MAKALAH PUASAN DAN ZAKAT
Makalah puasa dan zakat
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT
yang mana telah melimpahkan rahmat dan karunia- Nya kepada kita semuanya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berjudul “puasa
dan zakat”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari matakuliah Agama 2 (
fiqih ) yang diberikan oleh dosen yang bernama Bapak MASNUR, M.AG M.Si.
selain itu juga makalah ini dapat membantu kita menjadi kreatif dan terampil,
serta dapat memperluas ilmu pengetahuan tentang Puasa dan Zakat. Dalam
pembuatannya, penyusun mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik secara
moral maupun material orangtua juga yang memberikan dukungan baik materi maupun
spirit, serta teman teman yang saya
sayangi.
Penyusun menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna dan penyusun sangat
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun.
Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membaca terutama bagi penyusun sendiri.
Pekanbaru, Juni 2012
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agama Islam memiliki 5 rukun
Islam yang wajib untuk dijalankan, diantaranya adalah puasa dan zakat. Puasa
adalah menahan diri dari makan dan minum sert asegala perbuatan yang bisa
membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Terdapat
puasa wajib dan puasa sunnah.
Sedangkan zakat adalah sedekah
yang wajib dikeluarkan umat Islam menjelang akhir bulan Ramadan, sebagai
pelengkap ibadah puasa. Zakat merupakan salah satu rukun ketiga dari Rukun
Islam. Kewajiban puasa dan zakat ini sebagaimana juga kewajiban-kewajiban
lainnya seperti shalat dan ibadah haji harus ditunaikan oleh umat Islam. Namun
kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap hari-hari penting puasa termasuk yang
wajib dan yang diharamkan merupakan hambatan dalam kehidupan beragama. Hambatan
yang menyebabkab kewajiban zakat belum meluas tertunaikan dalam masyarakat.
Hambatan-hambatan ini ada yang bersifat inheren di dalam tubuh umat Islam
sendiridan ada yang bersifat eksteren (pengaruh dari luar).
1.2 Rumusan masalah
1.
Apakah puasa dan zakat itu ?
2.
Apa sajakah jenis-jenis puasa dan zakat itu ?
3.
Siapa sajakah yang berhak menerima zakat ?
1.3 Tujuan
1. Mengerti
dan memahami pengertian puasa dan zakat.
2.
Dapat mengetahui dan memahami jenis
jenis puasa dan zakat.
3.
Dapatmengetahui dan memahami
pembagian zakat yang benar menurut syariat islam
4.
Dapat menambah ilmu
tentang puasa dan zakat
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Puasa Dan Zakat
Puasa dalam bahasa Arab disebut shiam atau
shaum yang artinya menahan diri dari
sesuatu. Ke dalam pengertian ini termasuk menahan diri dari berbicara dengan
orng lain. Pengertian yang tersebut terakhir itu terdapat di dalam firman
Allah, seperti termaktub dalam Q.S. 19, Maryam: 26:
فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا ۖ فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَٰنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا
Artinya:
Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika
kamu melihat seorang manusia Maka
katakanlah (hai Maryam), sesungguhnya aku telah bernadzar (untuk)
berpuasa karena Allah Yang Maha Pemurah, maka aku tidak berbicara dengan
seorang manusia pun pada hari ini. ( Maryam : 26)
Puasa itu hukumnya wajib seperti
yang terdapat dalam surat al-baqarah ayat 183 yang berbunyi :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.(Al-baqarah :183)
Menurut pengertian terminologi syar‟i, puasa adalah suatu ibadat yang mempunya isyarat dan rukun tertentu, diamalkan di siang hari
sejak dari terbit fajar sampai terbenam matahari
dengan cara menahan diri dari makan, minum, hubungan seksual, disertai dengan
perilaku meninggalkan perbuatan-perbuatan tidak terpuji yang bisa
mengurangimakna/nilainya/pahalanya.
Puasa yang diamalkan dengan
memenuhi semua persyaratan tersebut besar sekali makna dan pahalanya, apalagi
jika diingat bahwa puasa itu adalah salah satu dari lima rukun Islam.
Al-Ghazali membagi pengertian puasa menjadi tiga
bagian, yaitu yang pertama, puasa umum adalah puasa sekedar menahan diri dari
makan, minim, dan hubungan seksual. Dan karena umumnya manusia yang berpuasa
berada dalam tingkat ini maka puasa merekadisebut puasa umum, artinya
demikianlah kebanyakan puasa manusia.Yang kedua, puasa khusus adalah puasa yang
diamalkan di samping dengan isi umumtersebut di atas juga menyempurnakannya
dengan menahan diri dari mengatakan, mendengar, dan memandang atau melihat
sesuatu yang kurang baik, kurang pantas, yang menyinggung/menyakiti orang lain,
atau yang sia-sia dan tak berguna. Dan karena puasa tingkat ini dapat diamalkan
oleh mereka yang sudah bisa disebut khusus maka puasa mereka yang sudah bisa
disebut khusus maka puasa mereka disebut khusus.Yang ketiga, puasa khusus
al-khusus adalah puasa yang diamalkan di samping dengan kedua isi dua kategori
puasa di atas disempurnakan pula dengan puasa hati yaitumenahan hati dari
memikirkan, mengkhayalkan atau membayangkan hal-hal duniawi yang rendah selama
berpuasa. Dan karena puasa semacam ini hanya bisa dilakukan oleh merekay ang
sangat khusus maka puasa mereka disebut puasa khusus
al-khusus atau puasa super khusus.
Hari-hari yang dilarang untuk puasa, yaitu : saat
lebaran idul fitri 1 syawal dan idul adha 10 dzulhijjah, Hari tasyriq : 11, 12,
dan 13 zulhijjah
Puasa memiliki fungsi dan manfaat untuk membuat kita menjadi
tahan terhadap hawa nafsu, sabar, disiplin, jujur, peduli dengan fakir miskin,
selalu bersyukur kepada Allah SWT dan juga untuk membuat tubuh menjadi lebih
sehat.
Orang yang diperbolehkan untuk berbuka puasa sebelum
waktunya adalah :
o Dalam perjalanan jauh 80,640 km
(wajib qodo puasa)
o Sedang sakit dan tidak dapat
berpuasa (wajib qodo puasa)
o Sedang hamil atau menyusui (wajib
qada puasa dan membayar fidyah)
o Sudah tua renta atau sakit yang
tidak sembuh-sembuh (wajib membayar fidyah ¾ liter beras atau bahan makanan
lain)
Syarat Wajib
Puasa :
•Berakal. Orang
gila tidak wajib berpuasa.
•Balig.
•Kuat berpuasa.
Orang yang tidak kuat, misalnya karena sudah tua atau sakit, tidak wajib
mengerjakan puasa.
Syarat Syah
Puasa :
•Islam. Orang
yang beragama selain islam tidak syah puasa.
•Mumayyiz
(dapat membedakan yang baik dengan yang tidak baik).
•Suci dari haid
dan nifas. Orang yang haid ataupun nifas itu tidak sah berpuasa, tetapi
keduanya wajib untuk menqada puasa sebanyak puasa yang telah ditinggalkan.
•Dikerjakan
dalam waktu yang diperbolehkan untuk berpuasa. Dilarang berpuasa pada dua hari
raya dan hari tasyriq.
Sabda
Rasulullah Saw:
“Dari Anas,
‘Nabi telah melarang berpuasa lima hari dalam satu tahun; hari raya idul fitri,
hari raya haji, tiga hari tasyriq (tanggal 11,12,dan 13 bulan haji).” (H.R.
Daruqutni).
Rukun Puasa :
•Niat pada
malam hari, yaitu setiap malam selama bulan ramadhan.
Sabda
Rasulullah Saw:
“Barang siapa
yang tidak berniat puasa pada malamnya sebelum fajar terbit, maka tiada puasa
baginya.” (riwayat lima imam ahli hadits)
Kecuali puasa
sunnah, boleh berniat pada siang hari, asal sebelum zawal (matahari condong ke
barat).
“Dari Aisyah,
ia berkata: Pada suatu hari Rasulullah Saw, datang (ke rumah saya). Beliau bertanya;
Adakah makanan padamu? Saya menjawab, ‘tidak ada apa-apa.’ Beliau lalu berkata;
kalau begitu baiklah sekarang saya puasa.’ Kemudian pada hari lain beliau
datang pula. Lalu kami berkata, ‘Ya Rasulullah, kita telah diberi hadiah kue
haisun.’ Beliau berkata, ‘mana kue itu? Sebenarnya saya dari pagi puasa.’ Lalu
beliau makan kue itu.” (Riwayat jamaah ahli hadis, kecuali bukhari)
•Menahan diri
dari segala yang membatalkan sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
Sunnah-sunnah
Puasa :
•Menyegerakan
berbuka puasa.
•Berbuka dengan
kurma, sesuatu yang manis, atau dengan air.
•Berdoa sewaktu
berbuka puasa
•Makan sahur,
dengan maksud supaya menambah kekuatan ketika puasa.
•Mengakhirkan
makan sahur.
•Memberi
makanan untuk berbuka kepada orang yang puasa.
•Memperbanyak
sedekah.
•Memperbanyak
membaca Al-Qur’an dan mempelajarinya (belajar atau mengajar) karena mengikuti
perbuatan Rasulullah Saw.
Perkara yang
Membatalkan Puasa :
•Makan dan
minum. Makan dan minum yang membatalkan puasa ialah apabila dilakukan dengan
sengaja. Kalau tidak sengaja, misalnya lupa, tidak membatalkan puasa.
•Muntah yang
disengaja, sekalipun tidak ada yang kembali ke dalam.
•Bersetubuh.
•Keluar darah
haid atau nifas.
•Gila. Bilamana
itu terjadi pada siang hari, maka batallah puasa.
•Keluar mani
dengan sengaja.
Macam-macam
puasa :
1.
Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan hukumnya adalah wajib bagi orang yang
sehat. Sedangkan bagi yang sakit atau mendapat halangan dapat membayar puasa
ramadhan di lain hari selain bulan ramadan. Puasa ramadhan dilakukan selama
satu bulan penuh di bulan romadhon kalender hijriah / islam. Puasa ramadhan
diakhiri dengan datangnya bulan syawal di mana dirayakan dengan lebaran ied /
idul fitri.
2.
Puasa Senin Kamis
Puasa senin kamis hukumnya adalah sunah / sunat di
mana tidak ada kewajiban dan paksaan untuk menjalankannya. Pelaksanaan puasa
senin kamis mirip dengan puasa lainnya hanya saja dilakukannya harus pada hari
kamis dan senin saja, tidak boleh di hari lain.
3.
Puasa Nazar
Untuk puasa nazar hukumnya wajib jika sudah niat akan
puasa nazar. Jika puasa nazar tidak dapat dilakukan maka dapat diganti dengan
memerdekakan budak / hamba sahaya atau memberi makan / pakaian pada sepuluh
orang miskin. Puasa nazar biasanya dilakukan jika ada sebabnya yang telah
diniatkan sebelum sebab itu terjadi. Nazar dilakukan jika mendapatkan suatu
nikmat / keberhasilan atau terbebas dari musibah / malapetaka. Puasa nazar
dilakukan sebagai tanda syukur kepada Allah SWT atas ni'mat dan rizki yang
telah diberikan.
4.
Puasa Bulan Syaban / Nisfu Sya'ban
Puasa nisfu sya'ban adalah puasa yang dilakukan pada
awal pertengahan di bulan syaban. Pelaksanaan puasa syaban ini mirip dengan
puasa lainnya.
5.
Puasa Pertengahan Bulan
Puasa pertengahan bulan adalah puasa yang dilakukan
pada tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan sesuai tanggalan hijriah. Pelaksanaan
puasa pertengahan bulan mirip dengan puasa lainnya.
6.
Puasa Asyura
Puasa asyura adalah puasa yang dilakukan pada tanggal
10 di bulan muharam / muharram. Pelaksanaan puasa assyura mirip dengan puasa
lainnya.
7.
Puasa Arafah
Puasa arafah adalah puasa yang dilaksanakan pada
tanggal 9 di bulan zulhijah untuk orang-orang yang tidak menjalankan ibadah
pergi haji. Pelaksanaan arafah mirip dengan puasa lainnya.
8.
Puasa Syawal
Puasa syawal dikerjakan pada 6 hari di bulan syawal.
Puasa syawal boleh dilakukan pada 6 hari berturut-turut setelah lebaran idul
fitri. Pelaksanaan arafah mirip dengan puasa lainnya.
Zakat adalah nama atau sebutan dari
suatu hak Allah SWT yang dikeluarkan seseorangkepada fakir miskin. Kata zakat
itu aslinya ialah tumbuh, suci, dan berkah.Firman Allah SWT :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan [658] dan mensucikan mereka dan mendo'alah untuk mereka.
Sesungguhnya do'a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
.(At-Taubah: 103)
Zakat adalah
memberikan harta apabila telah mencapai satu nisab dan haul kepada orang yang
berhak menerimanya dengan syarat-ayarat tertentu. Nisab adalah ukuran tertentu
dari harta yang dimiliki yang wajib dikeluarkan zakatnya. Sedangkan haul adalah
genap satu tahun.
Zakat merupakan pembersihan dan penyucian terhadap jiwa seorang hamba
Allah.
Zakat merupakan salah satu dari rukun Islam yang ke
lima, dan disebut beriringan dengan shalat pada ayat 82. Dan Allah SWT
menetapkan hukum wajibnya, baik denan Kitab-Nya maupun dengan Sunnah Rasul-Nya serta Ijma‟ dari umatnya (Sabiq,Sayyid.
1993)
Macam-macam
Zakat :
1.Zakat Fitrah
Zakat fitrah adalah zakat yang dikeluarkan saat
menjelang hari raya idul fitri. Zakat Fitrah dikeluarkan pada bulan Ramadhan,
paling lambat sebelum orang-orang selesai menunaikan Shalat Ied. Jika waktu
penyerahan melewati batas ini maka yang diserahkan tersebut tidak termasuk
dalam kategori zakat melainkan sedekah biasa.
Pada prinsipnya seperti definisi di atas, setiap
muslim diwajibkan untuk mengeluarkan zakat fitrah untuk dirinya , keluarganya
dan orang lain yang menjadi tanggungannya baik orang dewasa, anak kecil,
laki-laki maupun wanita. Berikut adalah syarat yang menyebabkan individu wajib
membayar zakat fitrah:
·Individu yang mempunyai kelebihan makanan atau
hartanya dari keperluan tanggungannya pada malam dan pagi hari raya.
·Anak yang lahir sebelum matahari jatuh pada akhir
bulan Ramadhan dan hidup selepas terbenam matahari.
· Memeluk Islam sebelum terbenam matahari pada
akhir bulan Ramadhan dan tetap dalam Islamnya.
· Seseorang yang meninggal selepas terbenam
matahari akhir Ramadhan.
Besarnya zakat Fitrah adalah 1 sha‟ yaitu 2176 gram atau 2,2 Kg beras atau makanan pokok. Dalam prakteknya
jumlah ini digenapkan menjadi 2,5 Kg, karena untuk kehati-hatian. Hal ini
dianggap baik oleh para ulama.
Menurut madzhab hanafi,
diperbolehkan mengeluarkan zakat Fitrah dengan uang seharga ukuran itu, jika
dianggap lebih bermanfaat bagi mustahik.. Waktu mengeluarkan zakat Fitrah
adalah sejak awal bulan puasa Ramadhan hingga sebelum shalat Idul Fitri maka dianggap sedekah
sunah.
Zakat Fitrah boleh dikeluarkan
langsung kepada mustahik atau dibayarkan melaluiamil zakat.5. Amil atau panitia
zakat Fitrah boleh membagikan zakat kepada mustahik setelah shalat Idul Fitri.
Jika terjadi perbedaan Hari Raya, maka panitia zakat Fitrah yang berhari raya
terlebih dahulu tidak boleh menerima zakat Fitrah setelah mereka mengerjakan
shalat Idul Fitri.
Panitia Zakat Fitrah hendaknya
mendoakan kepada orang yang membayar zakat,agar ibadahnya selama Ramadhan
diterima dan mendapat pahala. Doa yang sering dibaca oleh yang menerima zakat,
diantaranya:
2.Zakat Mal
Zakat mal
adalah zakat yang berkaitan dengan harta benda.
Macam zakat
mal:
•Zakat binatang
ternak.
•Zakat emas dan
perak.
•Zakat tanaman.
•Zakat
perniagaan atau perdagangan.
•Zakat biji dan
buah-buahan.
Golongan yang menerima zakat (Mustahik Zakat) :
Ada 8 golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq) baik zakat fitrah atau zakat mal (harta),yaitu
sesuai dengan firman Allah SWT :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Artinya :
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu‟allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang
dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana .”(At-taubah : 60)
Allah telah mejelasakan delapan golongan yang berhak menerima zakat. Yaitu:
1. Fakir: orang yang hanya mampu memenuhi kurang dari separoh kebutuhanya.
2. Miskin: orang yang mampu memenuhi lebih dari separoh kebutuhanya, namun
iabelum mampu memenuhi kebutuhannya secara menyeluruh, maka ia
diberi zakatuntuk beberapa bulan kebutuhanya.
3. Amil Zakat: orang yang ditugaskan oleh penguasa (pemerintah) untuk
mengumpulkanzakat dari orang yang membayar zakat.mereka di beri upah yang layak
sesuai denganpekerjaan mereka.
4. Para muallaf yang dibujuk hatinya: adalah orang orang yang baru memeluk
islam,mereka diberi zakat agar hti mereka lunak menerima islam dan agar
keimanan dihatimereka tetap teguh
5. Zakat juga di berikan untuk memerdekakan budak dan membebaskan tawanan
perangyang tertawan oleh pihak musuh.
6. Orang-orang yang berhutang: mereka adalah orang-orang yang terbebani
hutangmereka di beri zakat untuk melunasi hutang mereka dengan syaratnya
harusberagama islam, tidak mampu melunasi hutang, dan tidak berhutang untuk
membiayaikemaksiatan.
7. Fisabilillah: mereka adalah para mujahid yang berperang dengan suka rela
tanpamendapat gaji dari pemerintah, mereka di beri zakat untuk diri mereka
sendiri atauuntuk membeli senjata.
8. Orang yang sedang dalam pejalanan yaitu para musafir yang kehabisan
bekal untukmelanjutkan perjalananya, maka ia diberi zakat sekedar kebutuhanya,
sehingga iasampai ke tujuanya
Adapun orang-orang yang tidak boleh menerima zakat ada dua golongan:
1. Anak cucu keluarga Rasulullah SAW
2. Sanak Famili orang yang berzakat, yaitu bapak, kakek, istri, anak, cucu,
dan lain-lain.
BAB III
KESIMPULAN DAN
PENUTUP
1.Kesimpulan
1. Puasa adalah menahan
dengan niat ibadah dari makanan, minuman, hubungan suami istri dan semua hal
yang membatalkan puasa
2. Zakat adalah
pemberian yang wajib diberikan dari harta tertentu.
2.Penutup
Agama Islam sangat memperhatikan masalah puasa karena dalam ilmu fiqih
puasa dan zakat itu sangat pengting sama seperti halnya shalat. Shalat, adalah
tiang agama karena tanpa shalat berarti kita sama saja meruntuhkan agama.
Ibarat rumah, kalau tidak ada tiangnya tentu akan runtuh. Puasa adalah menahan
nafsu. Islam mengajak kita berpuasa agar menahan nafsu. Zakat adalah pensucian
harta yng kita dapatkan.
Semoga makalah ini sangat bermanfaat bagi kita semua. Jika terdapat
kesalahan harap dimaklumi, karena manusia tidak pernah luput dari kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA
· http://Zakat -
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.html[28 November 2010]Huda,
Nuril. 2010.
· http://Tentang
Zakat Fitrah « Berbagi Ilmu.html [28 November 2010]Sabiq, Sayyid.1993
Makalah Agama Konsep Pernikahan dalam Islam
AGAMA
Konsep Pernikahan dalam Islam
Dwina Ivoni Lauren
1200517
(No. Absen 15)
Dosen Pembimbing:
Indah Muliati,S.Pdi,M.Ag
Kode Seksi:
24350
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2012
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar
...............................................................................................................
ii
Daftar Isi
……………………………………………………………………………… iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………….
1
1.2 Rumusan Masalah
………………………………………………………… 2
1.3 Tujuan ……………………………………………………………………... 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pernikahan
…………………………………………………….. 3
2.2 Anjuran Untuk Menikah
…………………………………………………... 4
2.3 Tujuan Pernikahan
………………………………………………………… 6
2.3.1 Membentengi Martabat Manusia dari Perbuatan Kotor dan
Keji ………………………………………………………………
6
2.3.2 Rumah Tangga yang Islami ……………………………………… 6
2.3.3 Karena Menikah itu Ibadah ……………………………………… 7
2.3.4 Mencari Keturunan yang Shalih ………………………………….
7
2.4 Calon Pasangan yang Ideal …………………………………………………
7
2.4.1 Kafa’ah Menurut Konsep Islam ………………………………….
8
2.4.2 Kriteria Memilih Calon Suami dan Istri yang Shalihah
………… 9
2.5 Proses Sebuah Pernikahan yang Berlandaskan Al-Qur’an dan As’Sunnah
Yang Shahih
………………………………………………………………. 10
2.5.1 Mengenal Calon Pasangan Hidup
………………………………. 10
2.5.2 Nazhar (Melihat Calon Pasangan Hidup)
………………………. 11
2.5.3 Khithbah (Peminangan)
………………………………………… 13
2.5.4 Akad Nikah ……………………………………………………… 14
2.5.5 Walimatul ‘urs
………………………………………………….. 15
2.5.6 Setelah Akad ……………………………………………………. 16
2.6 Pernikahan yang Dilarang dalam Islam
…………………………………... 17
2.6.1 Nikah Mut’ah ……………………………………………………
16
2.6.2 Nikah Muhallil
………………………………………………….. 18
2.6.3 Pernikahan Silang (Beda Agama)
………………………………. 18
2.6.4 Pernikahan Khadan ………………………………………………
18
2.7 Hikmah Pernikahan
……………………………………………………….. 19
2.7.1 Meninggikan Harkat dan Martabat Manusia
……………………. 19
2.7.2 Memuliakan Kaum Wanita
……………………………………… 19
2.7.3 Cara untuk Melanjutkan Keturunan
…………………………….. 20
2.7.4 Wujud Kecintaan Allah SWT
…………………………………… 20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan ………………………………………………………………...
21
3.2 Saran ………………………………………………………………………. 21
DAFTAR
PUSTAKA
……………………………………………………………….. 22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsep pernikahan pada umumnya hanya
berkisar pada pernikahan Internasional dan tradisional. Konsep nikah itu
sendiri juga pastinya memilih tempat dan wedding concept resepsi
pernikahan yang tepat bukanlah hal yang mudah dilakukan.
Pernikahan menurut Islam adalah
sebuah kontrak yang serius dan juga moment yang sangat membahagiakan
dalam kehidupan seseorang maka dianjurkan untuk mengadakan sebuah pesta
perayaan pernikahan dan membagi kebahagiaan itu dengan orang lain. Seperti
dengan para kerabat, teman-teman atau pun bagi mereka yang kurang mampu. Dan
pesta perayaan pernikahan juga sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas segala
nikmat yang telah Dia berikan kepada kita. Di samping itu pernikahan-pernikahan
juga memiliki fungsi lainnya yaitu mengumumkan kepada khalayak ramai tentang
pernikahan itu sendiri. Tidak ada cara lain yang lebih baik untuk menghindari
zina melainkan melalui pernikahan.
Rasulullah SAW mengajarkan kita
bahwa sudah menjadi kewajiban seorang muslim untuk menjawab undangan pernikahan
dan bahkan Rasulullah SAW menekankan untuk menghadiri undangan walimah. Maka
para ulama berpendapat bahwa seseorang boleh untuk tidak menghadiri pernikahan
hanya dengan alasan-alasan yang diperbolehkan menurut Islam. Salah satu alasan
yang diperbolehkan itu adanya musik. Adanya musik yang tidak Islam ketika
berkumpul di saat pernikahan atau seseorang masih harus menyesuaikan pekerjaan
lainnya yang berhubungan dengan agama yang jauh lebih penting.
1.2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana
bentuk-bentuk pernikahan yang tidak sesuai dengan ajaran islam?
2. Bagaimana konsep pernikahan yang sesuai dengan
ajaran agama islam?
1.3
1.3 Tujuan
Dalam penyusunan makalah ini penyusun memiliki
beberapa tujuan, antara lain:
a. Untuk mengetahui pengertian pernikahan/nikah.
b. Untuk mengetahui kenapa Islam menganjurkan menikah.
c. Untuk mengetahui tujuan melaksanakan pernikahan.
d. Untuk
mengetahui calon pasangan yang ideal menurut Islam.
e. Untuk mengetahui proses sebuah pernikahan yang berlandaskan Al-Qur`an
dan As-Sunnah yang shahih.
f. Untuk mengetahui pernikahan yang dilarang dalam Islam.
g. Kita dapat mengetahui tentang hikmah pernikahan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pernikahan
Pernikahan merupakan ikatan diantara
dua insan yang mempunyai banyak perbedaan, baik dari segi fisik, asuhan
keluarga, pergaulan, cara berfikir (mental), pendidikan dan lain hal.
Dalam pandangan Islam, pernikahan
merupakan ikatan yang amat suci dimana dua insan yang berlainan jenis dapat
hidup bersama dengan direstui agama, kerabat, dan masyarakat.
Aqad nikah dalam Islam berlangsung
sangat sederhana, terdiri dari dua kalimat "ijab dan qabul". Tapi
dengan dua kalimat ini telah dapat menaikkan hubungan dua makhluk Allah dari
bumi yang rendah ke langit yang tinggi. Dengan dua kalimat ini berubahlah
kekotoran menjadi kesucian, maksiat menjadi ibadah, maupun dosa menjadi amal
sholeh. Aqad nikah bukan hanya perjanjian antara dua insan. Aqad nikah juga
merupakan perjanjian antara makhluk Allah dengan Al-Khaliq. Ketika dua tangan
diulurkan (antara wali nikah dengan mempelai pria), untuk mengucapkan kalimat
baik itu, diatasnya ada tangan Allah SWT, "Yadullahi fawqa aydihim".
Begitu sakralnya aqad nikah,
sehingga Allah menyebutnya "Mitsaqon gholizho" atau perjanjian Allah
yang berat. Juga seperti perjanjian Allah dengan Bani Israil dan juga
Perjanjian Allah dengan para Nabi adalah perjanjian yang berat (Q.S Al-Ahzab :
7), Allah juga menyebutkan aqad nikah antara dua orang anak manusia sebagai
"Mitsaqon gholizho". Karena janganlah pasangan suami istri dengan
begitu mudahnya mengucapkan kata cerai.
Allah SWT menegur suami-suami yang
melanggar perjanjian, berbuat dzalim dan merampas hak istrinya dengan firmannya
: "Bagaimana kalian akan mengambilnya kembali padahal kalian sudah
berhubungan satu sama lain sebagai suami istri. Dan para istri kalian sudah
melakukan dengan kalian perjanjian yang berat "Mitsaqon
gholizho"." (Q.S An-Nisaa : 21).Aqad nikah dapat menjadi sunnah,
wajib, makruh ataupun haram, hal ini disebabkan karena :
1. Sunnah,
untuk menikah bila yang bersangkutan :
a. Siap dan mampu menjalankan keinginan biologi,
b. Siap dan mampu melaksanakan tanggung jawab berumah tangga.
2. Wajib
menikah, apabila yang bersangkutan mempunyai keinginan biologi yang kuat, untuk
menghindarkan dari hal-hal yang diharamkan untuk berbuat maksiat, juga yang
bersangkutan telah mampu dan siap menjalankan tanggung jawab dalam rumah
tangga. Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S An-Nur : 33.
3. Makruh,
apabila yang bersangkutan tidak mempunyai kesanggupan menyalurkan biologi, walo
seseorang tersebut sanggup melaksanakan tanggung jawab nafkah, dll. Atau
sebaliknya dia mampu menyalurkan biologi, tetapi tidak mampu bertanggung jawab
dalam memenuhi kewajiban dalam berumah tangga.
4. Haram
menikah, apabila dia mempunyai penyakit kelamin yang akan menular kepada
pasangannya juga keturunannya.
Sebaiknya sebelum menikah memeriksakan kesehatan untuk
memastikan dengan benar, bahwa kita dalam keadaan benar-benar sehat. Apabila
yang mengidap penyakit berbahaya meneruskan pernikahannya, dia akan mendapat
dosa karena dengan sengaja menularkan penyakit kepada pasangannya.
Bagi mereka yang melaksanakan pernikahan dalam keadaan
wajib dan sunnah, berarti dia telah melaksanakan perjanjian yang berat. Apabila
perjanjian itu dilanggar, Allah akan mengutuknya.
Apabila perjanjian itu dilaksanakan dengan tulus, kita
akan dimuliakan oleh Allah SWT, dan ditempatkan dalam lingkungan kasih Allah.
2.2 Anjuran Untuk Menikah
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara
kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang
lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi
Maha Mengetahui (QS. An Nuur : 32)
Ayat di atas menganjurkan kepada umat Islam untuk
menikah, dan Allah SWT menegaskan bahwa menikah bukanlah sebagai penyebab
sebuah kemiskinan. Menikah adalah pembuka dari pintu-pintu rizki dan membaawa
berkah dan rahmah dari Allah. Dengan menikah, Allah akan menambah rizki dan
karuniaNya terhadap hambanya yang yakin terhadap Ayat-ayat Allah.
Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah
berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi
tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina keluarga
yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali,
sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Anas bin
Malik radhiyallahu 'anhu berkata : "Telah bersabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam (yang artinya): "Barangsiapa menikah, maka ia
telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah
dalam memelihara yang separuhnya lagi". [Hadist Riwayat Thabrani dan
Hakim].
Sesungguhnya menikah itu bukanlah sesuatu yang
menakutkan, hanya memerlukan perhitungan cermat dan persiapan matang saja, agar
tidak menimbulkan penyesalan. Sebagai risalah yang syâmil (menyeluruh) dan
kâmil (sempurna), Islam telah memberikan tuntunan tentang tujuan pernikahan
yang harus dipahami oleh kaum Muslim. Tujuannya adalah agar pernikahan itu
berkah dan bernilai ibadah serta benar-benar memberikan ketenangan bagi suami-istri.
Dengan itu akan terwujud keluarga yang bahagia dan langgeng. Hal ini bisa
diraih jika pernikahan itu dibangun atas dasar pemahaman Islam yang benar.
Menikah hendaknya diniatkan untuk mengikuti sunnah
Rasullullah saw., melanjutkan keturunan, dan menjaga kehormatan. Menikah juga
hendaknya ditujukan sebagai sarana dakwah, meneguhkan iman, dan menjaga
kehormatan. Pernikahan merupakan sarana dakwah suami terhadap istri atau
sebaliknya, juga dakwah terhadap keluarga keduanya, karena pernikahan berarti
pula mempertautkan hubungan dua keluarga. Dengan begitu, jaringan persaudaraan
dan kekerabatan pun semakin luas. Ini berarti, sarana dakwah juga bertambah.
Pada skala yang lebih luas, pernikahan islami yang sukses tentu akan menjadi
pilar penopang dan pengokoh perjuangan dakwah Islam, sekaligus tempat
bersemainya kader-kader perjuangan dakwah masa depan.
2.3 Tujuan Pernikahan
Tentang tujuan perkawinan dalam Islam, Islam juga
memandang bahwa pembentukan keluarga itu sebagai salah satu jalan untuk
merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek
kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar dan
mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam.
2.3.1 Membentengi Martabat Manusia dari
Perbuatan Kotor dan Keji
Sasaran utama dari disyari'atkannya perkawinan dalam
Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan
kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang
luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana
efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi
masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
(yang artinya): "Wahai para pemuda! Barangsiapa diantara kalian
berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan
pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak
mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi
dirinya". [Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i,
Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi].
2.3.2 Rumah Tangga Yang Islami
Tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami
istri melaksanakan syari'at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya
rumah tangga berdasarkan syari'at Islam adalah WAJIB. Oleh karena itu setiap
muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami. Rumah tangga
yang islami adalah rumah tangga yang berdasarkan kepada ajaran-ajaran agama
Islam secara total (kaffah)
2.3.3 Karena Menikah itu Ibadah
Sebagai seorang manusia yang sadar betul kehambaanya,
manusia harus mengabdi dan memberikan hidupnya hanya kepada Allah dan selalu
menghabiskan hari-harinya dengan ibadah kepada Allah semata. Dari sudut pandang
ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal
shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain.
2.3.4 Mencari Keturunan Yang Shalih
Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk
melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman : "Allah
telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan
bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki
yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan
mengingkari nikmat Allah ?" [An-Nahl : 72].
Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya
sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang
berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.
Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh
melainkan dengan pendidikan Islam yang benar. Kita sebutkan demikian karena
banyak "Lembaga Pendidikan Islam", tetapi isi dan caranya tidak
Islami. Sehingga banyak kita lihat anak-anak kaum muslimin tidak memiliki ahlaq
Islami, diakibatkan karena pendidikan yang salah. Oleh karena itu suami istri
bertanggung jawab mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan
yang benar.
2.4 Calon Pasangan Yang Ideal
a). Harus Kafa’ah
b). Shalihah
2.4.1 Kafa’ah Menurut Konsep Islam
Pengaruh materialisme telah banyak menimpa orang tua.
Tidak sedikit zaman sekarang ini orang tua yang memiliki pemikiran, bahwa di
dalam mencari calon jodoh putra-putrinya, selalu mempertimbangkan keseimbangan
kedudukan, status sosial dan keturunan saja. Sementara pertimbangan agama
kurang mendapat perhatian. Masalah Kufu’ (sederajat, sepadan) hanya diukur
lewat materi saja.
Menurut Islam, Kafa’ah atau kesamaan, kesepadanan atau
sederajat dalam perkawinan, dipandang sangat penting karena dengan adanya
kesamaan antara kedua suami istri itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina
rumah tangga yang Islami inysa Allah akan terwujud. Tetapi kafa’ah menurut
Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta ahlaq seseorang, bukan
status sosial, keturunan dan lain-lainnya. Allah memandang sama derajat
seseorang baik itu orang Arab maupun non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada
perbedaan dari keduanya melainkan derajat taqwanya (Al-Hujuraat : 13). “Artinya
: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
di sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Al-Hujuraat : 13).
Dan mereka tetap sekufu’ dan tidak ada halangan bagi
mereka untuk menikah satu sama lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda dan
pemudi yang masih berfaham materialis dan mempertahankan adat istiadat wajib
mereka meninggalkannya dan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang
Shahih. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :“Artinya : Wanita
dikawini karena empat hal : Karena hartanya, karena keturunannya, karena
kecantikannya, dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya
(ke-Islamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan celaka”. (Hadits
Shahi Riwayat Bukhari 6:123, Muslim 4:175).
2.4.2 Kriteria Memilih Calon Suami dan Istri
Yang Salihah
1). Kriteria Calon Istri yang Shalihah
* Beragama islam (muslimah). Ini adalah syarat
yang utama dan pertama.
* Memiliki akhlak yang baik. Wanita yang
berakhlak baik insya Allah akan mampu menjadi ibu dan istri yang baik.
* Memiliki dasar pendidikan Islam yang
baik. Wanita yang memiliki dasar pendidikan Islam yang baik akan selalu
berusaha untuk menjadi wanita sholihah yang akan selalu dijaga oleh Allah SWT.
Wanita sholihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia.
* Memiliki sifat penyayang. Wanita yang penuh
rasa cinta akan memiliki banyak sifat kebaikan.
* Sehat secara fisik. Wanita yang sehat akan
mampu memikul beban rumah tangga dan menjalankan kewajiban sebagai istri dan
ibu yang baik.
* Dianjurkan memiliki kemampuan melahirkan anak.
Anak adalah generasi penerus yang penting bagi masa depan umat. Oleh karena
itulah, Rasulullah SAW menganjurkan agar memilih wanita yang mampu melahirkan
banyak anak.
* Sebaiknya memilih calon istri yang masih gadis
terutama bagi pemuda yang belum pernah menikah. Hal ini dimaksudkan untuk
memelihara keluarga yang baru terbentuk dari permasalahan lain.
2). Kriteria Calon Suami yang Shalihah
Ø Beragama
Islam (muslim). Suami adalah pembimbing istri dan keluarga untuk dapat selamat
di dunia dan akhirat, sehingga syarat ini mutlak diharuskan.
Ø Memiliki
akhlak yang baik. Laki-laki yang berakhlak baik akan mampu membimbing
keluarganya ke jalan yang diridhoi Allah SWT.
Ø Sholih dan
taat beribadah. Seorang suami adalah teladan dalam keluarga, sehingga tindak tanduknya
akan ‘menular’ pada istri dan anak-anaknya.
Ø Memiliki
ilmu agama Islam yang baik. Seorang suami yang memiliki ilmu Islam yang baik
akan menyadari tanggung jawabnya pada keluarga, mengetahui cara memperlakukan
istri, mendidik anak, menegakkan kemuliaan, dan menjamin kebutuhan-kebutuhan
rumah tangga secara halal dan baik.
2.5 Proses Sebuah Pernikahan
yang Berlandasakan Al-Qur’an dan
As-Sunnah yang Shahih.
2.5.1 Mengenal calon pasangan hidup
Sebelum seorang lelaki memutuskan
untuk menikahi seorang wanita, tentunya ia harus mengenal terlebih dahulu siapa
wanita yang hendak dinikahinya, begitu pula sebaliknya si wanita tahu siapa
lelaki yang berhasrat menikahinya.
Adapun mengenali calon pasangan
hidup di sini maksudnya adalah mengetahui siapa namanya, asalnya, keturunannya,
keluarganya, akhlaknya, agamanya dan informasi lain yang memang dibutuhkan. Ini
bisa ditempuh dengan mencari informasi dari pihak ketiga, baik dari kerabat si
lelaki atau si wanita ataupun dari orang lain yang mengenali si lelaki/si
wanita.
Yang perlu menjadi perhatian,
hendaknya hal-hal yang bisa menjatuhkan kepada fitnah (godaan setan) dihindari
kedua belah pihak seperti bermudah-mudahan melakukan hubungan telepon, sms,
surat-menyurat, dengan alasan ingin ta’aruf (kenal-mengenal) dengan calon
suami/istri. Jangankan baru ta’aruf, yang sudah resmi meminang pun harus
menjaga dirinya dari fitnah. Karenanya, ketika Syaikh Shalih bin Fauzan bin
Abdillah Al-Fauzan hafizhahullah ditanya tentang pembicaraan melalui telepon antara
seorang pria dengan seorang wanita yang telah dipinangnya, beliau menjawab,
“Tidak apa-apa seorang laki-laki berbicara lewat telepon dengan wanita yang
telah dipinangnya, bila memang pinangannya telah diterima dan pembicaraan yang
dilakukan dalam rangka mencari pemahaman sebatas kebutuhan yang ada, tanpa
adanya fitnah. Namun bila hal itu dilakukan lewat perantara wali si wanita maka
lebih baik lagi dan lebih jauh dari keraguan/fitnah. Adapun pembicaraan yang
biasa dilakukan laki-laki dengan wanita, antara pemuda dan pemudi, padahal
belum berlangsung pelamaran di antara mereka, namun tujuannya untuk saling
mengenal, sebagaimana yang mereka istilahkan, maka ini mungkar, haram, bisa
mengarah kepada fitnah serta menjerumuskan kepada perbuatan keji. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ
فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَعْرُوفًا
Artinya:“Maka janganlah kalian tunduk (lembut
mendayu-dayu) dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang di
hatinya ada penyakit dan ucapkanlah ucapan yang ma’ruf.” (Al-Ahzab: 32)
2.5.2 Nazhar (Melihat Calon Pasangan Hidup)
Seorang wanita pernah datang kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menghibahkan dirinya. Si wanita
berkata:
ياَ رَسُوْلَ اللهِ، جِئْتُ أَهَبُ
لَكَ نَفْسِي. فَنَظَرَ إِلَيْهَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَصَعَّدَ
النَّظَرَ فِيْهَا وَصَوَّبَهُ، ثُمَّ طَأْطَأَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم
رًأْسَهُ
Artinya: “Wahai Rasulullah! Aku datang untuk
menghibahkan diriku kepadamu.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
melihat ke arah wanita tersebut. Beliau mengangkat dan menurunkan pandangannya
kepada si wanita. Kemudian beliau menundukkan kepalanya. (HR. Al-Bukhari no.
5087 dan Muslim no. 3472)
Hadits ini menunjukkan bila seorang
lelaki ingin menikahi seorang wanita maka dituntunkan baginya untuk terlebih
dahulu melihat calonnya tersebut dan mengamatinya. (Al-Minhaj Syarhu Shahih
Muslim, 9/215-216)
Oleh karena itu, ketika seorang
sahabat ingin menikahi wanita Anshar, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menasihatinya:
انْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّ فِي
أَعْيُنِ الْأَنْصَارِ شَيْئًا، يَعْنِي الصِّغَرَ
Artinya:“Lihatlah wanita tersebut, karena pada mata
orang-orang Anshar ada sesuatu.” Yang beliau maksudkan adalah mata mereka
kecil. (HR. Muslim no. 3470 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Demikian pula ketika Al-Mughirah bin
Syu’bah radhiyallahu ‘anhu meminang seorang wanita, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, “Apakah engkau telah melihat wanita
yang kau pinang tersebut?” “Belum,” jawab Al-Mughirah. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
انْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ
بَيْنَكُمَا
Artinya:“Lihatlah wanita tersebut, karena dengan
seperti itu akan lebih pantas untuk melanggengkan hubungan di antara kalian
berdua (kelak).” (HR. An-Nasa`i no. 3235, At-Tirmidzi no.1087. Dishahihkan
Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 96)
Al-Imam Al-Baghawi rahimahullahu
berkata, “Dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
Al-Mughirah radhiyallahu ‘anhu: “Apakah engkau telah melihat wanita yang kau
pinang tersebut?” ada dalil bahwa sunnah hukumnya ia melihat si wanita sebelum
khitbah (pelamaran), sehingga tidak memberatkan si wanita bila ternyata ia
membatalkan khitbahnya karena setelah nazhar ternyata ia tidak menyenangi si
wanita.” (Syarhus Sunnah 9/18)
Bila nazhar dilakukan setelah
khitbah, bisa jadi dengan khitbah tersebut si wanita merasa si lelaki pasti
akan menikahinya. Padahal mungkin ketika si lelaki melihatnya ternyata tidak
menarik hatinya lalu membatalkan lamarannya, hingga akhirnya si wanita kecewa
dan sakit hati. (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 9/214)
Sahabat Muhammad bin Maslamah
radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku meminang seorang wanita, maka aku bersembunyi
untuk mengintainya hingga aku dapat melihatnya di sebuah pohon kurmanya.” Maka
ada yang bertanya kepada Muhammad, “Apakah engkau melakukan hal seperti ini
padahal engkau adalah sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Kata
Muhammad, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
إِذَا أَلْقَى اللهُ فيِ قَلْبِ
امْرِئٍ خِطْبَةَ امْرَأَةٍ، فَلاَ بَأْسَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا
Artinya:“Apabila Allah melemparkan di hati seorang
lelaki (niat) untuk meminang seorang wanita maka tidak apa-apa baginya melihat
wanita tersebut.” (HR. Ibnu Majah no. 1864, dishahihkan Al-Imam Al-Albani
rahimahullahu dalam Shahih Ibni Majah dan Ash-Shahihah no. 98)
Al-Imam Al-Albani rahimahullahu
berkata, “Boleh melihat wanita yang ingin dinikahi walaupun si wanita tidak
mengetahuinya ataupun tidak menyadarinya.” Dalil dari hal ini sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً،
فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا إِذَا كَانَ إِنَّمَا يَنْظُرُ
إِلَيْهَا لِخِطْبَتِهِ، وَإِنْ كَانَتْ لاَ تَعْلَمُ
Artinya: “Apabila seorang dari kalian ingin meminang
seorang wanita, maka tidak ada dosa baginya melihat si wanita apabila memang
tujuan melihatnya untuk meminangnya, walaupun si wanita tidak mengetahui (bahwa
dirinya sedang dilihat).” (HR. Ath-Thahawi, Ahmad 5/424 dan Ath-Thabarani dalam
Al-Mu’jamul Ausath 1/52/1/898, dengan sanad yang shahih, lihat Ash-Shahihah
1/200)
Pembolehan melihat wanita yang
hendak dilamar walaupun tanpa sepengetahuan dan tanpa seizinnya ini merupakan
pendapat yang dipegangi jumhur ulama.
Adapun Al-Imam Malik rahimahullahu
dalam satu riwayat darinya menyatakan, “Aku tidak menyukai bila si wanita
dilihat dalam keadaan ia tidak tahu karena khawatir pandangan kepada si wanita
terarah kepada aurat.” Dan dinukilkan dari sekelompok ahlul ilmi bahwasanya
tidak boleh melihat wanita yang dipinang sebelum dilangsungkannya akad karena
si wanita masih belum jadi istrinya. (Al-Hawil Kabir 9/35, Syarhul Ma’anil
Atsar 2/372, Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim 9/214, Fathul Bari 9/158)
2.5.3 Khithbah (peminangan)
Seorang lelaki yang telah berketetapan hati untuk
menikahi seorang wanita, hendaknya meminang wanita tersebut kepada walinya.
Apabila seorang lelaki mengetahui wanita yang hendak
dipinangnya telah terlebih dahulu dipinang oleh lelaki lain dan pinangan itu
diterima, maka haram baginya meminang wanita tersebut. Karena Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
لاَ يَخْطُبُ
الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ حَتَّى يَنْكِحَ أَوْ يَتْرُكَ
Artinya:“Tidak boleh seseorang
meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya hingga saudaranya itu
menikahi si wanita atau meninggalkannya (membatalkan pinangannya).” (HR.
Al-Bukhari no. 5144)
Dalam riwayat
Muslim (no. 3449) disebutkan:
الْمُؤْمِنُ
أَخُو الْمُؤْمِنِ، فَلاَ يَحِلُّ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يَبْتَاعَ عَلى بَيْعِ
أَخِيْهِ وَلاَ يَخْطُبَ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ حَتَّى يَذَرَ
Artinya:“Seorang mukmin adalah
saudara bagi mukmin yang lain. Maka tidaklah halal baginya menawar barang yang
telah dibeli oleh saudaranya dan tidak halal pula baginya meminang wanita yang
telah dipinang oleh saudaranya hingga saudaranya meninggalkan pinangannya
(membatalkan).”
Perkara ini merugikan peminang yang pertama, di mana bisa jadi pihak wanita
meminta pembatalan pinangannya disebabkan si wanita lebih menyukai peminang
kedua. Akibatnya, terjadi permusuhan di antara sesama muslim dan pelanggaran
hak. Bila peminang pertama ternyata ditolak atau peminang pertama mengizinkan
peminang kedua untuk melamar si wanita, atau peminang pertama membatalkan
pinangannya maka boleh bagi peminang kedua untuk maju. (Al-Mulakhkhash
Al-Fiqhi, 2/282)
Setelah pinangan diterima tentunya ada kelanjutan pembicaraan, kapan akad nikad
akan dilangsungkan. Namun tidak berarti setelah peminangan tersebut, si lelaki
bebas berduaan dan berhubungan dengan si wanita. Karena selama belum akad
keduanya tetap ajnabi, sehingga janganlah seorang muslim bermudah-mudahan dalam
hal ini. (Fiqhun Nisa fil Khithbah waz Zawaj, hal. 28)
2.5.4 Akad nikah
Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang
melangsungkan pernikahan dalam bentuk ijab dan qabul.
Ijab adalah penyerahan dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan
dari pihak kedua. Ijab dari pihak wali si perempuan dengan ucapannya, misalnya:
“Saya nikahkan anak saya yang bernama si A kepadamu dengan mahar sebuah kitab
Riyadhus Shalihin.”
Qabul adalah penerimaan dari pihak suami dengan ucapannya, misalnya: “Saya
terima nikahnya anak Bapak yang bernama si A dengan mahar sebuah kitab Riyadhus
Shalihin.”
Sebelum dilangsungkannya akad nikah, disunnahkan untuk menyampaikan khutbah
yang dikenal dengan khutbatun nikah atau khutbatul hajah. Lafadznya sebagai
berikut:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ
شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ
لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَلاَّ إِلَهَ إلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
(آل عمران: 102)
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا
رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا
وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي
تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.
(النساء: 1)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ
فَوْزًا عَظِيمًا. (الأحزاب: 70-71)
2.5.5 Walimatul ‘urs
Melangsungkan walimah ‘urs hukumnya sunnah menurut sebagian besar ahlul ilmi,
menyelisihi pendapat sebagian mereka yang mengatakan wajib, karena adanya
perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abdurrahman bin Auf
radhiyallahu ‘anhu ketika mengabarkan kepada beliau bahwa dirinya telah
menikah:
أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ
Artinya:“Selenggarakanlah walimah walaupun dengan
hanya menyembelih seekor kambing4.” (HR. Al-Bukhari no. 5167 dan Muslim no.
3475)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menyelenggarakan walimah
ketika menikahi istri-istrinya seperti dalam hadits Anas radhiyallahu ‘anhu
disebutkan:
مَا أَوْلَمَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَلىَ
شَيْءٍ مِنْ نِسَائِهِ مَا أَوْلَمَ عَلىَ زَيْنَبَ، أَوْلَمَ بِشَاةٍ
Artinya:“Tidaklah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyelenggarakan walimah ketika menikahi istri-istrinya dengan sesuatu yang
seperti beliau lakukan ketika walimah dengan Zainab. Beliau menyembelih kambing
untuk acara walimahnya dengan Zainab.” (HR. Al-Bukhari no. 5168 dan Muslim no.
3489)
2.5.6
Setelah Akad
Ketika mempelai lelaki telah resmi menjadi suami mempelai wanita, lalu ia ingin
masuk menemui istrinya maka disenangi baginya untuk melakukan beberapa perkara
berikut ini:
Pertama: Bersiwak terlebih dahulu untuk membersihkan mulutnya karena
dikhawatirkan tercium aroma yang tidak sedap dari mulutnya. Demikian pula si
istri, hendaknya melakukan yang sama. Hal ini lebih mendorong kepada
kelanggengan hubungan dan kedekatan di antara keduanya. Didapatkan dari
perbuatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersiwak bila hendak
masuk rumah menemui istrinya, sebagaimana berita dari Aisyah radhiyallahu ‘anha
(HR. Muslim no. 590).
Kedua: Disenangi baginya untuk menyerahkan mahar bagi istrinya sebagaimana akan
disebutkan dalam masalah mahar dari hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Ketiga: Berlaku lemah lembut kepada istrinya, dengan semisal memberinya segelas
minuman ataupun yang semisalnya berdasarkan hadits Asma` bintu Yazid bin
As-Sakan radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku mendandani Aisyah radhiyallahu
‘anha untuk dipertemukan dengan suaminya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Setelah selesai aku memanggil Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
untuk melihat Aisyah. Beliau pun datang dan duduk di samping Aisyah. Lalu
didatangkan kepada beliau segelas susu. Beliau minum darinya kemudian
memberikannya kepada Aisyah yang menunduk malu.” Asma` pun menegur Aisyah,
“Ambillah gelas itu dari tangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Aisyah pun mengambilnya dan meminum sedikit dari susu tersebut.” (HR. Ahmad,
6/438, 452, 458 secara panjang dan secara ringkas dengan dua sanad yang saling
menguatkan, lihat Adabuz Zafaf, hal. 20)
Keempat: Meletakkan tangannya di atas bagian depan kepala istrinya
(ubun-ubunnya) sembari mendoakannya, dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam:
إِذَا تَزَوَّجَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً
أَوِ اشْتَرَى خَادِمًا فَلْيَأْخُذْ بِنَاصِيَتِهَا وَلْيُسَمِّ اللهَ عز وجل
وَلْيَدْعُ بِالْبَرَكَةِ وَلْيَقُلْ: اللّهمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهَا
وَخَيْرِ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا
جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
Artinya:“Apabila salah seorang dari kalian menikahi
seorang wanita atau membeli seorang budak maka hendaklah ia memegang
ubun-ubunnya, menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala, mendoakan keberkahan dan
mengatakan: ‘Ya Allah, aku meminta kepada-Mu dari kebaikannya dan kebaikan apa
yang Engkau ciptakan/tabiatkan dia di atasnya dan aku berlindung kepada-Mu dari
kejelekannya dan kejelekan apa yang Engkau ciptakan/tabiatkan dia di atasnya’.”
(HR. Abu Dawud no. 2160, dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih
Sunan Abi Dawud)
Kelima: Ahlul ‘ilmi ada yang memandang setelah dia bertemu dan mendoakan
istrinya disenangi baginya untuk shalat dua rakaat bersamanya. Hal ini
dinukilkan dari atsar Abu Sa’id maula Abu Usaid Malik bin Rabi’ah Al-Anshari.
Ia berkata: “Aku menikah dalam keadaan aku berstatus budak. Aku mengundang
sejumlah sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antara mereka ada Ibnu
Mas’ud, Abu Dzar, dan Hudzaifah radhiyallahu ‘anhum. Lalu ditegakkan shalat,
majulah Abu Dzar untuk mengimami. Namun orang-orang menyuruhku agar aku yang
maju. Ketika aku menanyakan mengapa demikian, mereka menjawab memang seharusnya
demikian. Aku pun maju mengimami mereka dalam keadaan aku berstatus budak.
Mereka mengajariku dan mengatakan, “Bila engkau masuk menemui istrimu,
shalatlah dua rakaat. Kemudian mintalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari
kebaikannya dan berlindunglah dari kejelekannya. Seterusnya, urusanmu dengan
istrimu.” (Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, demikian pula Abdurrazzaq.
Al-Imam Al-Albani rahimahullahu berkata dalam Adabuz Zafaf hal. 23, “Sanadnya
shahih sampai ke Abu Sa’id”).
2.6
Pernikahan yang Dilarang dalam Islam
Islam melarang beberapa bentuk pernikahan, Insya Allah penulis akan menyampaikan
beberapa pernikahan yang dilarang dalam ajaran agama Islam :
2.6.1
Nikah Mut’ah
Yang dimaksud dengan nikah mut’ah adalah nikah yang diniatkan hanya untuk
bersenag-bersenang dan hanya untuk jangka waktu tertentu saja, mungkin dapat
diistilahkan dengan ungkapan nikah kontrak.
Pada awalnya nikah ini diperbolehkan oleh Rasulullah SAW, karena pada saat itu
kaum muslimin sedang mengalami peperangan yang berkepanjangan dan jauh dari
isteri mereka, pertimbangannya agar kaum muslimin yang berada di medan
peperangan terhindar dari bahaya dan kehinaan zina.
Setelah itu Rasulullah SAW melarang pernikahan jenis ini, karena dikhawatirkan
terdapat unsure pelecehan terhadap wanita, dan tidak sesuai dengan tujuan
pernikahan itu sendiri.
2.6.2
Nikah Muhallil
Nikah Muhallil adalah pernikahan yang dilakukan seseorang laki-laki terhadap
perempuan yang telah di talak tiga, dengan maksud agar mantan suaminya yang
mentalak isterinya tadi dapat menikahinya lagi.
Nikah seperti ini dilarang oleh agama, bahkan dilaknak oleh Rasulullah SAW.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda : “Dari Ibnu Mas’ud ia berkata :
Rasulullah SAW mengutuk laki-laki yang Muhallil dan Muhallal Lahu (HR.Tarmidzi
dan Nasai).
2.6.3 Pernikahan Silang ( Beda Agama )
Pernikahan silang adalah pernikahan lintas agama atau pernikahan antara
laki-laki dan perempuan yang berbeda keyakinan dan berbeda agama. Dan Islam
melarang pernikahan silang ini seperti yang disebutkan dalam firman Allah :
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun
dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan
wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin
lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke
neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran”.(QS. Al Baqarah : 221)
2.6.4
Pernikahan Khadan
Khadan mempunyai arti gundik atau piaraan, baik laki-laki yang menjadikan
perempuan sebagai gundiknya atau sebaliknya. Pernikahan Khadan merupakan
tradisi jahiliyah dan di dunia modern istilah khadan berganti dengan istilah
“kumpul kebo”. Pernikahan atau cara yang seperti ini dilarang oleh agama dan
melecehkan nilai-nilai dari rumah tangga yang sacral dan suci.
2.7
Hikmah Pernikahan
Keluarga dalam Islam adalah perintah agama yang berusaha untuk diwujudkan oleh
setiap manusia beriman. Ia juga kesempurnaan akhlak manusia yang dicoba-raih
oleh setiap pribadi. Pernikahan mengandung beberapa hikmah yang memesona dan
sejumlah tujuan luhur.
Seorang manusia—laki-laki maupun perempuan—pasti bisa merasakan cinta dan kasih
sayang dan ingin mengenyam ketenangan jiwa dan kestabilan emosi. Allah S.W.T.
berfirman,
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir.”
Pun seseorang—laki-laki maupun perempuan—dalam naungan keluarga akan menikmati
perasaan memiliki kehormatan diri dan kesucian dan mengenyam keluhuran budi
pekerti. Rasulullah S.A.W. bersabda,
“Wahai para pemuda, kalau ada di antara kalian yang
sudah mampu menikah, segeralah menikah. Sebab, pernikahan bisa menahan
penglihatan dan menjaga kemaluan. Tapi, kalau ada yang belum mampu, maka
hendaknya ia berpuasa. Sebab, puasa adalah peredam gejolak syahwat.”
2.7.1 Meninggikan Harkat dan Martabat Manusia.
Lihatlah bagaimana kehidupan manusia yang secara bebas mengumbar nafsu
biologisnya tanpa melalui bingkai halal sebuah pernikahan, maka martabat dan
harga diri mereka sama liarnya dengan nafsu yang tidak bisa mereka jinakkan.
Menikah menjadikan harkat dan martabat manusia-manusia yang menjalaninya
menjadi lebih mulia dan terhormat. Manusia secara jelas akan berbeda dengan
binatang apabila ia mampu menjaga hawa nafsunya melalui pernikahan.
2.7.2
Memuliakan Kaum Wanita.
Banyak wanita-wanita yang pada akhirnya terjerumus pada kehidupan hitam hanya
karena diawali oleh kegagalan menikah dengan orang-orang yang menyakiti
kehidupan mereka. Menikah dapat memuliakan kaum wanita. Mereka akan ditempatkan
sebagai ratu dan permaisuri dalam keluarganya.
2.7.3
Cara untuk Melanjutkan Keturunan.
Salah satu tujuan menikah adalah meneruskan keturunan. Pasangan yang shaleh
diharapkan mampu melanjutkan keturunan yang shaleh pula. Dari anak-anak yang
shaleh ini akan tercipta sebuah keluarga shaleh, selanjutnya menjadi awal bagi
terbentuknya kelompok-kelompok masyarkat yang shaleh sebagai cikal bakal
kebangkitan Islam di masa mendatang.
2.7.4
Wujud Kecintaan Allah SWT.
Inilah bukti kecintaan Allah terhadap mahkluk-Nya. Dia memberikan cara kepada
mahkluk-Nya untuk dapat memenuhi kebutuhan manusiawi seorang mahkluk. Di
dalam wujud kecintaan itu, dilimpahkan banyak keberkahan dan kebahagiaan hidup
yang dirasakan melalui adanya tali pernikahan. Allah menjadikan mahkluk-Nya
berpasang-pasangan dan ditumbuhkan padanya satu sama lain rasa cinta dan kasih
sayang.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Allah berfirman: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram
bersamanya. Dan Dia (juga) telah menjadikan diantaramu (suami, istri) rasa
cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir". [QS. Ar Ruum : 21].
Pernikahan atau perkawinan adalah ikatan lahir dan bathin antara seorang pria
dan wanita dalam suatu rumah tangga berdasarkan tuntunan agama dalam usaha
mencar rumah tangga yang ideal. Rumah tangga yang ideal menurut ajaran Islam
adalah rumah tangga yang diliputi Sakinah (ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa
cinta) dan Rahmah (kasih sayang).
Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami dan istri harus saling memahami
kekurangan dan kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajibannya serta
memahami tugas dan fungsinya masing-masing yang harus dilaksanakan dengan penuh
tanggung jawab. Sehingga upaya untuk mewujudkan perkawinan dan rumah tangga
yang mendapat keridla'an Allah dapat terealisir, akan tetapi mengingat kondisi
manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian
dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang pasangan yang
sedianya hidup tenang, tentram dan bahagia mendadak dilanda "kemelut"
perselisihan dan percekcokan.
3.2
Saran
Ø Dengan adanya perkawinan di harapkan dapat mebentuk
keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, dunia dan akhirat.
Ø Perkawinan menjadi wadah bagi pendidikan dan
pembentukan manusia baru, yang kedepannya diharapkan mempunyai kehidupan dan
masadepan yang lebih baik.
Ø Dengan adanya kepala keluarga yang memimpin bahtera
keluarga, kehidupan diharapkan menjadi lebih bermakna, dan suami-suami dan
istri-istri akhir zaman ini memiliki semangat yang tinggi di jalan Allah. Amin!
DAFTAR PUSTAKA
Dandelion,
Momoy. 2010. Konsep Pernikahan Dalam Pandangan Islam. (Online), (http://momoydandelion.blogspot.com/, diakses 7
Oktober 2012).
Gunawan,
Gugum Gumilar. 2012. Cara Memilih Pasangan Hidup Menurut Islam.
(Online), (http://blogi-one.blogspot.com/, diakses 7
Oktober 2012).
Hadzan,
Ibnul. 2007. Konsep Pernikahan dalam Islam. (Online), (http://koswara.wordpress.com/, diakses 7
Oktober 2012).
Kumpulan
Makalah. 2009. Konsep Islam Tentang Pernikahan. (Online), (http://kumpulan-makalah-dlords.blogspot.com/, diakses
7 Oktober 2012).
Qur'an dan
Sunnah. 2009. Pernikahan Menurut Islam dari Mengenal Calon Sampai Proses
Akad Nikah. (Online), (http://qurandansunnah.wordpress.com/, diakses 7
Oktober 2012).
Komentar
Posting Komentar