TEROR BIS "SUMBER SELAMAT"

Yogyakarta, setiap ku menyebut nama kota itu terngiang sejuta kenangan. Aku tinggal di Yogya bersama orang tuaku. Ibuku aslinya berasal dari Sidoarjo, Jawa Timur. Sejak kecil aku sudah di Yogya membuatku terlupakan akan logat "arek" Jawa Timuran. Sekarang aku sudah bekerja dan mempunyai tanggung jawab sebagai pelajar di salah satu universitas swasta di Yogya. Setiap weekend aku libur sehingga kumanfaatkan waktuku untuk berkumpul dengan orang tua dan saudaraku di rumah.

Tanggal 29 Maret 2014 aku mendapat kabar bahwa anak pamanku meninggal dunia. Kabar itu langsung kusampaikan pada ibuku. Seketika ibuku langsung panik. Sebelumnya kita telah punya rencana untuk menjenguk setelah Pemilu bulan April selesai. Ternyata takdir siapa yang tahu. Akhirnya sore itu juga kita berangkat ke Sidoarjo. Sebelumnya aku tak mau ikut karena mengingat besok Senin aku harus melaksanakan Ujian Tengah Semester, tetapi mengingat ibuku nanti pergi sendirian aku merasa kasihan dan akupun memutuskan untuk menemani ibuku pergi ke Sidoarjo. Ku lihat jam tanganku sudah pukul 17.00 aku dan ibuku diantar ayah sampai Jalan Parangtritis. Kami menunggu bus yang jalur ke Terminal Giwangan. Tukang ojek yang ada didekat situ bilang katanya kalau sudah jam 5 sore lebih bus yang lewat sudah jarang. Hal itu membuatku sedikit cemas. Tapi sesosok bus telah terlihat dari arah selatan membuatku menghela nafas karena masih ada harapan. Bus semakin mendekat aku merasa senang, semakin mendekat ternyata bus tersebut kosong tanpa penumpang berarti bus tersebut akan pulang ke kandangnya yang ternyata belok ke arah barat. Penantian bus terus berlanjut. Sekarang  muncul dua bus lagi dan ternyata sama, bus tersebut tidak menerima penumpang lagi karena akan pulang. Harap-harap cemas kami menanti. Ketika sesosok bus yang agak tua ini karena catnya terlihat banyak yang memudar warnanya dan mengelupas aku sedikit tidak menaruh harapan pada bus itu karena seperti bus-bus yang sebelumnya. Tetapi ternyata aku salah, bus yang ketiga ini menghampiri kami, seketika aku merasa gembira, aku dan ibuku segera naik ke bus itu dan menuju ke terminal.

Hari semakin gelap, langit kini telah bertaburan bintang, sesampainya di terminal langsung menuju ke masjid untuk sholat jamak qoshor maghrib dan isya'. Antrian wudhu terlihat lengang aku bergantian dengan yang lain, sambil menunggu aku duduk di kursi antrian.
"Mbak, mau kemana?", sesosok perempuan yang kuketahui dia seumuranku menyapaku dengan ramah.
Kami pun mengobrol sebentar. Kuketahui dia sedang menempuh pendidikan jurusan sastra bahasa arab di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta.Selesai sholat kulanjutkan langkahku untuk mencari bus yang akan kita naiki. Kami mencari kandang bus yang bertujuan ke kota Surabaya. Memasuki dalam terminal aku dan ibuku mampir ke pos yang ada di depan untuk diberi karcis peron dan kami diberitahu kemana kami harus melangkah selanjutnya.

Terminal Giwangan, yah tak sekecil yang kubayangkan. Baru beberapa menit aku sudah bingung arah karena melihat shelter bus hampir semuanya mirip hanya plat nama jurusan yang membedakan tempat itu. 
"Endi kulon wetan yoh iki", kataku dalam hati
"Surabaya, yah itu dia"
Aku berseru pada ibuku, tetapi ibuku nampak kelihatan resah, sepertinya ada sesuatu yang dipikirkannya.
"Ada apa Bu,?, aku menanyakan hal itu.
Ibuku ternyata memikirkan untuk membeli oleh-oleh dahulu, sudah jauh-jauh dari Yogya tetapi sampai disana tidak membawa oleh-oleh rasanya ada  yang kurang. Kami mencari toko oleh-oleh yang tak jauh dari situ. Melihat berbagai penganan khas yang ada membuat perutku terasa lapar. Cacing-cacing di perut sudah mulai berdangdut ria. Akupun mengajak ibuku yang sedang memilih oleh-oleh untuk membeli makan malam.  juga. Setelah semua oleh-oleh dibungkus, ibuku memesan nasi untuk dibungkus.
"Bu, nasi gudeg Rp.10.000 dijadiin dua ya, dibungkus". Ibuku memesan pada ibu penjual yang kuketahui dia bernama Ibu Jum.
Racikan demi racikan nasi telah diletakkan dalam kertas minyak, Bu Jum membungkusnya dengan model yang khas. Ibuku segera membayar oleh-oleh dan nasi bungkus dan kamipun melanjutkan perjalanan mencari bus.

Sesampainya di shelter bus jurusan Surabaya, ada 3 bus yang harus kami pilih.
"Bu, mau naik bus yang mana?", aku bertanya kepada ibuku.
Antara Mira, Eka atau Sumber Selamat aku tak tahu mau memilih yang mini. Ibuku memantapkan aku untuk memilih Sumber Selamat, aku tak tahu kenapa ibuku mantap memilih bus itu. Katanya nanti mau diceritakan kalau sudah naik bus.
"Kok, tidak jadi naik Bu?", Tanyaku.
Tiba-tiba ibuku berhenti di depan bus Sumber Selamat itu. Ternyata kursi di belakang sopir sudah ada yang menduduki. Ibuku tidak mau kalau duduknya tidak dibelakang kursi sopir. Akupun menuruti ibuku. Kami duduk di kursi tunggu dekat shelter. Menunggu keberangkatan bis yang ini dambil menunggu bis lain yang datang agar kami mendapat kursi di belakang sopir.
Sekitar 10 menitan bis yang pertama telah berangkat dan telah diganti dengan datangnya bis yang kedua dengan PO yang sama juga "Sumber Selamat". Dengan segera kondektur turun dari bis dan segera menawari kami dan orang-orang lain yang telah duduk di kursi tunggu. Ibuku segera mengajakku untuk naik bis itu. Kursi keberuntungan yang selama ini menjadi sugesti di pikiran ibuku kalau tiap mudik ke Sidoarjo ya duduk di belakang pak sopir. Ibuku bercerita bahwa selama kita duduk di belakang sopir akan aman, karena dekat dengan pintu keluar dan juga dekat dengan kondektur kalau terjadi apa-apa. Pengalaman dulu ketika aku masih kecil pernah duduk di deretan belakang, ternyata ada copet hal itu membuat ibuku lebih waspada dan berhati-hati.
Pukul 19:00 tepat bis Sumber Selamat perlahan mulai meninggalkan peraduannya. Perjalanan malam ini akan terasa membosankan. Rintik hujan mengiringi kepergianku. Di sepanjang jalan aku melihat kemerlap lampu jalanan serta bintang yang tampak malu-malu untuk bersinar. Sesekali kucoba pejamkan mataku untuk mengatasi rasa bosan.
Bis dengan kecepatan cepat seolah menjadi ciri khas bis yang kunaiki. Tak terasa terminal demi terminal telah dilalui. Mulai dari terminal di Solo, hingga tiba di perbatasan Jawa Timur. Sedikit ada perasaan lega telah melewati perjalanan yang cukup panjang.
Zzzzzz
Aku tertidur sampai-sampai aku terbangun tak sadar kalau sudah tiba di daerah Magetan. Kulihat Jam Digital di dekat layar TV di depan bis menunjukkan pukul 00.30. Kurasakan laju bis yang semakin kencang karena kulihat jalanan di sekitar sepi. Nampak disekeliling jalan hamparan sawah yang berbatasan dengan sungai kecil. Namun tiba-tiba laju bis mulai berkurang karena nampak sebuah motor menghadang di depan. dan seketika
"Pyaaaar..."
Aku tertegun kaget dan rasanya sampai lupa bagaimana caranya bernafas. Ini benar-benar terjadi. Ku lihat dengan mata kepalaku sendiri ada yang meneror bis yang kunaiki. Tampak tadi kulihat ada sebuah motor dengan 2 orang pemuda yang memakai sarung untuk di pakai sebagai penutup wajah seperti ninja saja. Kaca depan sopir pecah, nampak bekas retakan yang diduga akibat lemparan benda berat. Serpihan kaca seketika mengenaiku dan ibuku karena jaraknya begitu dekat. Alhamdulillah tidak ada yang terluka, tetapi aku masih merasa kaget saja. Kulihat penumpang lain banyak yang terbangun, suasana yang tadinya sepi kini mulai panik dan ramai. Kondektur segera mencoba menenangkan kami. Bis pun masih terhenti karena sopirnya juga terkena serpiha kaca. Setelah sopir telah siap kembali perlahan bispun mulai melaju. Kondektur menginformasikan hal ini kepada awak bis yang di depan dan di belakangnya. Ketika sampai terminal terdekat juga melapor ke pada aparat yang ada disana yaitu dari Dinas Perhubungan. Ternyata oh ternyata menurut keterangan akhir-akhir ini apalagi minggu-minggu ini banyak teror bis. Tapi kebanyakan mereka meneror bis Sumber Selamat yang notabene nya di arek arek jawa timuran terkenal akan ugak-ugalannya. Bahkan pernah tersiar kabar akibat keugalannya itu massa membakar bis yang kala itu masih bernama Sumber Kencono. Sebelumnya juga akhir Februari kemarin lagi-lagi ada pelemparan kaca ke bis sumber selamat. Tapi lokasinya lebih menyeramkan lagi karena teror terjadi ketika bis melaju didaerah jembatan sekitar kali Brantas.
Aku terjaga sepenjang malam takut akan kejadian tadi. Tak terasa kini sampai di wilayah Mojokerto. Segera ku menghubungi pamanku agar stand by untuk menjemput kami. Kalau sudah tiba di Mojokerto rasanya cepat sekali tiba di tempat tujuan. Kulihat jam sudah pukul 01.45 tujuan terakhir Terminal Surabaya telah menanti. Kulihat penumpang di belakang kursiku telah banyak yang kosong karena banyak yang turun. Tapi aku masih was-was karena hp ku sudah low dan aku belum mendapat reply dari pamanku. Aku takut kalau pamanku belum menjemput karena ini sudah lewat tengah malam.
Akhirnya ku bisa bernafas lega ketika kami turun di By Pass Sidoarjo terlihat pamanku sudah menanti kedatanganku. Ku gendong tas bawaanku dan sedikit oleh-oleh tadi kuberikan kepada pamanku. Ditengah dinginnya malam akhirnya aku dan ibuku tiba di rumah nenek sekitar jam setengah tiga kurang. Mataku rasanya sudah sangat lelah tak bisa kua ajak untuk melek. Akupun memutuskan untuk tidur sesampainya disana.

Komentar

Postingan Populer