KODE ETIK GURU INDONESIA
Kode
Etik Guru Indonesia
1. Guru
berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusi Indonesia seutuhnya
berjiwa pancasila.
Kode Etik Guru yang pertama ini mengandung
pengertian bahwa perhatian utama seorang guru adalah peserta didik. Perhatian
itu semata-mata dicurahkan untuk membimbing peserta didik, yaitu mengembangkan
potensi secara optimal dengan cara mengupayakan terciptanya pembelajaran yang
edukatif. Melalui proses inilah diharapkan peserta didik menjelma sebagai
manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Manusia utuh yang dimaksud adalah
manusia yang seimbang antara kebutuhan jasmani dan rohaninya, bukan saja sehat
secara fisik, namun juga secara psikis. Manusia yang berjiwa pancasila artinya
manusia yang dalam kehdupan berbangsa dan bernegara selalu mengindahkan dan
mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.
2. Guru
memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
Kode Etik Guru kedua ini mengandung
makna bahwa guru hanya sanggup menjalankan tugas profesi yang sesuai dengan
kemampuannya, ia tidak menunjukkan sikap arogansi sikap profesional. Manakalah
menghadapi masalah yang ia sendiri tak mampu mengatasinya, ia mengaku dengan
jujur bahawa masalah itu diluar kemampuannya, sambl terus berupaya meningkatkan
kemampuan yang dimilikinya.
3. Guru
berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan
bimbingan dan pembinaan.
Kode Etik Guru ketiga ini
menunjukkan bahwa pentingnya seorang guru mendapatkan informasi tentang peserta
didik selengkap mungkin. Informasi tentang kemampuannya, minat, bakat,
motifasi, kawam-kawan, dan informasi yang kira-kira berpengaruh pada
perkembangan peserta didik dan mempermudah guru dalam membimbing dan membina
peserta didik tersebut.
4. Guru
menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang proses belajar
mengajar.
Kode Etik Guru keempat ini mengisaratkan pentingnya guru menciptakan
suasana sekolah yang aman, nyaman, dan membuat peserta didik betah belajar.
Yang perlu dibangun antara lain iklim komonikasi yang demokrastis hangat, dan
penuh dengan rasa kekeluargaan, tetapi menjauhkan diri dari kolusi dan
nepotisme.
5. Guru memelihara
hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina
peran serta dan tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
Kode Etik Guru kelima ini mengingat
pentingnya peranserta orangtua siswa dan masyarakat sekitarnya untuk ikui andil
dalam proses pendidikan di sekolah/madrasah. Peran serta mereka akan terwujud
jika terjalin hubungan baik antara guru dengan peserta didik, dan ini harus
diupayakan sekuat tenaga oleh seorang guru.
6. Guru
secara pribadi dan bersama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat
profesinya.
Kode Etik Guru keenam guru
diharuskan untuk selalu meningkatkan dan mengembangkan mutu dan martabat
profesinya. Ini dapat mdilakukan secara pribadi dapat juga secara kelompok.
Agar terjalin kekuatan profesi, guru hendaknya selalu menjalin hubungan baik
dengan rekan seprofesinya, memupuk semangat kekeluargan dan kesetiakawanan
social.
7. Guru
memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan
sosial.
Kode Etik Guru ketujuh intinya
bagamana menjalin kerjasama yang mutualistis dengan rekan seprofesinya. Rasa
senasip dan sepenanggungan bisa mengikat guru untuk bersatu dalam menyatukan fisi
dan misinya.
8. Guru bersama-sama
memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan
pengabdian.
Kode Etik Guru kedelapan
“Guru bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan
pengabdiannya”. Jika memang benar PGRI merupakan sarana dan wadah yang
menampung aspirasi guru, sarana perjuangan dan pengabdian guru, maka praktik
monopoli profesi terhadap guru (terutama guru SD) oleh pengurus PGRI harus
sudah disudahi. Karna cara seperti itu hanya akan membuat guru semakin tidak
berdaya, dan membuat citra masyarakat semakin negative terhadap profesi ini.
Justru sebaliknya, PGRI harus menjadi satu kekuatan profesi guru dalam
menggapai harapannya. Organisasi ini seharusnya mampu menyembatani dan
mengayomi aspirasi para guru, dan bahkan jika memungkinkan, PGRI harus mampu
meningkatkan harkat dan martabat guru yang semakin hari semakin terpuruk
adanya.
9. Guru melaksanakan
segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Kode Etik Guru kesembilan
“Guru melaksaanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan”.
Kode etik ini didasari oleh dua asumsi, pertama karna guru sebagai unsur
aparatur Negara (sepanjang mereka itu PNS), kedua karna guru orang yang ahli
dalam bidang pendidikan. Oleh karna itu, sudah sewajarna guru melaksanakan
semua kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, selagi sesuai dengan
kemampuan guru itu dan melecehkan harkat dan mertabat guru itu sendiri.
B. Penerapan Kode Etik Guru dalam Pelaksanan Tugasnya
Dalam
menjalankan tgasnya, guru sebagai professional dipandang perlu berpedoman pada
kode etik. Ini adalah suatu pembuktian komitmennya akan profesi kependidikanya.
Sebagai anggota profesi ini, ia sesungguhnya telah terikat oleh nilai dan norma
organisasi yang tertuang dalam standar prilaku guru yang disebut kode etik
guru. Inilah aturan yang harus ditaati dan dijadikan pedoman prilaku oleh guru
dalam menjalamkan tugasnya. Jadi, kode etik itu harus diterapkan oleh guru
dalam menjalankan tugasnya.
Penerapan
kode etik guru dalam tugasnya begitu luas untuk dipaparkan secara keseluruhan.
Sebab banyak masalah dari segala aspek yang ia jalani ketika melaksanakan
tugasnya itu. Akan tetapi pada bagian ini pemaparannya banyak diangkat dari
ruang lingkup proses pembelajaran sebagai tugas utama seorang guru: yaitu
membelajarkan peserta didik.
1.
Multi
Peran dan Tugas Guru dalam Proses Pembelajaran
Tugas guru dalam
menjalankan profesi kependidikannya yang teramat luas, termasuk didalamnya
tugas guru sebagai pendidik dan pengajar. Akan tetapi, muara tugas utama kedua
peran tersebut terjadi pada arena proses penbelajaran, yaitu suatu upaya guru
dalam menciptakan suatu interaksi pergaulan social dengan merekayasa lingkungan
yang kondusif bagi terjadinya perkembangan optimal peserta didik. Upayanya itu
adalah membuat sinergi semua unsur yang terlibat bagi terciptanya lingkungan
yang kondusif untuk terjadinya proses pembelajaran pada peserta didik.
Guru memainkan multi
peran dalam proses pembelajaran yang diselenggarakandengan tugas yang amat
berfariasi. Ia berperan sebagai menejer, pemandu, organisator, koordinator,
komoniktor, fasilitator, dan motifator proses pembelajaran (Umar Tirtarahardja
dan La Sulo, 1994:262). Dengan fersi yang agak berbeda Abin Syamsudin (1999)
mengemukakan Tujuh peran dan tugas guru dalam proses pembelajaran, yaitu
sebagai konserfator, inofator, transmitor, transformator, organisator, plener,
dan evaluator. Jika berpengan kepada kedua pendapat tersebut, setidaknya ada 13
peran dan tugas guru dalam proses sistim pembelajaran, yaitu sebagai
konserfator, innovator, transmitor, tranformator, perencana, menejer, pemandu,
organisator, coordinator, komonikator,fasilitator, motifator, dan penilai sistem
pembelajaran.
Sebagai konserfator
(pemelihara), guru bertugas memelihara sistem nilai yang merupakan sumber norma
kedewasaan. Dalam sistem pembelajaran, guru merupakan figur bagi peserta didik
dalam memelihara sistem nilai. Dengan perannya sebagai konserfator, guru
sekaliguus menjadi inofator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dikaji dalam sistem pembelajaran itu. Jadi guru bertugas bukan
hanya memelihara sistem nilai tetapi juga mengembangkannya kepada tataran yang
lebih luas dan lebih maju.
Sebagai transmitor
(penerus) sistem-sistem, guru selanyaknya meneruskan sistem-sistem nilai
tersebut kepada peserta didik. Dengan demikian, sistem nilai tersebut
dimungkinkan akan diwariskan kepada peserta didik sebagai generasi yang akan
melanjutkan sisitem nilai tersebut. Kesinambungan sistem nilai itu merupakan
pelaksanaan sistem pendidikan.
Sebagai transformator
(penerjemah) sistem-sistem nilai, guru bertugas menerjemahkan sistem-sistem
nilai tersebut melalui penjelmaan dalan pribadi dan prilakunya. Lewat proses
interaksinya dengan peserta didik diharapkan pula sistem-sistem nilai tersebut
menjelma dalam pribadi peserta didiknya.
Sebagai perencana
(planner) guru bertugas mempersiapkan apa yang akan dilakukan didalam proses
pembelajaran. Ia harus membuat rencana pembelajaran yang matang, yang sekarang
dikenal sebagai satuan acara pembelajaran (SAP). Dalam SAP ini guru harus
merencakan proses pembelajaran mulai dari merumuskan tujuan pembelajaran yang
mencakup tujuan pembelajaran umum (TPU yang sudah ada dalam GPPP) dan tujuan
pembelajaran khusus (TPK). Selanjutnya, merancang pretest (tes awal) jika
diperlukan. Kemudian merencanakan strategi proses operasional pembelajarannya,
termasuk didalamnya adlah pembukaan, kegiatan inti dan penutup. Terakhir,
merencanakan trategi evaluasinya (jenis, format, kriteria) yang melewati
evaluasi program, proses, dan hasilnya.
Sebagai menejer proses
pembelajaran, guru bertugas mengelola proses operasional pembelajaran, mulai
dari mempersiapakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses
pembelajaran. Di sini ditentukan siapa yang harus terlibat dalam proses
pembelajaran serta sejauh mana tingkat keterlibatannya. Semua unsur yang
diperkirakan menunjang atau menghambat bberhasilnya proses pembelajaran
dikelola sesuai dengan kondisi objektifnya masing-masing.
Sebagai pemandu
(director), guru bertugas menunjukkan arah dari tuan pembelajaran kepada
peserta didik. Kegiatan ini bukan saja memperjelas arah kegiatan belajar
peserta didik, tetapi juga sebagai motivator bagi mereka untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang teah dirancang, baik oleh guru maupun dirancang bersama
peserta didik.
Sebagai organisator
(penyelenggara), guru bertugas mengorganisasikan seluruh kegiatan pembelajaran.
Guru bertugas menciptakan situasi, memimpin, merangsang menggerakkan, dan
mengarahkan kegiatan belajarmengajar sesuai dengan rencana. Ia bertindak
sebagai narasumber (resourceperson), konsultan, pemimpin (leader) yang
bijaksana dalam antri demokratis dan humanis (manusiawi) selama proses
pembelajaran berlangsung. Tugasnya juga berupaya menciptakan proses
pembelajaran yang edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal
(kepada pihak yang mengangkat dan menugasinya) maupun secara moral (kepada
peserta didik serta tuhan yang menciptakannya).
Sebagai komonikator, guru
bertugas mengomonikasikan murid dengan berbagai sumber belajar. Pekerjaannya,
antara lain memberi informasi tentang buku sumber yang digunakan, tempat
belajar yang kondusif, bahkan mungkin sampai menginformasikan narasumber lain
yang ditugasi jika diperlukan.
Sebagai fasilitator,
guru bertugas menyediakan kemudahan-kemudahan belajar bagi siswa, seperti
memberikan informasi tentang cara belajar yang efektif, menyediakan buku sumber
yang cocok, memberikan pengarahan dalam pemecahan masalah dan pengembangan diri
peserta didik, dan lain-lainnya.
Sebagai motivator, guru
bertugas memberikan dorongan belajar sehingga muncul hasrat yang tinggi untuk
belajar secara intrinsic. Dalam proses pembelajaran, dorongan yang diberikan
mungkin berupa penghargaan seperti pujian, bahkan seandainya diperkirakan
hasilnya akan positif hukuman pun dapat dilakukan dengan catatan tidak
diberikan hukuman fisik seperti menampar, menjemur, dan sebagainya.
Sebagai penilai
(evaluator), guru berugas mengidentifikasi, mengumpulkan, menganalisis,
menafsirkan data yang valid, reliabel, dan objektif, dan akhirnya harus
memberikan pertimbangan (judgement) atas tingkat keberhasilan pembelajaran
tersebut berdasarkan kreteria yang ditetapkan, baik mengenai program, proses,
maupun hasil (produk). Evaluasi terhadap produk, selain berguna untuk bahan
pertimbangan untuk membuat keputusan, juga bermanfaat sebagai umpan balik (feed
back) bagi proses dan masukan (input) serta tindak lanjut.
2.
Penerapan
Kode Etik Guru Dalam Pelaksanaan Tugasnya
Pemahaman atas peran
dan tugas guru, khususnya dalam penyelenggaraan sistem pembelajaran seyogianya
menjadi kerangka berpikir (frame work) dalam bahasa tentang penerapan K ode
Etik Guru sebagaimana mestinya. Sedikitnya, pemehaman itu mengantarkan Anda
pada suatu keyakinan bahwa sungguh beragam peran dan ugas guru dalam proses
penyelenggaraan sistem pembelajaran.
Kode etik guru sebagai
pedoman bagi guru dalam berprilaku sesungguhnya dapat diterapkan didalam
tugasnya pada arena dan tahapan kegiatan pembelajaran. Bahkan, kalau ingin
mendapat tempat dihati peserta didik maka guru dipandang perlu berpegang teguh
pada kode etiknya pda proses pembelajaran berlangsung. Prilaku yang ditampilkan
seorang guru harus mencerminkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kide
etiknya sehingga makna kode etik menjlma dalam prilakunya. Berikut ini ditemukan
bagaimana uraian penerapan Kode Etik Guru Indonesia di dalam pelaksanaan
tugasnya sesuai dengan AD/ART PGRI 1994.
a.
Guru
berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia yang
berjiwa Pancasila.
Dalam
memaenkan perannya ketika mengadakan proses pembelajaran, guru senatiasa
membimbing peserta didik menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa
Pancasila. Konsepsi manusia utuh yang dimaksud dilukiskan sebagai berikut ini.
Pertama, manusia yang seimbang antara perkembangan jasmani dan rohaninya, juga
seimbang juga antara kebutuhan kedua aspek tersebut. Kebutuhan ini dianalisis
dari dimensi jasmani dan rohani. Kedua, manusia yang selaras antara pemenuhan
kebutuhan individual dan sosialnya. Kebutuhan ini dianalisis berdasarkan
dimensi social-individul manusia. Dengan konsepsi ini peserta didik tidak hanya
menjadi manusia yang hanya mementingkan diri sendiri dan bukan pula terlalu
mementingkan kebutuhan kelompok atau masyarakat. Ketiga, manusia yang selaras
antara perkembangan koknitif, spikomotorik, afektif, konatif, dan bahkan
menurut Goleman (1996), manusia yang selaras berkembang emosionalnya. Kesemua
itu seyogiannya berkembang optimal, normative, harmonis, dinamis, dan sinergis
dalam tahapan pembelajaran.
Profil
manusia utuh itu dilandasi oleh nilai-nilai luhur falsafah Pancasila. Artinya.
Seorang guru harus mengembangkan potensi peserta didik secara utuh dengan
berpijak pada nilai-nilai luhur Pancasila.
b.
Guru
memiliki dan melaksanakan kejujuran professional
Pada
saat guru membimbing peserta didik dalam arena pembelajaran ia harus pegang
teguh pada kejujuran professional, yaitu suatu pengakuan atas batas-batas
kemampuan professionalnya. Guru harus tampil dengan pribadi yang jujur secara
professional di tengah-tengah peserta didiknya. Ia tidak melakukan hal-hal
diluar batas kemampuan dan tidak pula melakukan pekerjaan yang ada dalam
koridor kewenangan profesi lain. Akan terpuji jika ia dapat mengakui kelemahan
atau kekeliruannya (bila terjadi). Terbuka untuk menerima masukan yang lebih
baik dari pendidikan dan pihak lainnya.
c.
Guru
berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan
melakukan bimbngan dan pembinaan
Proses
pebelajaran amat sangat memerlukan informasi tentang peserta didik yang
berkaitan dengan minat, bakat, kemampuan, hobi, kebiasaan, kelompok sejawatnya
dalam belajar, dan sebagainya. Untuk memperoleh informasi tersebut dapat
dilakukan secara langsung terhadap peserta didik, namun dapat pula diperoleh
dari pihak-pihak lain yang kompeten dan terpercaya, misalnya dari temannya,
orang tua, dan pihak-pihak lain yang dapat dipercaya. Informasi itu digunakan
sebagai bahan pertimbangan melakukan bimbingan dan pembinaan serta keperluan
relevan lainnya dengan penuh kejujuran.
d.
Guru
menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya untuk menunjang berhasinya proses
pembelajaran
Dalam
melaksanakan tugasnya guru berupaya menciptakan suasana sekolah/madrasah dengan
sebaik-baiknya untuk menunjang berhasilnya proses belajar mengajar. Untuk itu
ada beberapa hal yang sebaiknya dilakukan guru. Pertama, guru melaksanakan
proses pembelajaran yang proses interaksinya diwarnai dengan prinsip hubungan
yang bersifat membantu. Menurut Bramner (1979:42) hubungan yang bersifat
membantu merupakan upaya guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang
kondusif agar terjadinya pemecahan masalah dan pengambangan diri peserta didik.
Hubungan ini ditandai oleh adanya prilaku empati, penerimaan dan penghargaan,
kehangatan dan perhatian, keterburukan dan ketulusan, serta kekongkretan dan
kekhususan akspresi. Kedua, guru mengadakan kerjasama dengan berbagai porsonel
di sekolah/madrasah. Kerja sama ini semata-mata diperlukan bagi terciptanya
suasana atau organisasi sekolah/madrasah yang menunjang keberhasilan proses
pembelajaran peserta didik secara optimal.
e.
Guru
memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk
membina peran serta dan rasa tanggung jawab terhadap pendidikan
Pendidikan
bukan merupakan semata-mata tugas dan tanggung jawab pihak sekolah/madrasah
karena pada hakikatnya pendidikan merupakan tanggung jawab antara sekolah/madrasah
(lembaga pendidikan), masyarakat, dan keluarga. Pendekatan pendidikan seperti
ini sudah cukup lama tertanam di negeri kita. Perguruan Taman Siswa umumnya,
membuat satu ketetapan bahwa (1) untuk mencapai tujuan pendidikan, Taman Siswa
melaksanakan kerjasama yang harmnis antara ketiga pusat pendidikan, yaitu (a)
lingkungan keluarga, (b) lingkungan perguruan dan (c) lingkungan
masyarakat/pemuda, serta (2) sistem pendidikan tersebut disebut sistem “Tri
Pusat” (Putusan Kongres X tanggal 5-10 Desember 1966 pasal 15, dalm Suparlan,
1948:110). Itulah sebabnya guru dipandang perlu memelihara hubungan baik dengan
orang tua peserta didik dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan
rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
Hubungan
baik tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: dengan
mengadakan kegiatan home visit (kunjungan rumah) jika diperlukan, melibatkan
peran serta orang tua peserta didik dan masyarakat dalam menentukan tujuan dan
kurikulum pendidikan di sekolah/madrasah, mengundan orang tua dan unsur
masyarakat dalam berbagai kegiatan penting seperti kenaekan kelas, pembagian
rapor, dan sebagainya.
f.
Guru
secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya
Dalam
menjalankan tugasnya, guru diharapkan sensntiasa mengembangkan dan meningkatkan
mutu dan martabat profesinya, baik secara pribadi maupun bersama-sama.
Pengembangan dan peningkatan mutu ini mengacu kepada kualitas professional
berupa peningkatan dan pengembangan keterampilan khusus dalam bidang
kependidikan, secara individual, guru dapat melatih keterampilannya dengan cara
mengabdikan diri secara sungguh-sungguh sembari menempa diri dengan berbagai
ilmu pengetahuan dan keterampilan dari sumber-sumber yang akurat.
Komentar
Posting Komentar