulu Negara bagian
New York. Saat depresi ekonomi berat melanda Amerika Serikat, suaminya
kehilangan pekerjaan dan bisnisnya mandeg. Keadaan berubah dari buruk menjadi
lebih buruk.
Russ memutuskan ke Utica untuk
melihat apakah ia bisa memberikan bantuan pada kemenakannya itu. Di sana, ia
melihat kemenakannya bersama suami dalam kondisi sangat gundah dan gulana. Yang
mereka bicarakan hanya soal depresi serta kondisi berat yang mereka rasakan.
Tetapi, Russ tidak mau larut dalam kesedihan mereka. “Mari kita fokus ke masa depan.
Temukan sesuatu untuk dibangun. Dalam otak kita, mari kita melakukan apa saja
yang terkait masa depan. Lupakan masa lalu, pikirkan masa depan!
Saat mereka bicara, Russ melihat
kemenakannya sedang menjahit sesuatu. Saat ia Tanya apa itu, kemenakannya
mengaku itu hanya kain pembungkus pot.
“Sangat cantuk,” kata Russ. “Kau
masih punya lagi?”
“Ada beberapa. Kalau tidak salah,
saya sudah membuat sepuluh.”
“Well,
itu kerajinan tangan yang bagus. Lebih bagus daripada kebanyakan. Bawa saja ke
toko Woll-worth besok. Siapa tahu laku dan ada pesanan lagi.”
Si Kemenekan tampak enggan, suaminya
juga tampak skeptis. Tetapi, Russ teguh dengan pendiriannya. “Mari kita lakukan
imaging praktis. Imajinasikan suatu
saat nanti akan ada pabrik; pabrik pembuat kain pembungkus pot dan berbagai
barang yang berguna. Saya sudah melihatnya sekarang di otak saya; cerobong
tinggi, pekerja yang mengalir masuk melalui pagar tembok, palang besar dengan
nama kalian di depan pabrik, dan produk yang laris di pasaran. Nah, sekarang
kalian datanglah ke Wollworth dengan tetap mempertahankan image itu di dalam otak. Lalu, tunggu apa yang akan terjadi.”
Beberapa tahun kemudian, saya pagi-pagi
naik kereta api Pullman dalam perjalanan balik ke New York setelah malamnya
memberikan ceramah. Mendekati kawasan Utica, saya membuka gordin jendela dan
melihat ke samping. Kereta api sedang melewati pabrik tekstil besar dengan pagar
tembok tinggi dan papan nama yang tinggi pula. Coba terka nama siapa yang tertera
di palang papan nama pabrik itu? Benar, Itu nama kemenakan perempuan Russ
beserta suaminya. Mengapa bisa demikian? Karena dalam kasus ini Albert E. Russ
mengerahkan otaknya untuk melakukan imaging
kreatif dan menemukan solusi sederhana terhadap permasalahan besar
kemenakannya.
Ada satu contoh lagi. Sesaat setelah
usianya Perang Dunia II, seorang laki-laki muda bernama Hal LeMaster pergi
mencari peruntungan di Florida. Tak banyak perkembangan terjadi padanya, sampai
saat ia sedang sendirian memancing ikan trout. Di sebelahnya ada seorang tua
yang sibuk mengemas ikan-ikan yang berhasil dia pancing. Padalah, pada saat
yang sama, tak seekor ikan pun menyentuh umpan di pancing Hal. Hal lalu dengan
sopan bertanya pada pak tua itu mengapa umpannya gampang digigit ikan. Pak tua
itu menjelaskan, ia menggunakan ikan minnow hidup yang kecil dan berwarna.
“Umpan saya ini bisa bergerak sendiri dan mengkilat. Ikan trout yang besar
gampang melihatnya. Ikan-ikan tidak bisa melihat umpan di pancingmu.”
Hal LeMaster pulang. Di rumah, ia
mengutak-atik plastik transparan lalu memotongnya berbentuk seperti ikan minnow
kecil. Di dalamnya ia selipkan logam pipih berwarna putih mengkilat. Di
ujungnya ia bentuk pengait. Hasilnya umpan kail merek “Mirro-lure” yang sangat
digemari di Amerika dan menjadikan Hal LeMaster sebagai orang kaya raya. Semua
itu karena ia berhasil menguji otaknya untuk menghasilkan solusi atas
permasalahannya.
Peluang untuk menghasilkan uang
sebenarnya selalu ada di sekeliling kita. Masalahnya, kadang kita tidak dengan
jeli melihatnya dan dengan tangkas memanfaatkannya. Maka, dibutuhkan otak yang
jeli dan tangkas untuk mengubah peluang menjadi kenyataan. Selain itu,
dibutuhkan pikiran optimis yakni selalu mengharapkan hal-hal baik di masa
mendatang.
Masalahnya, tidak gampang untuk terus
bersikap optimisme belakangan ini karena pesimisme sudah begitu menggejala.
Kondisi perekonomian sekarang memang sedang berat. Begitu juga di gelombang
udara. Orang jadi lebih gampang depresi mendengar kabar-kabar yang tidak baik.
Suatu hari, saya dan Ruth pernah
menyaksikan acara televisi yang menayangkan persengkatan antara seorang petani
muda dengan keluarganya. Laki-laki muda ini punya lahan kecil dengan sedikit
sapi dan beberapa ayam. Tetapi, ia kehabisan uang dan terjerat ke dalam utang. Sekarang, si pemberi pinjaman
menyita sapi-sapinya sebagai ganti pembayaran cicilan utang. Hewan ternak masih
ada, tetapi jika dibiarkan tentu mereka bakal hilang. Si petani pun bahkan
terancam kehilangan rumahnya. Sementara ini, tiga anaknya masih cukup diberi
makan sekedar roti isi. Tetapi tak lama lagi stok roti juga bakal habis dimakan. Kira-kira
seperti begitulah kerasnya masalah ekonomi. Namun, bukan itu pesan yang ingin
disampaikan dalam tayangan televisi itu. Sang penyiar sepertinya ingin
mengingatkan pada jutaan pemirsa bahwa cara untuk menangani masalah keuangan
adalah dengan menambah, dan berkumpar di semua kesulitan yang terkait.
Tiba-tiba Ruth berkomentar dengan nada
tidak sabar. “Itu terlalu pesimistis. Mengapa tidak ada orang yang menyuruh
mereka membuat daftar aset yang masih tersisa? Kalau ada, tentu itu bisa
memberi pijakan pada mereka untuk bangkit.”
“Aset apa yang bisa didaftar?” tanya
saya untuk menguji Ruth.
“Well,
laki-laki itu tampak sangat sehat dan kuat dan bernyali. Itu aset nomor satu.
Aset berikutnya, ia punya istri yang tampak cukup cerdas, setia, dan
mencintainya. Anak-anak juga tampak normal dan sehat, tidak cacat, tidak
berkendala. Itu aset nomor tiga. Sejauh ini, ia juga belum kehilangan rumahnya.
Masih ada atap untuk bernaung. Itu aset keempat. Masalah mereka juga diajukan,
via televisi , ke jutaan pemirsa di seluruh Amerika. Kalau ada yang bersimpati,
tentu mereka bakal mendapat bantuan. Itu aset nomor lima. Kenapa orang tidak mengungkapkan
hal yang optimistis seperti itu?”
Sebaliknya, saat kami terus menyaksikan
tayangan televisi itu, si komentator berkata dengan masygul bahwa si petani
muda itu akhirnya terdegradasi standar kehidupannya dengan menerima pekerjaan
yang remeh.
“Terdegradasi? Mengalami penurunan harga
diri?” kata saya di samping Ruth. “Kalau orang mau mengerjakan pekerjaan yang
remeh, apa itu yang disebut sebagai ‘terdegradasi’? Jangan begitu dong. Ingat
kisah Michael Cardone”
Michael Cardone adalah teman kami yang
dalam usia setengah baya kena PHK. Tetapi, ia tidak membiarkan dirinya kecewa
dan larut dalam kesedihan. Suatu hari, ia menemukan setumpuk win-shield-wpier motor yang koyak di
garasi. Ia heran, mengapa barang-barang itu tidak diperbaiki lalu jual lagi
dengan harga yang lebih murah daripada yang baru. Maka, ia pun mulai
memperbaiki barng-barang bekas itu dan menjualnya. Ini pekerjaan yang remeh
karena tidak ada orang yang mau melakukan hal itu sebelumnya. Tetapi, ia tetap
tekun melakukan pekerjaan itu. Hingga akhirnya Michael Cardone menjadi pabrik
di Philadelphia yang membuat berbagai suku cadang kendaraan bermotor. Mengapa
bisa begitu? Karena ia punya impian untuk bisa menjadi bos bagi diri sendiri,
mengelola perusahaannya sendiri. Ia berhasil menemukan kebutuhan kendaraan
bermotor dan berhasil memenuhinya. Pekerjaan remeh hanya dia jadikan batu
loncatan untuk mencapai impian itu. Apa yang ia bisa imajinasikan, akhirnya
jadi kenyataan.
Michael Cardone memang religius. Ia dan
para eksekutif puncak di pabriknya memulai hari kerja dengan berdoa. Mereka
yakin jika meminta Tuhan sebagai mitra senior, dan membuat keputusan
berdasarkan ajaran Tuhan di Kitab Suci, maka mereka tidak akan keliru. Michael
Cardone juga yakin bahwa selalu ada sisi spiritual di samping kesuksesan; dan
ia sendiri telah membuktikannya.
Saya dan Ruth sependapat dengan Michael
tentang keberadaan kekuatan spiritual atas segala apa yang terjadi. Kekuatan
spiritual itu sesuatu yang berada di luar jangkauan akal.
Ada seorang perempuan yang secara
spontan berkata saat saya mencoba membantunya mengatasi masalah keuangannya.
“Apa yang kau tahu tentang masalah yang saya hadapi? Kau rohaniawan yang
sukses, orang terkenal, penulis buku, penerbit majalah popular Guideposts. Kau tidak punya utang pada
siapa pun. Kau tidak akan pernah merasa takut tiba-tiba ada orang datang lalu
menyita mobilmu, atau memutus saluran listrik di rumahmu. Lalu, bagaimana kau
bisa paham atas masalah yang harus saya hadapi?”
Saya jelaskan dengan tenang, “Saya bisa
paham karena saya juga pernah mengalaminya. Kau masih terlalu muda, atau bahkan
belum lahir, saat terjadi Depresi Besar di Amerika. Tetapi, saya masih ingat
karena mengalaminya sendiri. Percayalah, depresi sekarang ini tidak ada
apa-apanya dibanding dengan zaman depresi waktu dulu itu.”
Saya lalu mengisahkan masa lalu itu.
Pada 1930 saya masih menjadi rohaniawan muda, baru saja menikah, lalu
ditugaskan di Syracuse di Negara bagian New York. Gaji saya 6.000 dolar per
tahun, termasuk cukup besar kala itu. Namun, saat depresi terjadi, gaji saya
dipangkas dua kali; jadi 5.000 dolar kemudian jadi 4.000 dolar. Tidak ada rumah
atau pondokan yang sediakan tempat ibadah. Setiap orang takut, tertekan, dan
depresi. Bisnis berjatuhan. Tidak ada orang yang bisa pinjam uang, karena uang
memang tidak ada. Orang saling menyapa dengan nada sumbang, “Hai, sudahlah
gajimu dipotong?” Para pebisnis harus memangkas gaji beberapa kali, bahkan
banyak pekerja kehilangan pekerjaan.
Dengan hanya 4.000 dolar per tahun, saya
tidak tahu apakah bisa bertahan. Gaji itu adalah satu-satunya pemasukan yang
saya dapatkan. Padahal, saya juga masih harus membantu adik membiayai
kuliahnya. Tekanan ekonomi semakin memburuk dan terus memburuk. Saya sebenarnya
tidak suka membebani Ruth dengan rasa takut saya, tetapi itu harus terjadi.
Suatu malam, saya berjalan keluar sendiri meyusuri Walnut Park dekat apartemen
kecil kami. Untuk pertama kalinya dalam hidup, saya merasakan terror telah
mencengkeram otak dan hati saya. Saya tidak hanya cemas, tetapi sudah sangat
ketakutan. Tak pelak, saya pun pulang. Sesampai di rumah, saya tidak tahan lagi
untuk tidak menyampaikan unek-unek pada Ruth. “Kita dalam situasi sangat
mengerikan. Kita tidak bisa membayar tagihan-tagihan. Apa yang akan kita
lakukan?”
Tetapi, jawaban Ruth sungguh di luar
dugaan dan membuat saya kaget. “Kita harus mulai berderma; membagikan sebagian
milik kita pada orang lain yang lebih membutuhkan,” katanyay.
“Berderma?” saya setengah terbelalak.
“Dengan apa? Uang, untuk kebutuhan sendiri saja kurang. Barang, apa lagi yang
bisa diberikan. Kita tidak bisa melakukannya. Tidak mungkin!
“Tidak, Bukannya tidak mungkin.” Kata
Ruth. “Apa kau lupa isi Kitab Suci. Tuhan berjanji akan melipatgandakan apa
yang kita dermakan pada orang lain di jalan yang benar. Maka, kita akan
melakukan itu, dan kita tidak akan kelaparan. Kita harus mendermakan sebagian
dari gajimu meski sudah dipotong dua kali. Menyantuni orang yang membutuhkan
itu sebagian dari iman. Sekecil apa pun, kalau yang kita dermakan itu dipenuhi
dengan perasaan keimanan, maka Tuhan akan membalasna berlipat-lipat ganda. Mari
kita mulai imaging tentang
kesejahteraan yang akan dibagikan Tuhan.”
Lalu, kami pun melakukannya. Selain
berdoa, kami pun membagikan sebagian dari gaji saya. Dalam kondisi serba
kekurangan, kami masih bisa membagikan sedikit milik kami pada orang lain yang
membutuhkan. Saat waktu terus bergilir, apa yang diucapkan Ruth terbukti benar.
Tentu uang tidak langsung tercurah pada kami seperti air hujan. Tetapi, kami
selalu merasa cukup. Lebih jauh, tindakan mendermakan sebagian uang justru bisa
menenangkan pikiran saya. Rasa takut dan cemas lambat laun menghilang .
Berderma juga memicu otak saya untuk berpikir. Saya memulai imaging. Saya tahu punya bakat kecil: berpidato.
Maka, saya putuskan untuk menggali dan mengembangkan bakat itu. Saya menawarkan
diri sebagai penceramah di mana saja sekiranya saya dibutuhkan. Saya berpidato
di depan rapat umum, berceramah dalam pertemuan keluarga, memberikan sambutan
di pesta kebun, memberi kuliah saat upacara wisuda, dan lain-lain. Pokoknya
saya bersedia menjadi public speaker
di mana saja dan dalam hajatan apa saja. Kadang saya dibayar lima atau sepeluh
dolar. Kadang tidak dibayar sama sekali. Tetapi, bayaran yang kecil itu sungguh
sangat terasa. Hati saya sempat tergetar saat menerima bayaran pertama lima
dolar. Bayaran yang kecil itu lama-kelamaan berkembang juga. Ada, orang yang
pernah mendengar saya berpidato, menawari saya berbicara di radio. Sekali lagi,
ini gratis. Tetapi, dampaknya lumayan besar. Undangan semakin banyak undangan,
semakin besar peluang saya mendapat bayaran. Begitu berlangsung terus, hingga
akhirnya secara bertahap kami bisa melepaskan diri dari resesi.
Saya yakin, itu semua berkah dari derma
yang kami lakukan. Saya juga merasa, ada sesuatu dari berderma ini yang tidak
bisa dijelaskan lewat akal sehat. Ada sesuatu yang sangat besar tetapi hanya
bisa dirasakan dengan hati. Berderma bisa membuat sesorang bersentuhan langsung
dengan suatu kekuatan misterius yang bisa memikat uang. Tentu tidak langsung
dalam jumlah besar, tetapi cukup untuk memenuhi kebutuhan si penderma.
Pendeknya, orang tidak akan jatuh miskin meski ia selali menyisihkan sebagian
hartanya untuk didermakan. Maka, dalam setiap ceramah di muka umum, saya selalu
merekomendasikan berderma pada ribuan dan ratusan yang mau mengikuti saran
saya. Dari ratusan orang itu, tak seorang pun menghadap saya dan berkata
eksperimen telah gagal. Tak seorangpun di antara itu yang mengaku menyesal
telah mendermakan sebagian harta mereka. Tak seorang pun yang menyebutnya
sebagai langkah keliru. Itu membuktikan, derma tidak akan membuat pelakunya
menjadi makin miskin. Rasanya ada cara dengan keberlimpahan di jagat raya ini
yang hanya bisa diambil jika kita mengikuti hukum-hukm spiritual. Kalau kita
mau berderma, sepertinya gelombang keberlimpahan bakal datang mengeliling kita.
Maka, kalau Anda mengalami kesulitan
keuangan, hadapilah tidak hanya dengan keberanian dan kecerdikan tetapi juga
dengan kedermawanan dan kepedulian pada pihak lain.
Berikut ini hal-hal penting untuk
diingat terkait masalah keuangan:
1.
Jangan Panik. Panik, kalut,
takut. Semua itu tidak hanya melumpuhkan kehendak hati dan kejernihan otak,
tetapi juga bisa membuat uang-dengan cara misterius-takut mendekati Anda. Bisa,
jadi orang yang takut bisa menjadi orang yang tidak kreatif. Maka, cobalah
bersikap tenang, objektif, logis, dan penuh harap.
2.
Teraturlah. Gambarkan
dengan tepat gimana kondisi penghasilan Anda dan kebutuhan Anda. Jika tidak
bisa meningkatkan penghasilan, kurang pengeluaran hingga anggaran Anda
benar-benar bertimbang. Itu satu-satunya cara untuk membuat arus finansial
terkontrol.
3.
Disiplin. Jangan gampang tergoda untuk beli ini
atau itu yang belum tentu menjadi kebutuhan esensial. Jangan hiraukan
iming-iming beli dengan kredit hingga Anda benar-benar bebas dari utang.
4.
Berpikirlah. Kuras apa yang
ada dalam kepala untuk menemukan ide-ide baru serta sumber-sumber baru
keuangan. Masalah uang bisa menjadi aset jika Anda bisa berpikir kreatif. Anda
mungkin bisa menemukan tambang emas yang mengubah jalan hidup, seperti yang
dialami Michael Cardone.
5.
Derma. Memberikan
sebagian harta pada orang lain yang membutuhkan adalah cara terbaik untuk
membawa diri Anda ke dalam sumber aliran keberlimpahan di jagad ini. Derma,
dalam bentuk zakat dan sejenisnya, adalah jalan terbaik ke arah itu. Tuhan sendiri
tlah menjamin hasilnya. Pasti. Tuhan tidak akan pernah ingkar jani.
6.
Visualisasikan
diri terbebas dari utang. Bayangkan dengan sejelas-jelasnya kelegaan,
kebahagiaan, dan kedamaian dalam otak yang akan Anda rasakan jika pembayaran
terakhir sudah dilakukan. Tahan bayangan itu di alam pikiran sadar hingga
benar-benar meresap ke dalam alam pikiran bawah sadar. Maka, nanti Anda pasti
bisa merasakannya secara nyata.
Keberlimpahan
SEMUA
yang kita perlukan di dunia ini sebenarnya sudah tersedia. Sesungguhnya kita
tinggal “Mengambilnya” sesuai yang kita butuhkan. Benarkah demikian? Benar! Ada
hukum keberlimpahan yang beroperasi dalam hidup ini. Dan keberlimapahan ini
untuk Anda. “Berlimpah” adalah kata yang hebat, dan saya sering sekali
mendengarnya. Keberlimpahan sering kali dikaitkan dengan banyak, penuh, atau
bahkan kaya. Dalam bahasa Inggris, ini biasa disebut “abundance”. Akar dari
kata ini adalah “undare” dalam bahasa Latin yang berarti “bangkit dalam
gelombang”. Maka, sebenarnya, saat Anda memiirkan dan mempraktikkan kata ini,
Anda telah memicu semua sikap berupa hal-hal yang baik dengan tujuan berdiri
tegak di dalam berbagai bentuk gelombang.
Saya
menerima surat dari seorang laki-laki muda dari Washingon, D.C. Setahun lalu,
laki-laki muda bernama Lloyd itu mengalami masalah. Pernikahannya sedang
terguncang, ia kecanduan alkohol, dan dipecat dari pekerjaanya. Ia dipecat
tujuh kali dari posisinya di jaringan bisnis Restoran Hot Shoppes. Tentu Lloyd
tidak bisa mengatakan semua sikap baik sedang mengangkat dia menghadapi
gelombang besar. Lalu, Lloyd mulai mendengar tentang dampak menakjubkan dari
berpikir positif terhadap kehidupan orang lain. Ia membaca dan mempelajari The Power of Positive Thinking. Ia juga
melahap buku dan artikel lain yang terkait berpikir positif. Lalu ia menjajal
otaknya untuk mempraktikkan prinsip dan tekniknya.
Ketika mulai menerapkannya, ia harus
berhadapan dengan dirinya sendiri lebih dulu. Siapa yang akan mau
mempekerjakannya jika ia punya catatan buruk suka mabuk dan sering dipecat? Tetapi,
itu namanya pikiran negatif. Memang ia beberapa kali gagal sebelumnya. Tetapi
itu saja tidak menentukan masa depannya. Maka, Lloyd bangkit sekali lagi dan
melamar kerja … di Hot Shoppes lagi tempat ia pernah dipecat tujuh kali. Dengan
dagu tegak, tetapi dalam hati masih tersisa kecemasan, Lloyd memasuki ruang
kerja direktur personalia. Rupanya, kepribadian baru membuatnya lancar
mengungkapnya pada direktur personalia tentang keinginannya untuk bekerja
kembali Hot Shoppes. Lalu, hal menakjubkan terjadi. Direktur personalia itu
mengatakan, jika bisa menemukan seorang manajer yang mau mempekerjakannya Lloyd
maka ia boleh bekerja di situ lagi. Rupanya, pekerjaan ini juga sudah mulai
menerapkan prinsip-prinsip berpikir positif. Tak pelak, Lloyd sangat berterima
kasih tatkala menemukan manajer yang masih mengingat kebaikan-kebaikannya,
termasuk keburukan-keburukannya, dan masih memberinya kesempatan lagi. Lloyd
diterima sebagai waiter di restoran drive-in itu. Dari situ, Lloyd
menetapkan pola-pola baru bagi dirinya sendiri. Berikut petikan suratnya:
Saya
membuat dua janji pada Tuhan dan pada diri saya sendiri. Ini sesuatu yang saya
belum pernah punya, yaitu nyali untuk melakukannya. Bagi saya, janji pada
manusia harus serius. Janji pada Tuhan tentu lebih serius.
Pertama, saya berjanji membaca kitab
suci dan berdoa yang sesungguhsungguhnya berdoa. Kedua, saya bejanji mendermakan 10 persen dari penghasilan saya tak
peduli apakah uang saya sedikit atau banyak sebagai waiter.
Saya
memang bukan orang suci dan saya punya banyak kesalahan. Namun, sekarang untuk
pertama kalinya dalam hidup saya menemukan hubungan yang membahagiakan, damai,
dan fungsional dengan Tuhan. Saat kerja, sering kali orang tidak memberi tip
sehingga tekanan darah saya naik. Tetapi, beberapa kalimat dari kitab suci
muncul di benak saya, dan saya memberikan layanan yang lebih baik pada konsumen
berikutnya.
Pagi
ini, setelah pulang kerja, saya merefleksikan diri pada masa lalu. Tiba-tiba
saya sadari, permasalahan-permasalahan yang saya dapatkan tahun lalu sudah
tidak ada lagi saat ini.
Kemudian, Lloyd membuat pernyataan
menakjubkan. Saya kira, ini hasil yang sangat konstruktif dari berpikir
positif. Ingat baik-bak, pernyataan ini datang dari seorang laki-laki muda yang
hidupnya telah ditata ulang.
Saya
dulu tidak pernah berpikir untuk membagikan sebagian harta saya untuk orang
lain. Sekarang saya tidak pernah berpikir untuk tidak melakukannya!
Sungguh, itu pikiran yang dinamis. Tanda
seru dalam akhir kalimat pernyataan itu ditulis oleh Lloyd sendiri. Ia
sepertinya merasa perlu untuk menyerukan pada dunia tentang kekuatan ide baru
yang baru saja ia temukan. Saat mulai berderma, ia telah menerapkan prinsip
spiritual paling potensial di jagat raya ini. Ia menemukan fakta dasar dari
kehidupannya yang sukses; untuk bisa mendapatkan hal-hal yang baik dalam hidup
ini, ia harus mau memberi.
Inilah rahasia dari hukum keberlimpahan.
Saya akan ulangi kalimat itu untuk Anda,
karena ide itu termasuk dalam kalimat yang bisa mengubah kehidupan. Itu akan
membuat hidup Anda lebih berlimpah dan memuaskan di atas apa saja yang bisa
Anda bayangan:
Untuk
bisa mendapatkan hal-hal yang baik dalam hidup ini, Anda harus terlebih dulu
mau memberi.
Patri kuat-kuat ide itu dalam alam sadar
Anda. Biarkan otak Anda menyerapnya sehingga menjadi bagian paling fundamental
dalam pola pikiran Anda. Untuk bisa mendapatkan hal-hal yang baik dalam hidup,
Anda harus terlebih dulu mau memberi. Saya tidak perlu lagi menekankan
bagaimana pentingnya sikap ini. Yang pasti, ini bisa mengubah kondisi
seseorang.
Kehidupan yang terkalahkan dan dilanda
kelaparan sebenarnya tidak ada tempat dalam perencanaan Sang Pencipta karena
alam raya ini sudah dipenuhi dengan berbagi kekayaan dan berkah. Adalah manusia
yang sering kali mengacau-balaukan segala kebaikan yang diciptakan Tuhan. Lewat
intervensi kasar dan keji, baik secara sosial maupun personal, terhadap
keberlimpahan ini, maka terjadi berbagai kelangkaan sehingga menimbulkan
kemiskinan hingga kelaparan. Tetapi, jika orang mau berbagi, maka keberlimpahan
yang terkumpul di tempat tertentu akan kembali mengalir ke tempat-tempat lain.
Nantinya terjadi saling tolong. Saling berbagi ini dalam bentuk uang, waktu,
pertolongan, hingga pikiran.
Kadang, hasil dari mempraktikkan
teknik-teknik ini tampak nyaris seperti keajaiban. Saya memilih beberapa
ilustrasi berikut ini karena sangat membumi dan tentang kehidupan sehari-hari
orang biasa seperti kebanyakan kita. Ini salah satu ilustrasi yang saya sebut
“mati-matian”, meski nyatanya tidak ada situasi yang benar-benar kita pandang
sebagai mati-matian berdasarkan hukum keberlimpahan di atas.
Pada tahun 1920-an, ada seorang
perempuan di Florida yang benar-benar menentang ide tentang berderma ini. Ia
pindah dari Illinois ke Florida dengan bekal yang menurutnya cukup untuk
menjalani kehidupan layak di masa mendatang meski sangat sederhana. Ia punya
sejumlah pemasukan kecil dari saham di perusahaan yang popular. Namun, seperti
biasa terjadi di banyak orang, sesuatu terjadi yang mengacaukan rencananya.
Ketika terjadi kemorosotan ekonomi besar-besaran pada 1929, perempuan itu kena
dampaknya. Semua uangnya, dalam bentuk saham maupun nyata, lenyap seketika.
Beruntung ia sudah membayar utang pembelian rumah sehingga setidaknya masih ada
atap di atas kepalanya. Tetapi ia tidak punya penghasilan sehingga wajar saja
jika ia menjadi cemas.
“Apa yang bisa saya lakukan?” begitu
surat yang ia kirim pada bibinya yang sudah tua dan cacat di Pennsylvania.
“Kondisinya benar-benar buruk sehingga saya tidak tahu ke mana bisa mendapatkan
uang untuk membeli makanan. Sekarang ini, percaya atau tidak, saya hanya punya
beberapa potong roti dan keju di dapur. Saat menerima surat balasan dari bibi,
mungkin saya sudah tidak punya makanan lagi”.
Well, sang bibi yang
sudah tua dan cacat itu membaca surat itu dan segera membalasnya. Si bibi
sendiri kala itu juga tidak punya uang, tetapi ia bisa memberikan sesuatu yang
lebih baik dan motivasi dinamis pada kemenakannya. Ia menuliskan ide tentang
keberlimpahan yang disediakan Tuhan. Ia memberikan formula agar kemenakannya
bebas dari masalah.
“Masalah yang kauhadapi adalah kau
berpikir tentang kelaparan saat Tuhan selalu menyediakan keberlimpahan. Tuhan
itu Maha Pemurah dan Maha Pemberi. Kau malah berpikir tentang bagaimana bisa
mendapatkan dan bukannya berpikir tentang bagaimana bisa memberikan. Jadi,
rahasia untuk memecahkan masalah adalah memberi, memberi, dan memberi!”
Anda boleh bilang, itu jenis nasihat
yang datang dari bibi tua yang hidup di atas kursi goyang. Tetapi, pada
kenyataannya, Anda mungkin juga memandang itu nasihat yang sangat tidak
realistis.
Pada hari surat sang bibi itu tiba di
Florida, perempuan kemenakannya sudah dalam kondisi jatuh miskin meski masih
punya rumah. Yang tertinggal di rumahnya tinggal dua potong roti. Kisah-kisah
kelaparan seperti itu sudah menjadi hal sangat biasa di Amerika Serikat pada
1930-an.
Saat tukang pos tiba, si kemenakan
langsung merobek amplopnya dengan harapan ada lembaran-lembaran dolar berwarna
hijau di dalamnya. Ia membuka amplop lebih besar dan mencari-cari isi di
dalamnya, tetapi tidak ada uangnya. Bibinya memang tidak mengirimi uang, tetapi
hanya catatan. Saat membaca catatan dari bibinya, ia jadi kecewa berat. Saking kecewanya, ia melempar jauh-jauh
surat itu. Saat melakukan itu, tiba-tiba ada suara ketukan di pintu. Masih
dalam perasaan jengkel, ia membuka pintu dan tampak sosok tetangganya.
Si tetangganya itu laki-laki lanjut usia
bermartabat yang tinggal di seberang jalan. Meski sebelumnya dikenal sbagai
keluarga terhormat, si tetangga itu melakukan sesuatu yang tidak diduga. Dengan
sopan ia meminta maaf datang dalam keadaan seperti ini. Dengan mengakui sangat
malu, ia datang untuk meminta sesuatu yang masih bisa dimakan. Ia sedang dalam
perjalanan pulang setelah berusaha mencari kerja tanpa hasil. Istrinya sedang
tidak sehat sehingga ia harus mendapatkan ssuatu untuk dimakan. Akhirnya, ia
dengan sedih mengatakan nyaris tidak percaya bisa mengalami nasib seperti ini.
Mendengar ucapan si tetangga, perempuan
itu teringat lagi kata-kata ang dituliskan bibinya. “Rahasia untuk memecahkan
masalahmu adalah memberi, memberi, dan memberi!” Menanggapi dua kondisi ini, ia
terdorong untuk berjalan ke dapur dan mengambil sepotong dari dua potong roti
yang masih tersisa. Ia sempat ragu untuk memberikan roti itu pada tetangga.
Tetapi, kata-kata bibinya terngiang lagi: “Rahasia untuk memecahkan masalahmu
adakah memberi, memberi, dan memberi!” Ia merenung lagi sejenak. Lalu
diambilnya lagi satu roti yang tersisa. Dua roti itu dibungkus lalu diserahkan
pada tetangganya seraya meminta maaf karena tidak ada lagi yang bisa ia
berikan. Si tetangga lalu menerima dengan senang hati dua potong roti itu,
tanpa menyadari bahwa yang ia bawa adalah makanan terakhir yang ada di rumah
itu.
Setelah itu, hal-hal yang terjadi
berikutnya mungkin terkesan dibesar-besarkan walau kenyataannya memang demikian.
Bahkan, saya berani meyakinkan Anda bahwa hal-hal yang lebih menakjubkan bisa
terus datang setiap saat. Memang, perempuan itu menderita kelaparan pada hari
ia memberikan dua potong roti terakhirnya. Namun, hari berikutnya datang
keberlimpahan. Pintu masih tertutup rapat, saat perempuan itu mendengar suara
ketukan. Semula ia khawatir ada orang lain meminta bantuan, karena ia sudah
tidak punya makanan lagi. Tetapi, ketika dibuka berdiri seorang tetangga dengan
tangan penuh roti yang masih hangat dari panggangan. Roti itu untuk dibagikan
karena si tetangga baru saja mendapat rezeki. Hari berikutnya, datang surat
pemberitahuan deviden $10-yang tidak disangka-sangka karena ia mengira sahamnya
sudah tidak laku. Beberapa hari kemudian, datang cek $50 sebagai “hadiah ulang
tahun” dari kerabatnya. “Itu terjadi begitu saja pada saya sehingga saya merasa
betul-betul trenyuh,” begitu surat
yang dituliskan perempuan itu pada saya. Dengan rezeki yang datang tak
diduga-duga ini, ia juga selalu menyisihkannya untuk dibagi-bagikan pada
orang-orang lain yang membutuhkannya. Hingga akhirnya ia juga membuat
kesimpulan yang serupa dengan Lloyd bahwa ia tidak bisa menolak untuk terus
berderma.
Jadi, seperti beginilah cara kerja hukum
berkelimpahan. Keberlimpahan itu disediakan Tuhan, dan siap diguyurkan pada
Anda dengan segala hal yang baik. Yang harus Anda lakukan adalah memicu
alirannya keberlimpahan ini dengan cara memberi pada siapa saja yang
membutuhkan. Pemicunya adalah dengan sikap dan kebiasaan tertentu yang bisa memulai
dan menjaga aliran keberlimpahan. Bagaimana membentuk sikap dan kebiasaan itu?
Pertama-tama, atur diri Anda untuk mengeliminasi semua pikiran atau rasa
kekurangan dari benak Anda. Lalu, praktikkan konsep keberlimpahan ini hingga
menjadi kebiasaan. Gambarkan diri dan kehidupan Anda penuh dengan nilai-nilai
kekayaan. Yakinkan diri Anda sebagai pemicu dari aliran hal-hal yang baik,
bukannya yang buruk, dan kesejahteraan, dan bukannya kemiskinan. Bantu orang
lain untuk berpikir dan bertindak serupa karena tidak ada keberlimpahan yang
permanen jika tidak disebarkan ke lebih banyak orang. Kesejahteraan, jika
dinikmati secara meluas, selalu bisa mengangkat level berkelimpahan bagi siapa
saja.
Dan, ada satu fakta signifikan lainnya;
mereka yang menerapkan hukum berkelimpahan, berpikir benar, bertindak benar,
dan siap memberi, dan melayani lainnya, maka mereka bisa menjaga aliran
nilai-nilai itu tetap berjalan. Bahkan jika ada orang-orang tertentu, yang
punya pikiran keliru, mengganggu operasi tatanan ini, orang-orang yang terus
menjaga harmoni akan bisa mendapat kesejahteraan dari keberlimpahan yang
disediakan Tuhan.
Catherine Thrower berkisah di dalam
kelas berisi para pebisnis yang bekerja berdasarkan prinsip-prinsip Charles
Fillmore dalam buku Porsperity. Dalam
periode resesi ekonomi itu, peserta dalam kelas diminta “menumpahkan semua kata
tentang situasi sejati mereka”, dengan keyakinan mereka akan tetap
disejahterakan dalam pekerjaan tak peduli ada resesi atau tidak. Saat suasana
psikologis kota masih diwarnai dengan banyaknya rasa kekurangan.
Masing-masing sesi kelas dimulai dengan
penegasan hati bahwa para peserta adalah kaya berdasarkan kehendak Tuhan.
Kecerdasan yang diberikan Tuhan bisa menunjukkan jalan untuk menuju berkah
berupa keberlimpahan yang disediakan Tuhan. Kemudian, masing-masing peserta
diharapkan menebarkan pikiran positif ke dalam suasana di kantor, bisnis,
hingga di rumah. Masing-masing diharapkan bisa mengubah energi pikirannya
menuju ide-ide “banyak” dan bukannya ide-ide “kekurangan”. Ini untuk menangkal
vitalitas –pikiran negativisme yang diekspresikan di sekitar mereka.
Para pebisnis ini belajar dan menerapkan
prinsip-prinsip sederhana dari hukum keberlimpahan. Mereka berpikir kreatif,
mereka saling membantu, mereka berbagi dengan Tuhan dan manusia, mereka juga
bekerja secara kreatif, sehingga membentuk kekuatan dahsyat ide-ide positif
untuk menggusur rasa kekalahan yang lebih banyak dibicarakan orang .
Beberapa saat kemudian, hasilnya mulai
tampak. Dua sekretaris menjadi begitu berharga bagi perusahaan tempat mereka
bekerja sehingga mereka mendapat kenaikan gaji saat banyak orang lainnya justru
kena PHK atau potong gaji. Seorang pengacara menjadi begitu berjasa pada
klien-kliennya sehingga penghasilan dari jasa profesionalnya bisa meningkatkan
keberuntungannya. Bos pabrik baja, yang bisnisnya diyakini terpukul dampak
resesi, tanpa diduga mendapatkan beberapa order besar. Seorang saleslady, yang bekerja untuk toko
swalayan di pusat kota, menerapkan prinsip-prinsip keberlimpahan sedemikian
rupa sehingga bisa menjadi satu-satunya pegawai yang menerima komisi karena
bisa menjual lebih dari target. Dalam pengalaman-pengalaman yang disebut di
atas, pikiran positif bisa menstimulasi ide-ide yang segar dan kreatif.
Keberlimpahan dimulai dari pikiran-dalam
bentuk pandangan baru dan pendalaman segar terkait masalah-masalah. Ini
menghasilkan yang lebih baik. Apa yang tertanam dalam-dalam di benak Anda
adalah nilai-nilai potensial yang Anda butuhkan untuk hidup seutuhnya. Dalam
Kitab Suci dijanjikan, “Kerajaan Tuhan ada dalam dirimu.” Sungguh, itu janji
yang luar biasa. Camkan: semua kekayaan dari Kerajaan Tuhan adalah penghuni
potensial di otak Anda. Yang diperlukan cuma mempelajari metode-metode
melepaskannya menjadi berkelimpahan. Yang dimaksud keberlimpahan tentu saja
semua hal yang baik; kesehatan, kesejahteraan, kecukupan, kegunaan. Pendeknya,
setiap nilai kreatif dalam hidup.
Saya punya teman di kota St. Joseph di
Missouri, yang beberapa saat lalu menunjukkan pada saya bagaimana pikiran tepat
bisa bertindak sebagai stimulator bagi berkelimpahan. Ia biasa dipanggil Jack
Spratt meski nama aslinya Elliot Spratt. Namun, dengan nama belakang seperti
Spratt, tampaknya tak seorang pun bisa menahan diri untuk memanggilnya “Jack.”
Ia adalah bukti nyata dari hasil menakjubkan berpikir positif.
Pada saat saya mengunjunginya, kami
membicarakan hukum keberlimpahan. Jack langsung mengungkapkan, “Sungguh sangat
menakjubkan, bagaimana perubahan sederhana dalam pikiran bisa berpengaruh pada
karier keseluruhan.” Lalu, ia bercerita tentang bagaimana ia memanggil dan
mendoktrin salesman yang penjualannya menurun atau mandek.
“Joe,” kata Jack, “Berikan buku ordermu.
Jangan bawa itu lagi. Saya mengambilnya darimu.”
Well, itu membuat si
Joe takut setengah mati. Ia mengira bosnya memecatnya. Tetapi, tidak. Jack
justru ingin memberi kekuatan pada si salesman. Jack memang merampas buku
order, tetapi sebaliknya ia memberi peluang ada Joe untuk menemukan dirinya
sendiri dan memulai keberlimpahan untuk mengalir lagi.
“Sekarang.” Kata Jack, “saya mau kau
keliling menemui para calon pembeli.”
“Tetapi, bukannya Anda membawa buku
pesanan saya?”
“Itu karena saya tidak ingin kau mencari
satu order pun. Jangan sekali-kali mencari oder. Kau hanya saya perintahkan
turun ke lapangan untuk mendapatkan sudut pandang baru dalam penjualan. Kau
akan menjual dirimu sendiri berdasarkan hukum keberlimpahan”.
“Ide apa itu? Saya belum mendapat order
sesuai target. Sekarang Anda ingin saya berhenti mencari order. Terus, apa
pekerjaan saya?”
Lalu, Jack Spratt buru-buru menjelaskan,
“Joe, masalah yang ada padamu adalah kau terlalu mendera dirimu sendiri. Kau
harusnya juga memberi kesempatan pada dirimu sendiri untuk lepas dari semua
beban. Sekarang, dengar apa yang aku ingin kaulakukan. Tetap saja kau turun ke
lapangan seperti biasanya. Bedanya, dalam seminggu ini, saya mau kau datang ke
semua pelanggan untuk mempersembahkan dirimu pada mereka. Maksudku, lakukan
sesuatu yang baik bagi sedikitnya salah satu dari mereka setiap mendapatkan
sesuatu yang mereka benar-benar membutuhkan, termasuk harapan, keberanian,
nyali, keyakinan. Bantu mereka dengan gaya sesama teman, dan bukannya dengan
gaya salesman mencari order. Perlakukan manusia, bukan sebagai prospek.
Kemudian, setelah seminggu kau mempersembahkan diri pada mereka, datang kemari
lagi menemui saya”.
Kata Jack Spratt pada saya, biasanya
salesman itu menjadi orang yang lumayan lain pada akhir minggu setelah
menjalankan program itu. Antusiasme akan terasa pada suara salesman itu,
keriangan akan muncul dalam hubungan dengan pelanggannya. Lalu, hal-hal
menakjubkan mulai terjadi pada rekor salesnya. Order mulai berdatangan. Orang
yang bisa mengganti sikap “mendapat” dengan sistem “memberi” akan menembus
pembatas dengan orang lain dan mengeluarkan kualitas kreatif dalam dirinya.
“Ide kuncinya tentu saja adalah
mendermakan diri sendiri, waktu, dan uang. JIka hal ini dilakukan, hal-hal
ajaib akan terjadi dalam diri, dalam pekerjaan, dalam kehidupan keluarga Anda,
dan dalam segalanya. Saya sudah menyaksikan sendiri hal seperti ini terjadi
ratusan kali di kota St. Joseph. Semakin banyak Anda menyimpan apa pun untuk
diri sendiri, maka semakin sedikit yang Anda harus simpan. Semakin banyak Anda
berikan pada orang lain, maka semakin banyak yang Anda punya untuk diberikan
pada orang lain.”
Dermakan diri
Anda, sedekahkan diri Anda, berikan diri Anda. Sungguh, banyak sekali kekuatan
yang terkandung di dalam ide itu. Ide itu bisa merangsang aliran berkelimpahan.
Menyedekahkan diri berarti memberikan diri Anda pada Tuhan dan pada manusia
lainnya; melakukan sesuatu untuk kepentingan sesama manusia dan karya Tuhan di
dunia. Jika melakukan hal itu dengan segenap kerendahan hati, hal-hal baik akan
balik mengguyur Anda dari berbagai penjuru. Cobalah sendiri, saksikan sendiri
hasilnya.
Suatu
ketika, saya pernah menerima surat dari seorang ibu muda yang mengadu bahwa ia
mendapatkan perlakuan kejam:
Siapa yang harus melakukan semua
pekerjaan memasak, menyetrika, bersih-bersih? Saya!
Siapa
yang bekerja bagai pembantu saat yang lain bersenang-senang? Saya!
Bagian
saya kebanyakan yang tidak mengenakkan, dan saya blak-blakan saja untuk mengungkapkannya. Rumah ini bukan tempat
yang tepat untuk cinta., Dr. Peale. Ini rumah di mana ada seorang bekerja
terlalu keras melebihi para babu-dan orang itu adalah saya. Lalu, apa yang bisa
mengeluarkan saya dari sini? Tidak ada. Yang ada hanya kerja dan kerja lagi.
Well, saya membalas suratnya dengan
mengatakan jelas saya turut bersedih dengan apa yang ia rasakan tentang rumah
tangganya. Selain itu, saya juga merasa sedih juga jika ada perempuan yang
tidak menyukai pekerjaannya sebagai istri-ibu-pengelola rumah. Jelas, ibu muda
itu telah mengembangkan pola-pola pikiran egois sehingga ia jadi sulit menerima
dan menikmati aliran cinta yang semestinya akan diberikan keluarganya. Ia tanpa
disadari telah menghambat sendiri aliran cinta itu. Saat itu terjadi, ia
membuat dirinya sendiri menjadi kecewa, mudah tersinggung, dan letih. Maka,
saya beri saran pada perempuan muda ini bahwa ia harus menerapkan filosofi
baru; lihat saja apa yang akan terjadi. Jangan menunggu-nunggu perhatian,kasih,
atau penghargaan dari orang lain. Ia harusnya memicu aliran emosi menyehatkan
ini dengan cara memberikannya lebih dulu pada yang lain. Berikan dulu
perhatian, cinta, dan penghargaan pada orang lain.
“Saat
memasak, kau selalu menggunakan bumbu penyedap. Lalu, mengapa engkau tidak
menambahkan ‘bumbu’ untuk kehidupan dan rumahmu? Dalam tempo sebulan, coba
tambahkan satu sendok cinta ke dalam resep makan. Saat mengaduk semua bumbu
penyedap, mungkin kau bisa mengatakan, ‘Sekarang saya menambahkan cinta. Ini
akan membuat makanan jadi lebih lezat bagi orang serumah.’ Coba lakukan hal
serupa saat bersih-bersih. Sapu bersih pikiran lama yang penuh luka dan duka,
ganti dengan pikiran yang penuh kasih. Percikan pikiran penuh penghargaan di
pakaian keluarga yang akan kau setrika. Atau, lakukan hal lain dengan cara
serupa. Yang penting: jangan menunggu-nunggu orang lain untuk memulai. Mulailah
dari diri Anda sendiri. Anda harus memulai aliran cinta dari diri Anda. Setelah
itu, baru kirimkan kembali surat ke saya untuk mengabarkan apa saja yang
terjadi.”
Saya
tidak perlu menunggu terlalu lama untuk mengetahui bagaimana hasil eksperimen
itu. Tiga pekan kemudian, saya kembali mendapatkan surat dari perempuan muda
itu. Salah satu kutipannya adalah:
Saya
harus akui, Dr. Peale, bahwa pada mulanya saya mengira ide-ide Anda terlalu
ekstrem. Bayangkan; menambahkan sesendok cinta pada resep makan, menyapu bersih
pikiran negatif, memerciki pakaian dengan afeksi! Tetapi, terus terang saja,
kondisi di sini begitu buruk dan saya merasa begitu sedih sehingga mau tak mau
saya putuskan untuk menjajal ide-ide Anda.
Hasilnya,
saya berani katakan itu cukup menakjubkan. Pada malam pertama, misalnya, suami
saya memberikan pujian pada hasil masakan saya. Ini pertama kali dilakukan
sejak lama. Mau tahu apa yang ia katakan? “Apa sih bumbu rahasianya, sayang?
Ini rasanya sungguh luar biasa!”
Saya
sangat kaget mendengar itu dianggap sebagai rahasia. Tetapi, bukan cuma itu.
Ada lebih banyak lagi yang muncul. Semuanya menyenangkan. Memang, tidak harus
selalu dalam bentuk pujian. Kadang Cuma pandangan yang apresisasi atau sekadar
bantuan. Yang pasti, saya sekarang bisa melihat dunia baru di hadapan saya.
Ini
hanya satu contoh kecil dari stimulator hukum berkelimpahan. Masih ada banyak
contoh lainnya. Semua punya satu kesamaan; masing-masing kasus mengalirkan
keberlimpahan diawali saat seseorang berani membuka diri, tidak takut, dan
yakin bahwa hal-hal yang baik akan mengalir ke arahnya, lalu menegaskan
keyakinannya dengan terlebih dulu memberikan bagian dari dirinya kepada orang
lain. Fakta bahwa pikiran negatif akan menarik pikiran negatif lainnya, bahwa
pikiran positif juga akan menarik pikiran positif lainnya. Jika Anda hidup
dengan berdasar pikiran yang picik, dangkal, miskin, dan sejenisnya, maka Anda
akan menarik pikiran-pikiran serupa, Tetapi, jika Anda terlebih dahulu berani
mengusir pikiran negatif itu lalu menggantinya dengan pikiran-pikiran yang
sehat, segar, berlimpah, dan sejenisnya, maka Anda akan menarik lebih banyak
lagi pikiran positif ke arah diri Anda.
Tetapi
harus Anda ingat, keberlimpahan tidak datang hanya dengan berdoa untuk
mendapatkan uang, harta kepemilikan, atau sesuatu lainnya. Anda justru harus
berdoa tentang ide-ide dan pendalaman. Anda bisa mengubah ide-ide dan
pendalaman ini menjadi penerapan sepenuhnya sehingga bisa memperkaya kehidupan
Anda.
Pada
dasarnya, semua nilai itu ada di dalam otak. Pencapaian dan prestasi kreatif
juga ada dalam otak. Maka, semua keberlimpahan itu sudah ada di dalam diri Anda
karena tersimpan di otak. Anda bisa memikirkan semua jalan menuju kebaikan
hanya jika mau berpikir tentang pikiran baru. Keberlimpahann sepertinya tidak
akan pernah datang pada “pemikir yang murung”.
Frasa
terakhir itu sering digunakan oleh jenisu ilmiah Charles “Boss” Kettering sang
penemu automatic self-starter dan
menutup era starter engkol. Ia
menekankan, beberapa orang tercebur ke dalam kekeruhan mental dan tidak mau
bangkit. Mereka punya kapasitas, sebagaimana orang-orang lainnya, tetapi tidak
mau mengajukan pertanyaan atau berpikir, atau hanya mau berpikir negatif.
Mereka kadang malah membela kekeliruan mereka sendiri dan bahkan kadang
menyebutnya sebagai “kehendak Tuhan” jika mereka telah kepepet. Dalam jagat
raya yang penuh keberlimpahan ini, siapa saja sebenarnya bisa berpikir ke arah
keberlimpahan itu. Bahkan saya punya beberapa bukti, oarang-orang yang sudah
harus terus berbaring di tempat tidur saja pun bisa melakukan berbagai aktivitas
termasuk berbisnis.
Kettering
menunjukkan bagaimana para pemikir murung alias pemikir negatif itu telah
menutup pintu keberlimpahan dan bagaimana para pemikir positif justru membuka
pintu keberlimpahan dan memicu alirannya sebesar-besarnya. Ia mengutartakan
kisah berikut tentang pengalaman awal yang ia jalani di industri otomotif.
Pada
saat-saat awal perkembangan mobil, kami melakukan finishing dengan memoleskan pernis di seluruh bodi kayunya. Untuk
mobil berharga murah, kerja pemernisan dengan kuas ini butuh waktu sekitar 17
hari. Untuk mobil harganya yang lebih mahal, butuh waktu 35 hari. Suatu hari,
saya memanggil semua pakar pengecatan dan bertanya, adakah yang mampu
memperpendek waktu pengecatan pernis itu. Kebanyak bisa memperpendeknya hanya dua
hari.
Lalu
saya bertanya lagi,” Mengapa tidak ada yang bisa mengecatnya hanya dalam satu
jam?”
Mereka menjawab, “Catnya
tentu belum kering.”
Seperti
begitulah nasihat terbaik yang bisa saya dapatkan dari pakar cat. Lalu, masih
dengan pertanyaan itu dalam otak, saya berjalan-jalan keluar. Suatu hari, saya
melihat asbak kecil dicat pernis di toko perhiasan di Fifth Avenue di New York.
Saya membeli satu seharga $11,50. Pemilik toko itu bilang ia membeli asbak dari
laboraturium di New Jersey. Maka saya pun menuju laboratorium itu.
Saat
saya bertanya tentang pernis yang ia gunakan, orang di laboratorium itu kaget
dan mengaku tidak pernah membuatnya. Saat saya katakan pernis itu akan saya
gunakan untuk mobil, ia juga geleng-geleng kepala. “Tidak akan bisa. Kalau
disemprotkan, itu akan sudah mengering sebelum menyentuh permukaan pintu.”
“Oh,
begitu. Apa kau tidak bisa memperlambatnya?”
“Tidak
bisa. Itu tidak mungkin.”
Tentu,
itu bukannya tidak mungkin. Dalam cara berpikir yang positif, satu pertanyaan
akan mengarah pada pertanyaan lainnya, lalu ke pertanyaan lainnya lagi.
Akhirnya, bekerja sama dengan salah satu pabrik cat, kami bisa menemukan pernis
yang bisa disemprotkan ke mobil. Dengan cara semprot, pernis bisa dilapiskan ke
seluruh permukaan mobil hanya dalam satu jam. Pikiran kreatif telah membawa
kami kepada kemajuan di industri mobil. Pikiran murung menghentikan kami
kembali ke level kereta kuda.
Lalu,
saat kami memasang self-starter di
mobil, komunitas ilmiah Detroit Edison menggelar pertemuan khusus American
Institute of Electrical Enginers. Mereka ingin saya menjelaskan self-starter ini. Namun, belum setengah
jalan saya melakukannya, salah seorang terhormat di komunitas itu interupsi.
“Saya
minta pertemuan diakhiri!” katanya. “Orang itu asal omong saja. Ia mengabaikan
setiap hukum dasar dari teknik elektro.”
Ia
adalah salah satu korban berpikir murung.
Jadi, untuk
menstimulasi keberlimpahan berpikirlah. Berpikirlah sungguh-sungguh bahwa
selalu ada cara untuk kondisi yang lebih baik. Dan, jika Anda bisa
memikirkannya dalam otak, maka Anda bisa memikirkannya dalam kenyataan. Yakin,
berdoa, berpikir, dan memberi; ini adalah empat pilar keberlimpahan.
Di Hong Kong,
saya bertemu orang sangat hebat bernama Tuan Chou, Ia adalah pengungsi dari
sistem komunis China. Di era lama China, Chou adalah pedagang kaya yang begitu
mencintai kebebasan. Saat mengungsi meninggalkan China komunis, ia bersama
keluarganya tidak membawa apa pun kecuali dengan membawa keberanian, keyakinan,
dan cinta. Ia punya pikiran positif. Saat di China, ia punya pikiran positif.
Saat di China, ia tahu betul bagaimana dulu hidup dalam keberlimpahan
berdasarkan tolok ukur material. Di Hong Kong yang kala itu masih diperintah
Inggris, ia juga tahu bagaimana hidup dalam serba ketidakcukupan secara materi,
tetapi keberlimpahan secara spirit. Ia benar-benar dalam keadaan miskin materi.
Saat ia
bersama keluarganya menginjakkan kaki di Hong Kong tanpa uang atau sumber
penghasilan, mereka mendirikan gubuk yang terbuat dari kardus-kardus bekas yang
ditutup dengan karung goni. Mereka memasak dengan kayu bakar di tempat terbuka
di depan gubuk. Beberapa pekan kemudian, Chou bisa mendapatkan pekerjaan
sederhana dengan gaji kecil $10 Hong Kong per bulan. Meski gajinya sangat
kecil, ia tidak berkecil hati, sedih, atau jengkel. Ia terus melakukan semua
upaya untuk memperbaiki kondisinya. Namun, saat upayanya gagal, ia tahu
bagaimana menggenjot mentalnya dan tetap berpikir tentang keberlimpahan meski
kondisi untuk mendapatkan petak di proyek perumahan Wesley Village. Proyek
perumahan untuk penampungan pengungsi ini terletak di kawasan berbukit dekat
pantai yang kaya sinar matahari, lebih hangat dan menarik. Rumah dua kamar ini
ongkosnya 50 sen per hari. Karena terlalu mahal jika dibandingkan dengan
penghasilan Chou, maka impiannya belum bisa direalisasikan. Meski demikian,
saat teman, dan tetangganya sesama pengungsi berkesempatan untuk pindah ke
Wesley Village, Chou membantu mereka mengemas barang dan mengantar sampai ke
tempat tujuan. Sambil membantu memikul barang milik teman-temannya yang lebih
beruntung, ia terus tersenyum, tertawa, dan bernyanyi. Sambil membantu
nenek-nenek hingga anak-anak, ia turut menyebarkan rasa bahagia bagi mereka.
Seberapa pun inginnya ia membawa keluarganya ke kompleks itu, dan meski
sementara ini keinginannya belum kesampaian, ia tetap bergembira karena ia tahu
betul bagaimana berpikir dengan penuh keberlimpahan.
Memang, Chou
tidak kembali sekaya saat masih di China. Tetapi, bagi saya, titik paling
menakjubkan dari kisah hidup Tuan Chou ini adalah ia memiliki kebahagiaan
begitu berlimpah, tidak mementingkan diri sendiri, punya kehendak baik, dan
selalu ceria meski hokinya masih jauh di bawah. Kepribadian semacam dirinya itu
bisa memikat kebaikan dari pihak lain. Anda bisa melihat wajah yang selalu
cerah dari orang-orang seperti Tuan Chou. Hati Anda bisa langsung menghangat
begitu selintas melihat wajahnya.
Tak lama
kemudian, ada orang yang memberikan pekerjaan pada Tuan Chou dengan gaji $35
Hong Kong per bulan atau lebih dari tiga kali lipat dari gaji pekerjaan
sebelumnya. Ketika ada rumah kosong di Wesley, tak mengherankan jika ia dan
keluarganya diminta untuk segera mengisinya.
Orang China
yang satu ini akan selalu ada dalam memori saya sebagai salah satu pribadi
terbesar yang pernah saya temui. Pengalamannya jelas menunjukkan hukum
keberlimpahan selalu berjalan bahkan dalam kondisi yang sangat susah sekali
pun. Itu bisa merangsang kekuatan yang berbuntut pada penataan kembali kondisi
dan yang lebih penting adalah penataan kembali sikap terhadap kondisi. Chou
masih bisa memberi saat kebanyakan orang mengira ia sudah tidak punya apa pun
untuk diberikan, sehingga ia memperoleh imbalan yang berlimpah. Dengan hukum
pikiran dan penghidupan seperti ini, orang bisa melakukan kerja kreatif meski
dalam kondisi sangat berat.
Saat Anda
masuk ke dalam hukum keberlimpahan ini, hal-hal baik dalam kehidupan akan
mendatangi Anda secara bergelombang. Anda akan mendapatkan kesejahteraan emosi,
fisik, dan bahkan mungkin material, lebih besar pada yang Anda impikan. Jika
hari ini Anda masih mengalami kehidupan yang kurang berlimpah, kajilah bab ini
lagi dan temukan stimulator keberlimpahan yang bisa diterapkan seperti kondisi
yang Anda alami. Hiduplah di dalamnya, yakinlah, jadikan itu sebagai bagian dari pola-pola pikiran bawah
sadar Anda. Pada akhir bulan keenam, saya yakin kehidupan Anda akan diperkaya
di atas yang Anda bayangkan.
Komentar
Posting Komentar